Mencakup Sektor Informal untuk Mencapai UHC :
Apakah Pengalaman Global dan Bagaimana Relevansinya?

Sesi ini disampaikan perwakilan WHO yaitu Joseph Kutzin. Dari persentasi panelis bahwa sektor informal sangat beragam, dan mereka ini menerima pendapatan yang tidak tentu dan tentunya kita sudah familiar soal ini. Seperti juga Indonesia sangat sulit untuk mendapatkan pajak dari sektor ini baik pajak penghasilan atau perorangan karena sektor iki sangat kecil dan sulit untuk memobilisasi sumber daya. Pembayaran premi asuransi kesehatan secara sukarela, mereka cenderung mempertahankann status informalnya untuk menghindari pajak. Berdasarkan defini miskin, hampir miskin sebetulnya yang kita inginkan adalah bagaimana menjamin kesehatan mereka. Negara-negara seperti InggrIs, mereka juga punya masalah beragam soal ini namun sektor informal ini berhasil mengatasinya melalui skema UHC.

Tidak ada jaminan negara yang mencapai UHC secara sendiri. Selalu ada kelompok masyarakat yang tidak mampu untuk membayar. Beberapa negara mengandalkan kontribusi langsung dari masyarakat. Semakin besar negara tersebut bergantung pada pendapatan negara maka semakin muncul persoalan disitu. Poin dari saya di semua negara kita sangat memikirkan persoalan pendanaan ini. Tidak bisa ada perubahan sistem lalu semua bisa lebih baik tapi bagaimana kita mendorong penggunaan sumber daya secara efektif untuk ditekankan. Ini kesimpulan teknis dari penerapan universal. Ada beberapa isu politis dibeberapa negara, pertama di Meksiko mendorong UHC ada upaya untuk mengurangi ketimpangan dari manfaat dan pendapatan perkapita dari masyarakat. Karena masyarakat mengupayakan agar ada universal coverage bagi masyarakat. Krisis di Eropa juga membuat mereka berpikir ulang tentang kesetaraan dan keadilan bagi semua. maka bisa diupayakan dengan memperluas cakupan kepada sektor informal. Memulai jaminan kesehatan yang pertama adalah pada kelompok masyarakat yang sudah mampu dan secara mandiri memiliki asuransi kesehatan. Dinamika poilitik di Jerman misalnya tidak ada kementerian kesehatan mengalami persoalan pelik dengan teknologi kesehatan. Sehingga tantangan bidang kesehatan ini lebih pelik dibanding masa lalu. Di Indonesia kita memulai dengan sektor formal dan kita ingin mengintegrasikan dengan sektor informal juga tetapi masalahnya tidak bisa menghilangkan sejarah yang memulai dengan pihak-pihak yang sudah punya kemampuan.

Agenda jaminan kesehatan semesta yan ingin saya tegaskan adalah : kita tidak bisa serta-merta mengabaikan sistem secara lebih luas. Saya ingin mendiskripsikan beberapa pilihan yang mungkin diterapkan di Indonesia berdasarkan pengalaman di negara lain. Indonesia dalam 15 tahun terakhir sudah sangat berubah dalam kebijakan kesehatan namun nanti Indonesia sendiri yang akan memutuskan mana yang akan digunakan. Terdapat tiga kategori untuk pendekatan ini pertama, pendekatan sektor formal, akan ada kontribusi untuk sektor informal dan semua orang harus berkontribusi. Kedua, memberikan jaminan atau cakupan pembiayaan bagi semua orang yang tidak masuk di sektor formal. Ketiga, memberikan layanan kepada sekelompok orang, artinya mendefinisikan layanan tetentu untuk kepentingan tertentu

Kontribusi tidak bersubsidi oleh sektor informal masyarakat mampu. Hal ini bisa jadi pendorong sektor informal bisa beralih jadi sektor formal, tapi kerugian terbesarnya adalah tidak pernah berhasil dimanapun. Selain itu biaya penerapannya sangat tinggi. Pengumpulan iuran asuransi sangat menghabiskan biaya untuk menerapkan ini, namun sulit untuk dilakukan. Salah satu tantangan dan ini terjadi di beberapa pihak adalah pemerintah tidak mampu mengumpulkan pajak penghasilan. Tidak jelas buktinya sejauh ini dan ini bukan spesialisasi sektor kesehatan untuk mengumpulkan pendapatan. Sehingga untuk kesukarelaan de fakto itu sangat sulit diterapkan. Jadi alternatifnya bisa diihat dari sisi sebelahnya cakupan yang dibayarkan. Meksiko dan Thailand sudah mengambil cara ini. Dengan mendapatkan premi kecil lalu mereka angkat tangan dan biaya tidak cukup untuk mengumpulkan dana iuran. Indonesia punya keuntungan terkait Thailand dan Meksiko karena ada keinginan politis dari Indonesia untuk melakukan ini.

Kapasitas fiskal itu memang berada diuar kontrol kita. Seluruh dunia mempunyai tingkat yang sama untuk pengeluaran publik dari fiskal. Indonesia dengan kapasitas fiskal memeiliki kapasitas yang sama dengan negara lain. Jadi kapasitas fiskal memang penting tapi prioritas juga penting. Ada hubungan yang jelas antara apa yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk kesehatan dan apa yang harus dibayarkan oleh masyarakat. Secara data Indonesia itu sekitar 50% dan biaya pubik lebih rendah. Perbedaan ini penting walaupun opsi ini paling gampang dengan dibayar semua, tentu saja dari perspektif dunia indonesia punya kapasitas untuk mengeluarkan biaya kesehatan. Jadi ada pertanyaan apakah ini akan cukup untuk masuk mengambi opsi ini atau tidak.

Secara singkat kita lihat pendekatan ketiga langkah perkembangan yang bijaksana melalui universalization sekelsi dari layanan. Tidak bisa diberikan layanan pada semua orang. Ini memang menciptakan ketidak setaraan. Dan ini akan menimbulkan masalah untuk transisi. Jadi contohnya di Muldova mantan negara unisoviet. Mereka menggunakan kontribusi dari gaji dan pemberi pekerjaan dan tahun 2009 mereka punya 70 % populasi ini tercakup. Pendekatan terakhir adalah kombinasi yakni partisipasi bersubsidi dengan komitmen pubik yang tinggi untuk universality. Ini diterapkan oleh Cina dan Rwanda dan masing-masing memiiki 90% atau lebih coverage dengan skema pembayaran dari sukarela. Mereka memiliki pemerintah yang sangat kuat untuk memerintah pemeritah daerahnya. Tapi intinya bukan keuntungan tapi semua orang bisa ter-cover. Kedua adalah prioritas dari kesehatan ini harus ditingkatkan.

Penanya pertama. Odang Mochtar menyatakan dua hari terakhir ini kita harus menjawab bagaimana sektor informal ikut dalam UHC ini. Jika indonesia tetap menggunakan kontribusi apakah jelas bagi yang membayar iuran melalui dorongan sendiri mendapatkan manfaat standar dan bagi yang terbukti tidak membayar iuran kita berikan saja bantuan sosial. Kita sudah di persimpangan jalan dan sudah kita putuskan 1 Januari 2014. Ini bisa dilakukan dengan syarat bahwa pemerintah daerah harus menjadi bagian dan perlu kerja sama.

Penanya kedua, Debbie yang merupakan penasehat kesehatan AUSAID mengungkapkan kita mendengar tentang peningkatan kepercayaan dan keuntungan dari program ini. Jika kontribusi dari pemerintah itu akan meningkat per orang per bulan lalu kenapa harus ada kenaikan bagi layanan infrastruktur bangunan kesehatan dan sebagainya. apakah Anda punya bukti dari negara-negara lain, berapa peningkatan dari akses dan pasokan dari layanan kesehatan tersebut

Andi Afdal (PT. Askes) mengungkapkan kami sekarang sudah mengkonstruksi beberapa hal untuk menarik non formal untuk terlibat dan agar mereka bisa mampu membayar secara premi. Tapi kalau lihat persentasi tadi apakah ujungnya kita akan masuk ke general juga tidak? Bahwa peran pemerintah mereka kita bisa mengerti, tapi yang terpenting adalah bagaimana menarik orang agar mau ikut.

Penanya ketiga yaitu Robert. Contoh Anda yang terakhir terkait campuran itu yang saya pahami sektor informal harus melakukan kontribusi. Tapi tadi pagi kita dengar wakil menkens ini jadi campuran. Rwanda dan Cina juga melakukan campuran ini 90% dari pajak dan 10% kontribusi rumah tangga. Apakah anda melihat modal campuran ini lebih pada kontribusi ini dari keluarga yang kecil dari pada kontribusi negara?

Rumah sakit indonesia, yang diharapkan adalah seluruh warga negara memiliki akses pada pelayanan kesehatan dan ini memang sudah terjadi tinggal kita serahkan kepada pasarnya saja. Inflasi di biaya kesehatan jauh lebih tinggi dibanding inflasi umum sehingga kalau sistem JKM ini bagus maka mereka pasti akan datang. Selain itu, hal yang penting adalah bagaimana pengorganisasian untuk menarik premi. Ini adalah pendekatan hukum pasar untuk menarik informal. Saya kurang sepakat dengan Joseph tadi kalau ini bersifat kontribusi karena bagi saya hukum pasar akan berlaku

Tanggapan Joseph, opsi yang paling relevan disni adalah campuran dan intinya menjadi realistik dari campuran tersebut. Kemampuan untuk mendanai semua dari pemasukan umum itu tidak mungkin dilakukan. Memang ada UU tapi tidak mungkin semua orang membayar yang sama tetapi bagaimana mengorganisir sebuah sistem terutama pada lokal untuk bisa membuat orang sadar mengenai hal dan kewajiban mereka. Saya tidak tahu angkanya, 90% di China tapi ini mungkin berbeda dengan Rwanda. Karena kebutuhan kesehatan tidak terlalu tinggi di Indonesia dan ada hubungan eksplisit untuk melihat subsidi anggaran. Anda mungkin harus realistis masalah kontributor ini. Ada beberapa implikasi operasional yang tentunya berbeda antar negara. Untuk sektor informal tanpa ada bantuan dari pemda itu sangat tidak mungkin. Campuran dari pendanaan dari pihak ke 3, prinsipnya jika memang ada investasi untuk layanan UCH. Pada negara yang lebih stabil maka mereka beralih ke arah ke pembelian yang lebih eksplisit.