The 6th Postgraduate Forum on Health System and Policy 2015

"Provider Payment Reforms in SEA: Impact and Lessons Learned"

VENUE : Universiti Kebangsaan Malaysia Medical Center (UKMMC)
14 – 15 September 2015

HARI I   |   HARI II

Pembukaan

Reportase: Pembukaan

Hari Pertama, 14 September 2015
Reporter: Tiara Marthias, MPH

pgf-2Dari kiri: Prof. Supasit Pannarurothai dan Prof. Laksono Trisnantoro

Pada tahun 2015 ini, PGF diselenggarakan oleh International Center for Casemix and Clinical Coding, Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) dan diawali oleh Ketua Panitia Prof. Dato' Syed Mohamed Aljunid dan diikuti dengan pembukaan resmi oleh Prof. Datuk Dr. Noor Azlan bin Ghazali selaku Vice Chancellor UKM.

Tahun ini, PGF mengangkat topik Mekanisme Pembayaran Provider di Asia Tenggara: Dampak dan Pembelajaran. Topik ini sangat relevan dengan perkembangan terbaru di bidang pembiayaan kesehatan, terutama di Indonesia. Hal ini tampak dari dua presentasi khusus yang diberikan oleh Prof. Dr. Supasit Pannarunothai (Naresuan University) serta Prof. dr. Laksono Trisnantoro (FK Universitas Gadjah Mada), dimana berbagai tantangan di sistem pembiayaan kesehatan dalam rangka mencapai Universal Health Coverage (UHC) menjadi isu yang penting baik di Thailand maupun Indonesia.

Thailand sendiri yang telah memulai program UHC sejak tahun 1990-an, saat ini tengah membahas pola pembayaran provider kesehatan. Pada awal 1990-an, Thailand memberlakukan sistem insentif untuk menjaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya hanya praktik di sektor publik dan tidak melakukan dual practice. Insentif lainnya termasuk tambahan penghasilan bagi tenaga kesehatan yang mau memberikan layanan kesehatan di luar jam kerja/sore hari. Namun, kebijakan ini memiliki moral hazard tersendiri, dimana tampak adanya peningkatan penundaan layanan menjadi sore hari agar insentif tenaga kesehatan bertambah. Insentif lain yang diberlakukan pada tahun 2000-an adalah insentif khusus untuk tenaga kesehatan di daerah pedesaan. Insentif ini digantikan dengan pay for performance yang diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih efektif dan efisien dalam pembiayaannya. Namun, berbagai perkembangan kebijakan ini memiliki berbagai sisi positif maupun negatif, termasuk berdampak terhadap kesetaraan (inequity) dan juga capaian layanan kesehatan.

Program JKN merupakan gerakan yang ambisius dan akan menjadi sistem single-pool terbesar di dunia pada tahun 2019 mendatang. Untuk itu, implementasi JKN ini membutuhkan masukan yang riil dan perbaikan terus-menerus agar mendapatkan hasil yang diinginkan. Presentasi dari Prof. dr. Laksono Trisnantoro sendiri menggambarkan sejumlah temuan awal dari implementasi program JKN di Indonesia termasuk kekhawatiran terhadap program ini dalam sistem reimbursement dan detil kebijakan yang ada saat ini. Sistem reimbursement saat ini misalnya, menerapkan open ended reimbursement, dimana rumahsakit dapat mengajukan klaim tanpa batas atas. Di lain sisi, besaran kapitasi per populasi telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan. Di level layanan primer, peraturan teknis dan detil belum banyak dikeluarkan, sehingga para penyedia layanan tidak memahami secara komprehensif tatacara penggunaan dana di sistem baru ini.

Berbagai hasil studi di bidang UHC ini sangat menarik untuk dibagi dalam forum ini, terutama dalam konteks bagaimana pembelajaran dapat terjadi di skala global dan secara langsung tersampaikan antar sesama akademisi dan juga praktisi di bidang kesehatan (TM).