Pra Simposium 2 , 30 September 2014

 

Satellite Session R.1.41

Better Hospital, Better Health System, Better Health

A Proposal for a Global Hospital Collaborative for Emerging Economies

30sept-41Dari kiri: Dr. Jonathan, Amanda Glassman, Gerard La Forgia, Maureen Lewis (Dok. PKMK)

Sebuah tim kecil dari the Center for Gobal Development (CGD) – lembaga think tank yang berbasis di Washington DC – mengembangkan sebuah konsep kerjasama antar-RS di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, untuk memperkuat organisasi rumah sakit. Hal ini dilakukan atas dasar pemikiran bahwa RS di negara-negara tersebut terabaikan oleh para pembuat kebijakan dan masyarakat. Padahal RS memiliki peran penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat karena membuka akses terhadap pelayanan spesialistik dan menetapkan standar sistem kesehatan nasional. Para pembuat kebijakan di level nasional mengabaikan kebijakan dan kinerja RS dari agenda kesehatan global. Hanya beberapa RS swasta – yang melayani masyarakat kelas atas – yang memenuhi standar internasional. Selain itu, pemerintah bisa mengeluarkan anggaran kesehatan hingga 70% untuk mendukung RS-RS berkinerja rendah, untuk memenuhi kebutuhan sumber daya mereka.

RS yang berkinerja tinggi dan melayani masyarakat kelas menengah ke bawah jarang sekali ada di negara berkembang. RS merupakan simbol yang paling jelas terlihat mengenai baik atau buruknya sistem pelayanan kesehatan di suatu negara. Meskipun demikian, peran dan fungsi RS ternyata sangat berbeda antar negara, tergantung pada sejarah, model governance, kepemilikan dan klasifikasinya. Sebuah RS berkapasitas 10 tempat tidur tanpa adanya air mengalir di sebuah desa di Siberia, RS kabupaten di Kenya hingga RS tersier di Johannesburg, semuanya memenuhi kualifikasi untuk disebut sebagai RS.

Saat ini biaya pelayanan kesehatan sangat tinggi dan terus meningkat, padahal di sisi lain banyak RS yang tidak efisien. Menurut WHO (2007), pengeluaran RS seringkali memakan separuh dari total anggaran negara, bahkan di beberapa tempat bisa mencapai 70%.

Alokasi anggaran ynag tinggi tidak selalu berbanding lurus dengan kinerja dan mutu pelayanan yang baik. Sampai hari ini, kita masih sering mendengar atau membaca berita keluhan terhadap output layanan RS. Di Hanoi, seorang dokter terpaksa mengoperasi ulang seorang anak yang mengalami gagal ginjal karena kesalahan pada operasi sebelumnya. Di Uganda, sebuah laporan menulis bahwa RS adalah jebakan kematian. Di Brazil, seorang dokter dikabarkan membunuhi pasiennya untuk mengosongkan TT RS (agar bisa digunakan pasien lain).

Di level akar rumput, masalahnya adalah tidak adanya pemikiran stratejik tingkat tinggi mengenai peran, stuktur, distribusi dan organisasi RS di sistem kesehatan di negara-negara berkembang. Sementara itu insentif untuk meningkatkan kualitas pelayanan sangat kurang. Sebagai contoh, kebijakan akreditasi sudah dimulai tahun 1999 di Brazil, namun hingga kini hanya 3% RS yang terakredikasi. Karena mahalnya biaya akreditasi, hanya RS swasta untuk masyarakat kelas atas yang mampu menempuhnya. Tentu saja pada akhirnya hal tersebut mempengaruhi tarif RS. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kelangsungan sistem kesehatan dan hambatan finansial bagi masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan. Semua hal tersebut menjadikan alasan mendasar mengapa perlu ada kolaborasi RS global yang perlu segera dibentuk.

GHC memiliki visi untuk menjadikan dunia dimana RS berkinerja tinggi yang melayani masyarakat kelas menengah ke bawah merupakan hal biasa an menjadi kkomponen kunci dalam upaya mencapai UHC, menguatkan sistem kesehatan, serta menghasilkan outcome kesehatan yang lebih baik dengan biaya yang lebih masuk akal bagi masyarakat. Misinya adalah menyediakan platform perubahan global yang akan menyediakan informasi dan dukungan teknis bagi pembuatan kebijakan yang berbasis bukti dalam rangka meningkatkan kinerja RS.

Dalam jangka pendek, rencana GHC adalah:

  1. Menyediakan overview teknis dan pengalaman-pengalaman berbagai RS di negara berkembang.
  2. Membandingkan kinerja, praktek manajemen dan penganturan tata kelola RS di sebuah bagian kecil dari negara-negara berkembang, dengan maksud untuk membantu stakeholders dalam menentukan path menuju peningkatan efisiensi, kualitas dan koordinasi dengan partner yang lain.
  3. Menciptakan pengetahuan berbasis web yang relevan dengan RS.
  4. Pilot project pendampingan teknis untuk beberapa negara terpilih.

Dalam jangka panjang, GHC akan melakukan:

  1. Layanan konsultasi practitioner-to-practitioner bagi RS atau kelompok RS
  2. Membangun sistem data yang terstandarisasi dengan aksesibiltas terhadap input, kualitas, outcome dan pengukuran kinerja lainnya
  3. Menerbitkan serial brief sintesis dan review inovasi
  4. Mengembangkan program riset operasional

Sesi ini berbeda dengan sesi-sesi lainnya dalam The Third Global Health Symposium, karena disini bukan memaparkan hasil riset melainkan mempromosikan inisiatif untuk membentuk GHC. Tujuannya adalah untuk menjaring respon dan inisiatif baru dari para peserta yang berlatarbelakang konsultan dan peneliti dalam bidang manajemen rumah sakit. Para panelis dalam sesi ini antara lain:

  1. Dr. Jonathan Blommberg, CEO Discovery Health di Discovery Limited. Ia merupakan ahli pelayanan kesehatan yang telah terkenal di Afrika dan menjadi konsultan pada berbagai projects manajemen pelayanan kesehatan nasional maupun internasional dalam bidang strategi, keuangan dan ekonomi.
  2. Amanda Glassman, Direktur Global Health Policy dan peneliti senior pada Center for Global Development. Ia banyak bekerja pada priority-setting, alokasi sumber daya dan value for money di global health, berpengalaman 20 tahun bekerja dalam program dan kebijakan kesehatan dan perlindungan sosial di Amerika Latin.
  3. Gerard La Forgia, Kepala Health Specialist di World Bank dan saat ini bekerja di Kantor Washington. Ia sudah berpengalaman bekerja dalam area kinerja RS dan reformasi sistem kesehatan serta menerbitkan buku mengenai asuransi kesehatan.
  4. Maureen Lewis, adalah profesor tamu di Global Human Development Program di School of Foreign Service kerjasama dengan Masters in Global Health Program. Dia sudah bekerja selama 22 tahun di World Bank dengan berbagai posisi.

Reporter: Putu Eka Andayani