Diskusi 1.2

Diskusi ini bertujuan membahas Tujuan Pembelajaran mengenai Konsep Segitiga Kebijakan yang mencakup aktor-aktor, Isi, Konteks, dan Proses.

Pemicu diskusinya adalah bagaimana kedua UU ini dilihat dari:

  • Aktor
  • Isi
  • Konteks
  • Proses

Apakah Evidence Based Policy sudah digunakan?

Silakan Anda aktif berdiskusi melalui form komentar dibawah

 Diskusi 1.1   |   Diskusi 1.2   |   Diskusi 1.3

 

Comments  

# Anggi Ardhiasti 2016-10-18 01:54
UU SJSN dan UU BPJS apabila dilihat dari model Segitiga Analisis Kebijakan oleh Walt & Gilson 1994 yang cakupannya terdiri dari Aktor, Isi, Konteks, dan Proses dapat dijabarkan sebagai berikut: (mohon feedback utk pemahaman saya tentang penjabaran segitiga analisis kebijakan ini)
1. Aktor:
1. Pemerintah
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial



2. Isi:
UU SJSN dan UU BPJS merupakan upaya pemerintah untuk memberikan UHC kepada rakyat Indonesia sebagai perwujudan visi Adil dan Makmur dalam pembukaan UUD 1945


3. Konteks
Dalam proses penyusunannya, terkesan bahwa unsur politis sangat kental dengan waktu penyusunan yang cenderung lama UU ini karena hasil dari pemerintahan sebelumnya sehingga dalam penerapan di pemerintah berikutnya banyak terkendala baik secara teknis, konseptual, maupun benturan kepentingan banyak pihak

4. Proses
Sebelum RUU SJSN dibahas, Departemen Kesehatan pada saat itu menyiapkan RUU wajib Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat dan PT. Askes Indonesia menyiapkan RUU Asuransi Kesehatan Sosial Nasional, sementara pihak Jamsostek mempersiapkan RUU Perubahan Jamsostek, kesemuanya bermuara kepada terwujudnya jaminan kesehatan bagi semua penduduk, kemudian pada pemerintahan Megawati, UU ini disahkan dan kemudian baru pada tahun ke 7 setelah diundangkannya UU SJSN ini, UU BPJS diterapkan pada masa pemerintahan SBY.
Konsep Evidence Based Policy adalah pengambilan keputusan yang dilakukan dalam situasi tersedianya dukungan bukti ilmiah. Jadi apabila ditelaah, apakah UU SJSN dan UU BPJS sudah berbasis bukti, saya katakan belum. Pada ilustrasi permasalahan dijelaskan bahwa pada tahun 1997 sekelompok akademisi sudah mengajukan naskah akademik mengenai RUU asuransi kesehatan sosial yang berfokus pada pendanaan bagi masyarakat miskin oleh negara, sedangkan masyarakat yang mampu harus membayar sendiri, akan tetapi perkembangan berikutnya menunjukkan bahwa kebijakan politik tidak fokus pada masyarakan miskin saja, malah memberi tempat bagi masyarakat menengah ke atas untuk menjadi anggota. Keputusan ini terkesan diambil tanpa memperhatikan bukti-bukti ilmiah walaupun isi nya secara konsep sangat bagus dan sesuai dengan ideologi bangsa akan tetapi hal ini tidak sesuai dengan konsep Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence Based Policy).
Reply
# Sri Fadhillah KPMAK 2016-10-18 03:09
Selamat siang,
Analisis kebijakan UU SJSN dan UU BPJS berdasarkan segitiga kebijakan, berikut pendapat saya
a. Aktor
Dalam proses penyusunan, perumusan, dan pelaksanaan dari kebijakan ini melibatkan stakeholder dari berbagai bidang, diantaranya yaitu pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten), kemenkes, dinas kesehatan, DPR dan DPRD, pihak swasta yang terlibat, provider pelayanan kesehatan, dan organisasi ikatan profesi, serta masyarakat.
b. Isi
Kedua dari undang-undang ini bertujuan untuk mengatur mekanisme dari sistem tersebut, ternyata masih sedikit yang menjelaskan mengenai hal ini, seperti tidak dijelaskan secara rinci antara peran pemerintah pusat dan daerah, pasal-passal tersebut belum menjelaskan secara rinci, sedangkan asuransi kesehatan/jaminan kesehatan merupakan program kompleks. Dibutuhkan aturan dalam level kebijakan untuk mengatur peran-peran stakeholder yang terlibat, sehingga tidak menimbulkan berbagai polemik yang muncul dalam penerapannya
c. Konteks
Transformasi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan sebagai pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS memerlukan basis politik yang kuat. Sebab jaminan kesehatan perlu didukung dengan kondisi politik yang stabil dan kondusif. Dalam merumuskan kebijakan tersebut tidak dapat dipungkiri adanya pandangan politik yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan masing-masing aktor, sehingga faktor politik sangat mempengaruhi arah kebijakan tergantung para pelaku kepentingan.
d. Proses
Dalam perumusan UU SJSN melalui beberapa tahap yaitu, Pertama agenda setting dimana dalam tahap ini proses agar permasalahan ketidakmampuan ekonomi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan mendapat perhatian dari pemerintah atau pembuat kebijakan . Kedua yaitu perumusan kebijakan, pada tahap ini pemerintah merumuskan pilihan-pilihan kebijakan dalam penyelesaian masalah tersebut. Tahap selanjutnya yaitu penetapan kebijakan, yaitu proses memilih alternatif terbaik guna memecahkan masalah masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu. Selanjutnya yaitu tahap keempat yaitu pelaksanaan kebijakan yaitu proses pelaksanaan JKN, penyelenggara JKN, strategi JKN, dan isi kebijakan JKN yang ditetapkan. Tahap terakhir yaitu evaluasi kebijakan yaitu proses memonitor dn menilai hasil atau kinerja kebijakan JKN.

Apakah Evidence Based Policy sudah digunakan?
Berdasarkan dari saat proses pembentukannya lebih didominasi oleh unsur politik untuk membawa kepentingan masing-pasing para pembuat kebijakan dan masih ditemukannya berbagai fraud dalam implementasinya, sehingga menurut saya kebijakan ini belum menggunakan Evidence Based Policy secara optimal.

Terima kasih
Reply
# Sri Guntari KP-MAK 2016-10-18 03:21
Apabila ditinjau dari segitiga kebijakan, komponen yang dapat dilihat diantaranya :

Aktor meliputi pelaku yang terlibat dalam terselenggarakannya kebijakan yang tertuang dalam UU SJSN dan UU BPJS. Terdiri dari presiden, DPR, Badan penyelenggara (BPJS Kesehatan), Praktisi kesehatan, pihak penyedia layanan kesehatan (dokter, klinik, puskesmas, RS), kementerian kesehatan dan dinas kesehatan.

Isi/Konten : Poin yang dicantumkan dalam kebijakan isi berisi tentang pemberian perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, termasuk pemenuhan kebutuhan kesehatan.

Konteks : konteks mengacu pada faktor situasional, sistematis-politik, ekonomi dan social, yang mungkin berpengaruh terhadap kebijakan kesehatan yang disusun. Dengan disusunnya kebijakan SJSN dan BPJS tersebut, merupakan bentuk peran pemerintah dalam memberikan proteksi/penjaminan kesehatan kepada masyarakat. Walaupan dalam implementasinya masih menemui pro dan kontra.

Proses : Dari awal pembentukan kebijakan tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa unsur politik sangat kental dalam mempengaruhi bagaimana kebijakan SJSN dan BPJS tersebut disusun dan diimplementasikan.

Selanjutnya terkait dengan pertanyaan apakah Evidence Based Policy sudah digunakan dalam kebijakan ini ? jawaban saya adalah belum sepenuhnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan berbasis evidendence belum diterapkan dengan maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari kompleksitas masalah yang telah terjadi setelah kebijakan tersebut diimplementasikan, yang terkesan terburu-buru dan belum mempersiapkan sistem secara matang.

Terimakasih
Reply
# EKA PUSPASARI KP-MAK 2016-10-18 04:57
Segitiga Analisis Kebijakan terdiri dari :
1. Konteks : Konteks dipengaruhi oleh banyak faktor seperti ketidakstabilan atau ideologi, sejarah ataupun budaya. Dalam UU SJSN ini pengesahan dilakukan dalam suasana yang pro dan kontra, serta proses penyusunan kebijakan terkesan terburu-buru, dengan penekanan dari pihak yang punya kekuasaan. isu ini dapat menjadi suatu agenda kebijakan. dan isu ini menjadi berharga karena dipengaruhi oleh pelaksana, kedudukan mereka dalam struktur kekuatan, dan norma
2. Aktor/ pelaku yang terdiri dari Individu dan Organisasi : pemerintah (pusat dan daerah), organisasi internasional, LSM nasional dan internasional, kelompok penekan dan kelompok kepentingan, lembaga-lembaga bilateral, profesi dan lain-lain.
3. isi/ Konten Proses :UU SJSN dan UU BPJS yang memberikan Universal Health Coverage (UHC)
dalam hal ini saya belum menemukan apakah evidance based policy sudah digunakan karena suatu kebijakan dapat dianggap kebijakan berbasis bukti (Evidence based policy making) jika dalam proses perumusannya menggunakan penelitian ilmiah untuk menguji coba apakah suatu program yang merupakan hasil dari suatu kebijakan itu layak diterapkan atau tidak. dalam hal ini penyusunannya saja terkesan sangat terburu-buru dan ditambah lagi sarana dan prasarana dilapangan yang bisa dikatakan belum siappun dianggap atau disamaratakan saja yaitu seolah-olah semua sudah siap untuk diterapkan.
Reply
# Eldo KP-MAK 2016-10-18 06:34
apa yang terjadi pada UU tersebut saat ini, bisa kita lia lihat dari
1. Aktor : banya politisi yang menumpangi kebijakan tersebut dengan kepentingan - kepentingannya, dan seakan "asal" terwujud, dan peran - peran ahli kesehatan belum begitu kentara, seakan hanya sebatas memberikan usulan isu bukan usulan formulasi kebijakan.
2. Konteks : situasi yang ada adalah banyak masyarakat yang perlu penjaminan dan hal ini menuntut Pemerintah harus bekerja keras dan cepat, namun Pemerintah sendiri masih merasa sulit untuk menentukan kebijakan yang tepat sasaran dan tepat untuk diimplementasikan.
3. Isi : UU ini tidak perlu sebegitu detailnya mengatur penjaminan, yang terpenting adalah bagaimana UU juga dilengkapi oleh peraturan - peraturan kecil di daerah.
4. Proses : dalam proses pembuatan kebijakan, politisi harus memiliki pemahaman mengenai apa yang dibahasnya, dan ahli kesehatan juga harus aktif mengawal dan ikut dalam proses kebijakan

saya yakin bahwa Kebijakan ini berdasarkan pada "Evidence" yang ada, hanya saja
1. ada pandangan politik mengenai data - data yang ada
2. masih memikirkan untung rugi dalam membuat kebijakan (financial)
Reply
# Artha Kusuma KP-MAK 2016-10-18 06:45
Selamat siang teman-teman. Mohon ijin untuk berpendapat, dan terbuka untuk didiskusikan bersama-sama

Jika dilihat dari kedua UU ini maka dapat dijabarkan dan dianalisis menggunakan Segitiga Kebijakan menurut Walt and Gilson (1994) sebagai berikut:
Aktor: Presiden, DPR, akademisi, penyedia jasa pelayanan kesehatan, pekerja/buruh, praktisi kesehatan, petugas kesehatan, ahli kebijakan kesehatan, ahli asuransi.
Isi: Mencapai derajat kesehatan masyarakat yang baik dan memberikan perlindungan sosial kepada seluruh rakyat Indonesia melalui sebuah kebijakan yang mengatur mekanisme pembiayaan.
Konteks: Perlindungan sosial merupakan hak asasi manusia dan sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia yakni memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Proses: Dalam perumusan kebijakan membutuhkan waktu yang sangat panjang dan sangat banyak unsur politis didalamnya.
Kemudian apakah evidence based policy sudah digunakan dalam kedua kebijakan ini?
Menurut saya belum karena dalam pelaksanaan kebijakan sangat banyak kekurangannya baik secara administrasi maupun teknis pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan. Yang paling terlihat adalah masalah infrastruktur dimana masih banyak rumah sakit dan faskes khususnya di wilayah Indonesia timur masih sangat kurang. Seharusnya sebelum kebijakan ini di implementasikan atau disahkan dilihat terlebih dahulu dikaji secara akademik kesiapan dan kemungkinan kendala dilapangan sehingga masalah yang timbul dapat dikurangi.

Terima Kasih
Reply
# Wulandari Indri H 2016-10-20 15:52
selamat malam...terimakasih atas kesempatannya..

Bagaimana kedua UU ini dilihat dari : Aktor, Isi, Konteks, Proses. Dan Apakah Evidence Based Policy sudah digunakan?
- Aktor adalah para pelaku di tengah kerangka acuan kebijakan kesehatan, dapat individu maupun organisasi bahkan Negara atau pemerintahan. Kedua UU ini berkaitan, UU SJSN tidak akan diberlakukan jika UU BPJS belum ada, namun actor kedua kebijakan ini berbeda, UU BPJS adalah DPR dan Pemerintahan Megawati, sedangkan UU BPJS adalah DPR dan Pemerintahan SBY. Menyusun banyak kebijakan yang saling berkaitan, akan tidak mudah dilakukan oleh orang/kelompok yang berbeda, namun mengapa terjadi ? Dan benar, penyusunan memakan waktu lama yaitu 7 tahun. Kedua hal ini saja telah mengindikasikan adanya pengaruh besar dari luar untuk secara sengaja membuat mundur penyusunan dan pemberlakukan UU BPJS demi tujuan tertentu, yang pasti menguntungkan kelompok tertentu, tujuan politik tertentu. Aktor utama kebijakan juga tidak sepenuhnya melibatkan sector lain yang jelas berkaitan erat dalam pelaksanaan kedua UU tadi seperti organisasi profesi medis, apoteker, akademisi, dan pemerintah daerah. Sehingga isi kebijakan masih belum sepenuhnya dapat dengan jelas diimplementasikan.
- Konteks mengacu pada factor-faktor sistemik politik, ekonomi social, nasional internasional yang berpengaruh pada kebijakan. Jelas sekali UU BPJS akhirnya “dipaksakan” disyahkan dalam suasana yang pro dan kontra terhadap isi RUU dengan demonstrasi besar-besaran di Gedung DPR Senayan pada tahun 2011, artinya dari segi isi UU pasti ada yang kurang sesuai dengan harapan masyarakat, bahkan terkesan kurang melibatkan masyarakat terutama tenaga kerja.
- Proses penyusunan kebijakan mengacu pada bagaimana kebijakan dimulai, dikembangkan, dinegosiasi, dikomunikasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi. Dari UU SJSN disusun yang awalnya menjamin kesehatan masyarakat miskin melebar untuk seluruh masyarakat, dengan actor penyusun kebijakan yang tidak melibatkan seluruh sector yang berkaitan, terpengaruh suasana politik demi keuntungan tertentu bagi sebagian kelompok, negosiasi dan komunikasi yang kurang efektif antara Pemerintah Pusat, BPJS, Pemda, dan masyarakat menyebabkan pelaksanaan kedua UU ini belum seperti yang diharapkan.
Berdasarkan hasil analisis dari kedua kebijakan dari sisi actor, konteks, proses, dan isi, maka dapat diambil simpulan, bahwa kedua kebijakan tersebut belum menggunakan Evidence Based Policy.
Reply

Add comment

Security code
Refresh