Epidemiologi Penyakit Tidak Menular dalam BPJS
Drg. Agus Suprapto, M.Kes

agus15a

Kupang-Fenomena Obesitas muncul di perkotaan karena makanan yang mudah didapat dan cepat saji serta mudah di jangkau. Peningkatan konsumsi inilah yang kemudian banyak timbul penyakit-penyakit penyerta di masyarakat yang semakin lama semakin tinggi. Contoh penyakit ini adalah seperti penyakit Jantung, Hipertensi, Stroke, Diabetes Melitus dan lain sebagainya. Hal ini dikemukanan oleh Agus Suprapto dari Pusat Humaniora Balitbangkes Surabaya pada Forum Nasional IV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia tanggal 4 September 2013 di Kupang.

Berjalannya Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS tahun 2014 diharapkan menciptakan masyarakat menjadi sehat. Dibeberapa penelitian menyebutkan bahwa proporsi penyakit penyebab kematian tertinggi antara lain: Non Comunicable Disease 59,5 persen, Comunicable Desease 28,1 persen, Kecelakaan 6.5 persen dan Maternal/Prenatal 6.0 persen (Riskedas 2007). Hal tersebut menunjukkan penyakit tidak menular semakin lama penderitanya semakin tinggi.

Kasus-Kasus Penyebab Kematian

Penelitian di Sumatra dengan sampel tahun 2012 yang dilakukan Litbangkes Surabaya menunjukkan penyakit jantung masih menduduki peringkat tinggi dalam menyumbang angka kematian dengan 14,8 persen. Penelitian di Solo dan 4 provinsi tahun 2007 menunjukkan penyakit tidak menular tetap menjadi penyebab utama kematian sebesar 57 persen. Berbeda dengan di Papua, penyakit tidak menular hanya menyumbang 9 persen penyebab kematian. Hal ini menunjukkan bahwa daerah seperti perkotaan semakin rentan terhadap penyakit tidak menular seperti Jantung, Deabetes, Stroke (Hipertensi) dan kanker. Hal ini juga didukung dengan penelitian bahwa penyakit jantung sudah menyerang pada umur 31 th dengan jumlah kematian 21,7 persen dari total penyebab kematian lainnya.

Era Jamkesmas

Pada era Jamkesmas, penderita penyakit Jantung sebesar 2 persen di RS, Kanker 1 persen dan Stroke 3 persen dan yang lain-lain sebesar 94 persen. Memang terlihat sedikit tetapi hal ini menunjukkan bahwa jaminan kesehatan sudah mencakup penyakit tidak menular. Penelitian terhadap 3 penyakit ini menunjukkan bahwa biaya klaim untuk penderita Jantung ternyata lebih tinggi dari biaya riil yang dikeluarkan oleh RS dengan perhitungan INA-CBGs. Biaya itu juga terjadi pada penderita kanker. Kasus hemodialisa hampir terjadi di seluruh kelas di RS. Artinya bahwa cuci darah menjadi kegiatan yang terjadi diseluruh kelas di RS. Daerah yang peserta jamkesmas paling tinggi melakukan cuci darah adalah di Banten, DKI Jabar, Sulsel, Papua di RSU Kelas B.

Kesimpulan

Penyakit Tidak Menular merupakan ancaman dimasa mendatang, dan memerlukan upaya promotif dan preventif yang efektif dan efisien. Pelaksanaan JKN harus memperhatikan ancaman penyakit tidak menular dengan upaya promotive dan preventif baik melalui UKP maupun UKM dengan integritas antara UKP yang dilakukan oleh JKN dan UKM di Puskesmas.


Kabijakan AIDS dalam BPJS
Ir. Halik Hidik

Kupang- Forum Nasional IV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia tanggal 4 September 2013 di Kupang pada sesi Kebijakan AIDS era BPJS 2014, Ir. Halik Hadik dari KPA Nasional menekankan bagaimana Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) dapat menerima hak-nya sebagai peserta JKN. Hal ini berawal dikarenakan adanya peningkatan biaya pearwatan kesehatan di rumah sakit termasuk perawatan ODHA. Penelitian dampak SOSEK pada keluarga ODHA oleh KPA Nasional, menunjukkan bahwa 74 persen keluarga ODHA mengeluarkan biaya tambahan untuk pengeluaran akibat infeksi HIV. Tabungan juga digunakanuntuk kebutuhan tambahan akibat HIV sebesar 64 persen dan bahkan 60 persen meminjam dari keluarga/teman untuk biaya HIV. Penelitian juga menunjukkan bahwa rumah tangga ODHA mengeluarkan biaya kesehatan hampir 5 kali lebih tinggi dari rumah tangga non ODHA.

Isu Penganggulangan AIDS dalam BPJS

Pelaksanaan BPJS Kesehatan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional diharapkan juga memberikan dampak positif bagi ODHA. Beberapa isu menarik antara lain:

  1. ODHA miskin, siapa yang membayar?
  2. ODHA/Populasi Kunci/Pegiat AIDS yang bekerja di sektor formal, apakah bisa ikut serta?
  3. Berapa besaran iuran bulanan?
  4. Dan lain sebagainya (dalam powerpoint terlampir)

Harapan-harapan di atas merupakan beberapa hal yang wajib diperhatikan oleh pembuat kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional untuk memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan AIDS.

Apa Yang ditanggung BPJS dalam program penanggulangan AIDS?

  1. Pencegahan
    1. Edukasi komunitas, tempat kerja, sekolah, dll
    2. Mass campaign program
    3. Promosi dan penyediaan kondom dan alat suntik
       
  2. Pengobatan , dukungan dan perawatan
    1. Infeksi menular seksual
    2. Infeks opportunistiKk
    3. Anti Retroviral (ARV)
    4. Dukungan social (cth: home based care)
    5. Rumatan metadon dan Pemulihan Adiksi
    6. Pencegahan dari Ibu ke anak (PMTCT)

Keuntungan dan Concern di tanggung BPJS

  1. Portabilitas layanan (morbilitas populasi kunci)
  2. Otonomi daerah terkait komitmen kepala daerah
  3. Efisiensi pembiayaan hal ini terkait skala pengadaan untuk compulsory, licensing, transparasi.

Tantangan yang dihadapi:

  1. ARV Control
  2. Kesiapan BPJS untuk familiar dengan isu AIDS
  3. Hadirnya kebijakan. Kebijakan harus ada di informasi atau sosilisasi BPJS.

Kebutuhan Kebijakan

  1. Kebijakan tentang lingkup coverage dalam BPJS
  2. Kebijakan tentang besarnya iuran dengan adanya dispensasi bagi keluarga ODHA
  3. Kebijakan Permenkes, pedoman Juklak ttg prosedur layanan (promotive, preventif di puskesmas/LKB: loss follow up ARV karena lokasi layanan dan reimbursement dll)
  4. Pemenuhan undang-undang untuk anggaran kesehatan (min 5 persen dalam APBN)


Kesiapan SDM di NTT untuk BPJS

Dr. SMJ Koamesah, MMR, MMPK

Kupang-PertemuanForum Nasional IV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia tanggal 4 September 2013 di Kupang memberikan kesempatan dr. Koamesah (dr. Boby) menjelaskan keberadaan NTT yang memiliki pulau 1.192 buah dengan pulau yang bernama 473 buah dan yang berpenghuni 43 buah. Jumlah penduduk 5.343.902 untuk tahun 2012 (BPS NTT 2012). Data kesehatan menunjukkan infrastruktur NTT yaitu 21 Kab dan 1 kota dengan 298 buah kecamatan yang artinya memiliki 298 buah puskesmas, Pustu 1043 buah, Poskesdes 235 buah, posyandu 9420 buah,polindes 1303 buah dan RSUD di Kabupaten 18 buah dan satu RSUD milik provinsi.

Apakah SDM di NTT sudah cukup untuk menyongsong JKN 2014?

Kondisi SDM di NTT per 100.000 penduduk:

  1. Dokter umum ketersediaan dokter umum hanya berkisar 12 sedangkan kebutuhan 40 orang.
  2. Dokter sepsialis hanya ada 2 sedang kan kebutuhan secara nasional harusnya 6 orang
  3. Dokter gigi sekarang posisi 3.2 padahal rerata pusat 11
  4. Dan untuk tenaga lain lebih baik kondisinya.

Permasalahan distribusi dokter juga terjadi di Kota Kupang dimana terlihat bahwa di beberapa RSUD yang tersebar di beberapa kabupaten sangat terbatas jumlahnya.

Kesimpulan

Untuk menyongsong pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional kebutuhan dokter di NTT sebagai berikut:

  1. Ketersediaan dokter spesialis 65 dan kebutuhan 222 sehingga kekurangan 157 tenaga dokter spesialis.
  2. Ketersediaan dokter umum 570 dan kebutuhan 1.346 sehingga kekurangan 776 tenaga dokter umum.
  3. Ketersediaan dokter gigi 158 dan kebutuhan 369 sehingga kekurangan 211 tenaga dokter gigi.

 

Pembahas

Dr. dr. Deni K Sunjaya, DESS

Kupang – dr. Deni, dosen FK UNPAD Bandung menyatakan bahwa Kerangka system jaminan kesehatan sudah melingkupi cakupan-cakupan untuk layanan kesehatan, termasuk ambulan dalam kesempatan sebagai pembahas Forum Nasional IV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia tanggal 4 September 2013 di Kupang. Manfaat pelayanan promotive dan prventif sudah ada dalam peraturan, seperti imunisasi dasar, untuk yang tidak dijamin adalah seperti gangguan kesehatan akibat kegiatan atau perilaku yang membahayakan diri sendiri.

Persiapan provider menjadi sangat penting dalam menyongsong pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional 2014. SJSN mendorong ada system yang lebih berkeadilan , pemerataan dan berkeadilan. Jaminan kesehatan bukan kepentingan satu pihak. Perlu penguatan system kesehatan scara menyeluruh yaitu adanya edukasi.


 

Dr. Ni Made Ayu Sri Ratna Sudewi

Kupang-PT ASkes tinggal beberapa bulan menjadi BPJS KEsehatan. Hal ini dikatakan dr Ni Made Ayu Ratna sebagai pembahas dalam Forum Nasional IV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia tanggal 4 September 2013 di Kupang menjadi tantangan tersendiri. Dua transformasi ini yaitu

  1. Transformasi struktural dari Persero ke Badan Publik
  2. Transformasi kultural
  3. Transformasi kenegaraan yaitu Program Jaminan Kesehatan

BPJS bukan hanya salah satu jawaban persolan kesehatan.

Tantangan BPJS sekarang adalah meningkatnya penyakit tidak menular (NCD). Menurut pengalaman 5 peringkat penyekit tidak menular yang telah dijamin yaitu Hipertensi , DM, Tipoid, Jantung dan kanker.

Hal yang perlu diwaspadai adalah kecenderungan muncul permasalahan kenakalan "provider" . Contohnya yang terjadi adalah dengan banyaknya muncul penyakit NCD, maka banyak permintaan unit-unit pelayanan untuk diagnosa penyakit NCD ini missal Jantung. Sebelumnya dalam 1 bulan RS hanya klaim 20 kasus, tetapi setelah dibuka dengan RS swasta bekerjasama maka laporan klaim bisa mencapai 200 kasus. Ini lah menjadi sorotan BPJS Kesehatan yang berhati-hati terhadap kasus-kasus NCD dan kasus lain yang tiba-tiba ada di masyarakat.

Pengalaman PT Askes.

5 penyakit katastoprik seperti Jantung, Gagal Ginjal/Cuci darah, Kanker, Talasemia ditanggung penuh oleh Askes. Permasalahan di lapangan bahwa kapitasi tidak lsg diterima Puskesmas tetapi melalui rekening pemerintah daerah, sehingga bidan atau perawat tidak langusng dapat menerima hasil kerjanya secara cepat. Dalam beberapa kasus, program promotif dan prefentif sekarang hanya menjadi program penyerta di Asuransi Kesehatan.

Kunjungan rumah juga merupakan penyerta bukan program di Askes, KB juga merupakan penyerta dan bukan program dalam Asuransi Kesehatan. Sehingga tantangan terberat adalah bagaimana prgram promotif dan prefentif dapat bekerja bersama dalam program-program dalam asuransi kesehatan . Sehingga prinsip asuransi kesehatan mengenai kendali mutu dan kendali biaya tetap terjaga dengan juga terpenuhinya kebutuhan promotif dan preventif.