Sesi Makalah Bebas Kelompok KIA dan KB serta Reproduksi


Bertindak selaku moderator dalam sesi diskusi makalah bebas kelompok KIA dan KB serta reproduksi adalah Yane Tambing dengan 5 presentan yang masing-masing datang dari berbagai Fakultas di wilayah indonesia diantranya adalah Agus Zaenuri dari FKM Universitas Cendrawasih Papua, Ali Imron dari FIS Universitas Negeri Surabaya, Demsa Simbolon dari Poltekes kemkes Bengkulu, Kasman Makassau dari Dinkes Prop. Sulawesi Barat dan Nurfadillah dari FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta. Masing-masing memperesentasikan makalahnya dengan sangat maksimal dengan pemaparan yang berbeda-beda namun tetap dengan goals bagaimana angka kematian ibu dan bayi di indonesia dapat ditekan dengan beberapa pendekatan yang sudah diteliti oleh masing-masing peneliti.

Seperti misalnya pada presentan pertama Agus Zaenuri dari FKM Universitas Cendrawasih Papua meneliti bahwa MTBS di Puskesmas Sentani tidak berjalan, hal ini dikarenakan tidak seimbangnya jumlah petugas yang menangani bayi/balita sakit dikarenakan petugas terlatih MTBS yang melaksanakan tugas rangkap, petugas terlatih pindah tugas dan atau petugas terlatih melanjutkan pendidikan serta terhentinya pengadaan sarana penunjang pelaksanaan MTBS dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura kepada Puskesmas Sentani dan tidak berkualitasnya sarana/fasilitas penanganan bayi/balita yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura sehingga Dinas Kesehatan perlu untuk melakukan revitalisasi MTBS dan perlu membuat standar pelayanan MTBS serta kebijakan (juklak dan juknis). perencanaan mengenai anggaran yang berasal dari dana APBD serta dibentuk Tim khusus untuk menangani pelaksanaan MTBS di Kabupaten Jayapura mulai dari pelatihan, supervisi, hingga pada evaluasi. Menurut Agus Zaenuri hal ini harus sesegera mungkin diambil tindakan mengingat puskesmas sentani rencana akan dijadikan pilar projek percontohan di papua oleh UNICEF.

Berbeda halnya dengan Presentan kedua yakni Ali Imron dari FIS Universitas Negeri Surabaya juga menganggakat tema yang sama yakni KIA namun dengan pendekatan yang berbeda dikarenakan beliau adalah seorang sosiolog sehingga sebagian besar pandangan lebih banyak dilihat dari perspektif sosiologi. Dalam penelitiannya peneliti mengkaji implementasi program LIBAS 2+ yang fokus pada Bebas kematian ibu melahirkan dan Bebas kematian bayi kemudian mengidentifikasi faktor-faktor sosial budaya yang memengaruhi implementasi program tersebut. Setelah dilakukan penelitian didapatkan hasil bahwa secara sosiologis, dipengaruhi oleh kemitraan bidan dukun, Program 5T (Timbang, Tensi, Tablet fe, Timbang ukuran perut, dan Tinggi badan) membantu ibu hamil, SMS "Bayi Sehat 24 jam", Secara kultural kontruksi budaya tradisional Madura yang bercorak pesisir masih mengakar kuat sehingga konstruksi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi masih lemah, Pijat dukun, jamu tradisional, mitos kehamilan serta kharismatik tokoh sentral masih berjalan, Infrastruktur masih lemah, Relasi sosial dan dukungan aktor lokal masih lemah. Sehingga menurut Ali imron semua harus berkolaborasi secara sistematik. Politik harus bagus, sistem ekonomi terkait dengan budgeting yang mendukung dan sistem budaya yang kuat.

Setelah pemaran dari tim UNESA kemudian dilanjutkan dengan pemaran oleh Demsa Simbolon dari Poltekes kemkes Bengkulu yang mengangkat tema Determinan Kinerja Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di RS Pemerintah Indonesia, sangat mencengangkan hasil yang didapatkan bahwa manajemen pelayanan KIA secara keseluruhan semua dengan proporsi yang kurang maksimal. Disampaikan juga oleh penyaji bahwa ada atau tidak adanya sumber daya manusia rata-rata memiliki kinerja yang kurang optimal namun apabila dibandingkan dengan yang lainnya hanya model status akreditasi rumah sakit memiliki skor yang lebih baik dari beberapa faktor determinan lainnya seperti RS sebagai wahana pendidikan, SDM team ponek, Dokter jaga terlatih di IGD,Tim siap melakukan operasi atau tgas meskipun on call, jumlah dokter Sp.A dan koordinasi internal. Hal ini menjadi catatan bagi KEMENKES untuk perlu melakukan perbaikan pada seluruh jenis pelayanan untuk mendapatkan akreditas dimana akreditasi sebaiknya bisa lengkap 16 jenis pelayanan serta perlu menjadikan RS pemerintah sebagai RS wahana pendidikan, peningkatan kuantitas dan kualitas SDM PONEK, pelengkapi dokter jaga terlatih di UGD, ketersediaan tim siap melakukan operasi atau tugas meskipun on call, dan peningkatan komitmen organisasi.

Hal yang lain dari sudut pandang yang berbeda mengenai KIA juga disampaikan oleh presentan ke Empat yakni Kasman Makassau dari Dinkes Prop. Sulawesi Barat yang mengangkat judul Penetapan Prioritas Program Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak dengan Metode Analyitc Herarcy Process (AHP), dikatakan bahwa dengan penerapan AHP dapat memberikan kesempatan bagi para perencana dan pengelola program bidang kesehatan untuk dapat membangun gagasan-gagasan atau ide-ide dan mendefinisikan persoalan-persoalan yang ada dengan cara membuat asumsi-asumsi dan selanjutnya mendapatkan pemecahan yang diinginkannya serta hasil yang didapatan lebih cepat, lebih baik dan lebih akurat. Namun penjelasan dari Presentan ini lebih tepat apabila dilakukan pelatihan khusus bagi para peserta karena lebih kepada pengenalan software yang masih asing dimata peserta seminar. Dibutuhkan waktu khusus untuk lebih mendalami lagi apa yang sudah disampaikan presentan tentang software yang sejatinya dapat membantu para tenaga kesehatan untuk membuat skala prioritas pada program yang akan dijalankan.

Kemudian presentan yang terakhir adalah Nurfadillah dari FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta yang mempresentasikan penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi ideal pada pasangan menikah, selama ini penggunaan alat kontasepsi dianggap masih menjadi tanggungjawab wanita sehingga peran laki-laki sangat rendah padahal kondom sendiri merupakan alat kontasepsi yang efektifitasnya tinggi dan relatife tanpa efek samping sehingga Petugas kesehatan diharapkan dapat menganjurkan penggunaan kondom sebagai alkon ideal, di samping penjelasan tentang semua alternative alkon yang dapat digunakan pasangan. Informasi tentang KB dan alkon sebaiknya dilakukan tidak hanya kepada salah seorang dari pasangan namun keduanya. Serta diperlukan peran serta dari BKKBN untuk melakukan sosialisasi program dan melaksanakan lagi program motivator/panutan.

Setelah kelima dari presentan selesai mempresentasikan makalah masing-masing, maka Yane Tambing selaku moderator membuka sesi diskusi yang disambut antusias oleh peserta dengan tanya jawab. Sesi yang dilaksanakan di ruangan Pearl hotel On The Rock ini berjalan tepat waktu meskipun sempat dilakukan pergantian moderator namun tetap menarik minat peserta.

Oleh: Andriani Yulianti