Reportase Hari Kedua Indonesia Public Expenditure Review

Improving The Performance Orientation of The Central Government Budget and Subnational Transfers

23 Januari 2020

pergb1

Gambar 1. Opening Virtual Events Public Expenditur Review (PER) 2020

Jakarta - World Bank Indonesia mengadakan virtual launch Public Expenditure Review (PER) 2020 atau Kajian Belanja Publik yang bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia. PER 2020 ini bertujuan untuk membantu Pemerintah Indonesia mengidentifikasi kendala utama agar belanja publik dapat lebih efisien dan efektif. Kajian ini juga merekomendasikan cara meningkatkan kualitas belanja untuk mewujudkan tujuan pembangunan Indonesia.

Pada Selasa, 23 Januari 2020 dilakukan pertemuan virtual kedua dengan topik “Improving the performance orientation of the central government budget and subnational transfers” dengan mengundang pembicara Arun Arya sebagai Senior Public Sector Specialist, World Bank dan Jürgen René Blum, Senior Public Sector Specialist.

Materi pertama diberikan oleh Arun Arya tentang bagaimana ringkasan singkat dan pencapaian yang dicapai, kendala yang dihadapi tentang manajemen keuangan publik dan rekomendasi untuk meningkatkan PFM di Indonesia. Arun mengatakan, Indonesia saat ini telah memiliki kerangka kebijakan yang kuat untuk bisa menyelenggarakan PFM yang solid dimulai dari undang - undang perbendaharaan, audit dan kerangka yang cukup baik. Indonesia saat ini sudah melakukan disiplin fiscal dari formulasi anggaran dengan cukup baik, strategi manajemen fiskal dan utang, dan peraturan fiskal dalam defisit anggaran tahunan. Adanya sistem kendali belanja dimana pemerintah telah mereformasi sistem informasi finansial yang menghasilkan perbaikan pelaporan finansial dan kepatuhan secara fiskal. Hal ini berdampak pada penghematan hampir 55 milyar dollar dan hampir 175 dollar dalam penghematan bunga. Indonesia mempunyai kendala - kendala yang dihadapi yaitu pertama, hubungan kompleks antara rencana dengan budget dimana terdapat gap antara perencanaan anggaran di renstra dengan proporsi yang di alokasikan oleh APBN pada 2019 mengalami penurunan.

materi

Kedua, adanya disconnect secara operasional terkait dengan pendekatan money follows program yang belum menunjukkan hasil. Ketiga, pentingnya untuk memiliki logika program dari lembaga kementerian baik dari kegiatan dan output yang dihasilkan oleh Pemda agar dikaitkan dengan outcome. Keempat, kurangnya data yang reliable dan alokasi sumber daya yang efektif. Kemudian rekomendasi yang dapat diberikan untuk menjawab tantangan di atas yaitu pertama memperkuat perspektif jangka menengah dalam perencanaan dan anggaran. Kedua, Menteri Keuangan dan Bappenas harus bekerja sama dengan harmonisasi dan reformasi yang lebih baik dimana kurangnya koordinasi yang terjadi karena baik Kemenkeu dengan Bappenas menggunakan koding dan struktur penganggaran yang berbeda. Ketiga, uang harus mengikuti program dimana pemerintah harus melakukan pengganggaran di awal. Keempat, memperkuat implementasi logika intervensi di dua tingkat yaitu dari seluruh struktur pemerintah pusat ke daerah dan keliman meningkatkan pengumpulan data, harmonisasi dan standarisasi pada input, output dan outcomes.

Pada sesi diskusi pertama dimoderatori oleh Yongmei Zhou, Program Leader Equity, Finance and Institutions, World Bank. Dalam diskusi panel ini diikuti oleh tenaga ahli dari Kementerian Keuangan yaitu Saiful Islam, Director of treasury Information and Technology, Mof, Kunta Nugraha, Expert Staff State Expenditure, Mof, dan Leonard Tampubolon, Deputy Minister Development Funding, Bappenas

Diskusi dimulai dari tanggapan dari Leonard Tampubolon tentang rekomendasi diberikan yang terkait dengan Bappenas. Leonard mengatakan sangat setuju dengan rekomendasi untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi dengan Kemenkeu. Pada 2019 Bappenas menyimpulkan adanya tumpang tindih tugas antar lembaga dan struktur organisasi yang menyebabkan terjadinya inefisiensi belanja. Salah satu tantangan yang dihadapi yaitu dalam penganggaran proses kinerja adalah bagaimana menyelerasakan antara outcome dengan programnya yang meliputi berbagai proses dengan menetapkan kinerja outcome - nya. Selain itu perlu adanya pertimbangan dalam hal alokasi yang didiskusikan bersama antara Kemenkeu dengan Bappenas. Perlu merestrukturisasi kelembagaan Kementrian dan Bappenas agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pembagian wewenang pada Pemerintah, Kementrian dan Pihak Swasta.

Selaras dengan tanggapan dari Leonard Tampubolon, Kunta Nugraha juga mengatakan sangat penting untuk memperkuat koordinasi dan tugas antara Bappenas dan Kemenkeu seperti di PP 17 yang didasarkan dari peraturan keuangan publik dan rencana pembangunan. Hal ini harus didukung dengan adanya SOP sebagai pembagian atau sharing data. Pemanfaatan teknologi sangat penting dalam perencanaan, penganggaran, dan proses implementasi menjadi lebih optimal. Pada 2021 ada dua hal yang menjadi fokus Kemenkeu yaitu pertama meneruskan pemulihan ekonomi yang dipengaruhi pandemi COVID-19 dan kedua meneruskan reformasi kebijakan pendapatan pajak, belanja dan keuangan. Bagi Saiful Islam, kaitannya dengan peningkatan PFM yaitu dengan memperkuat perspektif untuk jangka menengah perencanaan dan fungsi anggaran dengan memastikan alokasi sumber daya yang efisien. Perlu meningkatkan kerjasama Kemenkeu dengan Bappenas untuk dapat meningkatkan proses bisnis yang pada akhirnya akan memberika umpan balik.

pergb1

Gambar 2. Jürgen René Blum menyampaikan materi “Transfer To Improve Performance”

Pemateri kedua oleh Jürgen René Blum tentang bagaimana Indonesia bisa memperkuat transfer fiskal antar pemerintahan agar bisa memberikan pelayanan publik yang lebih baik. Tantangan yang besar yang dihadapi yaitu bagaimana memperluas akses pelayanan di daerah terpencil dengan meningkatkan sumbu vertikal dan horizontal. Adanya pembiayaan urbanisasi di kota yang berkembang dan meningkatkan akuntabilitas dalam mutu pelayanan publik. Hal ini masih belum bertumpu dengan selaras dengan jumlah belanja yang dilakukan.

Saat ini masih terjadi ketimpangan dalam hasil pembelajaran di SMP di berbagi kabupaten dan ini bisa diintegrasikan dengan sistem lain yaitu kesehatan ibu, sanitasi dan parameter lainnya. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan adanya perbedaan ini yaitu dari jumlah setiap distrik untuk menghabiskan jasa per kapita tergantung dari jumlah transfer setiap wilayah. Rekomendasi yang diberikan secara keseluruhan yaitu harus merevisi UU 33 Kemenkeu untuk memperlihatkan peluang penyesuaian fiskal dengan memenuhi kebutuhan yang tinggi di daerah yang tertinggal. Penting untuk menargetkan DAK yang lebih baik dan lebih bisa diprediksi di daerah tertentu.

Bagaimana cara Indonesia untuk melakukan efisien pengeluaran pemerintah daerah dan ini dijelaskan dalam beberapa langkah yaitu bagi para pemimpin daerah untuk meningkatkan PAD dibandingkan dengan ketergantungan dari pusat. Rekomendasi bagi pemerintah pusat untuk meningkatkan kekuatan akuntabilitas adanya sistem transfer fiskal antar di lingkungan pemerintah yaitu dengan meningkatkan kemampuan pemerintah pusat dengan daerah, melakukan percobaan terlebih dahulu sebelum mengaitkan ke skala yang lain, memberikan insentif kepada kabupaten untuk meningkatkan PAD dengan cara meningkatkan sumber daya setempat. Maka dari itu mari untuk mendukung pertumbuhan di daerah lain atau daerah terlambat dengan mengembangkan dan memberikan bimbingan yang lebih baik.

materi

Pada sesi kedua diskusi dimoderatori oleh Yongmei Zhou, Program Leader Equity, Finance and Institutions, World Bank. Dalam diskusi panel ini diikuti oleh Agung Widiadi, Director of Evaluation & Information System, Mof, Mohammad Roudo, Acting Director of Regional Autonomy, Deputy Regional Development, Bappenas, dan Ridwan Kamil, Governor of West Java.

pergb1

Gambar 3. Sesi Diskusi Kedua bersama Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil

Pembahasan pada sesi diskusi menurut Mohammad Roudo, cara untuk menetapkan logika intervensi dengan melakukan pendekatan prinsip dengan holistik, integratif, tematik dan spasial. Selain itu perlu dilakukan pengembangan kapasitas pemerintah untuk meningkatkan perencanaan dengan anggaran. Menurut Ridwan Kamil, sebuah sistem harus dievaluasi dan ditingkatkan dan yang kedua semua yang terjadi di Indonesia tidak hanya terjadi karena sains atau ilmu pengetahuan, namun juga adanya sisi politis seperti Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK ini sangat ditentukan dari bagaimana pemerintah daerah mampu untuk melobi ke pemerintah pusat. Jadi jika pemerintah daerah yang tidak mampu melobby dengan baik ke pemerintah pusat tidak akan mendapat anggaran yang diinginkan. Selain itu Ridwan Kamil, sangat meminta kepada Presiden untuk memberikan dana alokasi berdasarkan populasi daerah, karena saat ini Jawa Barat kesulitan untuk mengelola dana yang sedikit dengan populasi yang banyak.

Reporter: Putu Citta Wicakyani

Link Terkait