Indonesia sempat mengalami krisis gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) akibat cemaran pada sirup obat. Selain hal tersebut, Indonesia masih mengalami sejumlah tantangan sediaan obat diantaranya kelemahan tata kelola rantai pasok, pengawasan mutu, kebijakan harga, fluktuasi harga obat paten maupun generik, serta maraknya peredaran obat palsu yang mengancam keselamatan pasien. Seluruh isu tersebut melatarbelakangi seri 2 webinar leadership sektor kesehatan yang akan memetakan konflik makro akses - harga dan keamanan obat. Kemudian menelaah inisiatif WHO sebagai kerangka perbaikan dan merumuskan tata kelola farmasi nasional yang tangguh.
Webinar telah digelar pada Kamis, 5 Juni 2025. Informasi selengkapnya dapat diakses pada link berikut
Evidence atau bukti ini dapat diartikan sebagai 'kebijakan berbasis bukti' (Evidence Based Policy) yang sering dianggap sebagai hasil evolusi dari gerakan kedokteran berbasis bukti (Evidence Based Medicine / EBP). Pendekatan ini mengarahkan untuk setiap keputusan diambil untuk menyelesaikan suatu masalah kesehatan telah mempertimbangkan bukti atau evidence yang ada. Ada banyak bentuk Knowledge Translation Product yang menjadi prioritas materi pelatihan, dua diantaranya; Policy Brief dan Briefing Notes.
Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peserta untuk memahami tentang kebijakan kesehatan, analisis kebijakan kesehatan, menyusun policy brief dan memahami advokasi kebijakan. Pelatihan ini akan dimulai dari bulan Juli hingga Agustus 2025. Narasumber berasal dari Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, FISIPOL UGM serta konsultan dan peneliti dari PKMK FK-KMK UGM. Informasi jadwal dan pendaftaran silahkan akses pada link berikut
Saat ini terjadi perdebatan mengenai kebijakan kesehatan berupa penambahan kompetensi dokter untuk melakukan kegiatan medis tertentu yang menjadi kewenangan spesialis, misalnya melakukan operasi Caesar (SC) dari SpOG, atau operasi katarak dari SpM, hingga penanganan jantung dari SpJPD. Dalam perdebatan ini, stakeholders sektor kesehatan perlu mengacu kembali ke pemahaman mengenai taskshifting yang sejak 2008 sudah dianjurkan oleh WHO untuk mengatasi kekurangan tenaga kesehatan
Dalam konteks Indonesa, kekurangan spesialis ini dengan tanpa kebijakan taskshfting telah mengakibatkan ketidakadilan dan tragedi kemanusiaan dalam pelayanan kesehatan. Sementara itu dalam berbagai laporan di publikasi buku dan jurnal, Task shifting telah diuji di berbagai negara berkembang dan berdampak positif terhadap masyarakat. Webinar ini telah di selenggarakan pada Kamis, 15 Mei 2025 , materi dan reportase selengkapnya dapat di akses pada link berikut
Meningkatnya biaya kesehatan dan penuaan populasi menjadi tantangan bagi keberlanjutan sistem kesehatan, terutama di kawasan Asia-Pasifik yang menghadapi fragmentasi layanan. Keterlibatan sektor swasta, termasuk Asuransi Kesehatan Swasta (PHI), mulai diakui sebagai strategi untuk mendukung pembiayaan dan akses layanan.
Regional Knowledge Event 2025, diselenggarakan oleh Asia-Pacific Network for Health Systems Strengthening (ANHSS) bersama The Chinese University of Hong Kong, menghadirkan dua kegiatan utama yaitu Policy Course (sesi pembelajaran mendalam seputar kebijakan sistem kesehatan) dan Regional Knowledge Event – diskusi bersama para pakar industri. Simak reportase rangkaian kegiatan selengkapnya pada pada link berikut
Sejak Indonesia menerapkan sistem asuransi kesehatan nasional pada 2014, harga berbagai obat esensial mengalami penurunan drastis. Penelitian ini menyelidiki hubungan antara harga, kualitas, dan keterjangkauan obat-obatan yang dibayar secara langsung oleh pasien. Lebih dari 1000 sampel lima obat resep umum—yaitu allopurinol, amlodipine, amoxicillin, cefixime, dan dexamethasone—dikumpulkan dari apotek, fasilitas kesehatan, dan toko daring di empat wilayah Indonesia. Kualitas obat diuji menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC), dan hasilnya dibandingkan dengan harga serta upah minimum daerah. Obat yang dibeli melalui sistem pengadaan publik lebih jarang gagal uji kualitas dibanding merek lain (4,2% vs 8,3%), tetapi perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Tidak ditemukan hubungan antara harga dan kualitas, maupun antara status bermerek dan kualitas. Obat generik bermerek memiliki rentang harga sangat luas, dari 0,3 hingga 18,6 kali harga median.
Sebaliknya, generik tanpa merek dijual dengan harga yang lebih seragam dan umumnya lebih murah. Meskipun wilayah dengan upah terendah memiliki harga obat tertinggi, obat generik masih sangat terjangkau. Bahkan di daerah tersebut, harga obat pada kuartil ke-25 hanya setara dengan maksimal 0,7% dari upah harian. Secara keseluruhan, pasien dengan upah minimum dapat memperoleh versi obat esensial yang terjangkau dan berkualitas baik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa harga tidak menjamin kualitas obat, dan kebijakan publik perlu lebih menekankan pengawasan mutu daripada hanya fokus pada harga.
Sebuah studi dilakukan untuk mengevaluasi peran tingkat pendidikan dalam mendorong ibu remaja di Indonesia untuk melahirkan di fasilitas kesehatan, yang merupakan salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Studi ini menggunakan data sekunder dari Survei Kesehatan Indonesia 2023 dengan total 609 responden ibu berusia 13–19 tahun.
Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya sekitar 49,7% dari ibu remaja yang memilih melahirkan di fasilitas kesehatan, angka yang tergolong rendah mengingat pentingnya dukungan medis dalam proses persalinan. Melalui analisis regresi logistik, ditemukan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan ibu, semakin besar kemungkinan mereka melahirkan di fasilitas kesehatan. Dibandingkan dengan remaja yang tidak pernah bersekolah, ibu remaja yang pernah menempuh pendidikan dasar (SD) memiliki peluang 2,27 kali lebih besar untuk melahirkan di fasilitas, sementara yang pernah sekolah menengah pertama (SMP) memiliki peluang 4,55 kali lebih besar, dan yang mencapai sekolah menengah atas (SMA) bahkan memiliki peluang 5,04 kali lebih besar. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya pendidikan sebagai determinan sosial utama dalam kesehatan maternal, dan memperkuat urgensi intervensi kebijakan yang mendukung akses pendidikan bagi perempuan muda sebagai strategi jangka panjang dalam memperbaiki kesehatan ibu dan anak di Indonesia.
Publikasi "NCD Progress Monitor 2025" dari WHO menyajikan penilaian global terbaru tentang kemajuan negara-negara dalam mencegah dan mengendalikan penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, diabetes, kanker, dan penyakit paru kronis. Laporan ini meninjau upaya 194 negara anggota WHO dalam mengimplementasikan kebijakan nasional, sistem kesehatan, dan strategi pengurangan faktor risiko seperti merokok, konsumsi alkohol berlebih, pola makan tidak sehat, dan kurang aktivitas fisik. Selain itu, publikasi ini juga menilai lokasi target nasional PTM, sistem surveilans, dan penyediaan layanan pengobatan esensial.
Laporan ini bertujuan untuk menjadi alat pemantauan dan akuntabilitas menjelang Sidang Tingkat Tinggi PBB tentang PTM pada 2025, sekaligus mendorong negara-negara mempercepat tindakan agar dapat mencapai target global PTM yang ditetapkan dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030. Data dan analisis dalam laporan ini membantu mengidentifikasi kesenjangan kebijakan dan menunjukkan praktik terbaik yang dapat diadopsi untuk mengurangi beban PTM secara global.