Ditunggu Revolusi Mental Jokowi Bidang Kesehatan

Program revolusi mental Presiden terpilih Jokowi, kini ditunggu pelaksanaannya. Terutama dalam bidang kesehatan, yang dicanangkan sejak anak-anak.

Revolusi mental diharapkan bisa diperkuat pada wilayah kesehatan, karena mental yang kuat bersumber dari kesehatan.

"Gagasan tentang menyambungkan revolusi mental dengan revolusi kesehatan ini jelas dalam kerangka berpikir dan berkaitan secara langsung," ujar Asisten Deputi Sumber Daya kesehatan Departemen Perumahan Daerah Tertinggal, Dr. Hanibal Hamidi M.kes dalam diskusi bertema "Revolusi Kesehatan Menuju Revolusi Mental untuk Indonesia Baru," yang digelar Pusat Kajian Aksi Revolusi Mental (PERMANEN), Senin (1/9/2014).

 

Revolusi mental yang disampaikan jokowi dimulai dari masa anak -anak, dari SD hingga seterusnya. Dimana Jokowi sering mengatakan, bahwa tumbuh kembang anak dengan pendidikan hari ini, perlu dikoreksi yaitu ruang bermainnya rasanya menjadi tertekan.

"Kami melihat, membentuk karakter bangsa sebagaimana diamanatkan konstitusi, UUD itu membutuhkan bahan dasar dari bentukan manusia yang muda yaitu adalah bagaimana kesiapan mental manusia dalam siklus hidupnya terutama pada janin, terus kemudian bayi dan balita sampai paska balita yang siap masuk diproses pendidikan formal playgorup, SD dan seterusnya," jelasnya.

Wacana revolusi mental tidak akan merubah apapun apabila bahan dasar yakni gizi dalam mewujudkan revolusi kesehatan, tidak diselesaikan dengan baik.

"Amerika dengan anggaran pemerintahannnya menempatkan tiga kegiatannya, pengadaan barang yang baik dengan e-goverment, pembangunan nasional dengan berbasis bagaimana merawat tumbuhan dan kestersediaan air, dan terakhir adalah gizi," katanya.

Manusia sesuai mandat UU Kesehaatan, tidak hanya merespon orang sakit. Tetapi, seperti yang dicanangkan dalam Kartu Indonesia Sehat, dijaga juga agar masyarakat tetap sehat.

Selain gizi, dalam mewujudkan revolusi mental harus bisa memastikan seluruh UU yang terkait yaitu UU No.40 SJSN, UU BPJS atau UU No.24 tahun 2011, amanat UU No.52 tentang manajemen kependudukan dan keluarga berencana, dan UU No.36 terintegrasi dan menjadi satu kesatuan.

"Rekonstruksi total sistem kesehatan nasional yang hari ini dengan mengitegrasikan itu dalam satu kesatuan sistem," tegasnya.

Point penting lainnya juga dikemukakan Hanibal, adalah soal ketahanan pangan. Pemerintah harus memastikan keterjangkaun pangan masyarakat di pedesaan.

"Revolusi mental harus dimulai dari revolusi kesehatan yang terjaga untuk Indonesia sehat, tetapi bukan hanya pengobatan saat sakit tetapi menjaga kesehatan ketahanan pangan, dan anggarannya dihitung ulang. Itu harapan kami ke pemerintahan baru," jelas dia.

Direktur Pusat Kajian Aksi Revolusi Mental Rhugby Adeana, menyoroti APBN kesehatan 2014 sebesar 3,7% saat ini belum cukup maksimal melayani 240 juta rakyat Indonesia. [gus]

sumber http://nasional.inilah.com