Sosialisasi MERS jemaah haji masih minim

Kementerian Kesehatan menyiapkan sejumlah langkah untuk menjaga agar jemaah haji Indonesia tak tertular Sindrom Pernapasan Timur Tengah.

Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama pada BBC Indonesia, Jumat (28/8), sejak sebelum berangkat calon jemaah haji sudah diberikan penyuluhan-penyuluhan tentang apa itu MERS (Sindrom Pernapasan Timur Tengah) dan bagaimana pencegahannya, begitu juga saat di bandara dan ketika tiba di sana.

Calon jemaah juga diberikan masker ekstra untuk melindungi diri terhadap kemungkinan MERS.

"Teorinya, harus meminimalisir kontak dengan kerumunan orang. Tapi ini kan tidak mungkin dilakukan, maka pada saat di kerumunan, masker diberikan untuk melindungi diri," kata Tjandra Yoga.

Dia juga menambahkan, petugas kesehatan yang mendampingi jemaah juga sudah terus berkoordinasi dengan tim kesehatan Arab Saudi dan mendapat materi tentang MERS-CoV.

Tjandra Yoga tidak terdengar terlalu khawatir tentang meningkatnya jumlah korban tewas akibat MERS di Arab Saudi. Ia mengatakan bahwa saat ini kasus tersebut baru terjadi di Riyadh, belum di kota-kota perhajian seperti Mekah, Madinah, dan Jeddah.

"Yang terjadi di Riyadh pun sebagian besar masih di rumah sakit, sama seperti di Korea Selatan, dari satu orang menular ke rumah sakit. Pemerintah Arab Saudi kini sedang sekuat tenaga melokalisir agar tidak tersebar. Saya percaya mereka melakukan upaya itu secara maksimal, WHO juga memberi perhatian khusus," kata Tjandra Yoga.

Penyakit kronis

Dia mengimbau pada jemaah dan calon jemaah yang sudah mengalami penyakit jantung kronis, diabetes, gagal ginjal, atau paru kronis sebaiknya melakukan kontrol dan menyiapkan obat-obatan yang harus dimakan secara rutin. Alasannya, 60-70% pasien yang tertular MERS sudah mengalami penyakit kronis sebelumnya.

Selain itu, ia juga menganjurkan agar jemaah dan calon jemaah haji melakukan cuci tangan dengan sabun untuk mengurangi risiko penularan berbagai penyakit. Juga menghindari kontak dengan unta, karena 50-70% unta di jazirah Arab positif MERS-CoV.

"Tidak usahlah ada kontak dengan unta. Ibu Menteri sudah bilang jangan foto, jangan minum susu mentah," ujar Tjandra Yoga.

Sepulangnya jemaah haji, mereka juga akan mendapat Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jemaah Haji, dan dalam dua minggu, jika mengalami demam, sesak napas, atau batuk, harus kontrol ke petugas kesehatan dan melaporkan bahwa mereka baru pulang haji.

Karena penularan di Riyadh saat ini terjadi di rumah sakit, Tjandra Yoga juga mengatakan, jika jemaah haji terpaksa ke rumah sakit di Arab Saudi, maka selain menjaga kebersihan, mereka juga harus menghindari kerumunan orang di sekitar UGD, karena inilah yang menjadi sumber penularan di Korea Selatan.

Selain itu, jangan terlalu banyak menyentuh benda-benda di rumah sakit.
Namun, lebih baik apabila jamaah terlebih dulu menghubungi dokter di kloter mereka, yang jika diperlukan, bisa memberi rujukan ke Balai Pengobatan Haji Indonesia.

Informasi terbatas

Calon jemaah haji dari Surabaya, Citra Dwi Harningtyas, 28, yang dihubungi BBC Indonesia mengatakan bahwa meski ada informasi sekilas tentang wabah virus MERS-CoV, namun sosialisasinya terbatas.

Pada saat manasik haji, menurutnya, ada informasi tentang kewajiban menggunakan masker mulut karena di sana sedang musim flu dan ada MERS yang berasal dari unta.

"Tapi ya hanya menerangkan begitu saja, bagian dari rangkaian dari manasik haji, bukan spesifik menerangkan MERS-nya," katanya.
Hal yang kurang lebih sama juga disampaikan calon jemaah haji Dini Andrini, 45.

Menurutnya, sosialisasi kesehatan yang ada sekarang masih bersifat umum, seperti banyak minum air dan vitamin, serta meningkatkan kewaspadaan buat yang memiliki tekanan darah tinggi atau penyakit jantung, tapi tidak ada yang spesifik tentang MERS.

"Tentu saya khawatir, karena melihat akibat dari MERS dan faktor cuaca yang menambah kemungkinan tertular, lalu membaca ada kasus MERS di Riyadh," katanya.

Namun, dia tidak mendapat informasi khusus, baik dari biro haji yang memberangkatkannya maupun dari sumber-sumber resmi.
"Soal pencegahan, selama ini lebih banyak usaha sendiri, mencari di internet. Mungkin buat orang-orang yang tidak terlalu banyak mencari tahu atau mengakses internet ya, mereka tidak akan tahu," ujarnya.

sumber: http://www.bbc.com/