Sesi I

Analisis Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak di Berbagai Daerah:
Bagaimana data Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia. Mengapa terjadi Stagnasi Program?

s11l

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD

Di awal materi, muncul pertanyaan kritis mengenai kebijakan kesehatan ibu dan anak (KIA) yang ada di Indonesia, dan hasil yang belum maksimal meskipun pendanaan yang diberikan untuk kebijakan dan intervensi sudah besar. Sehingga diperlukan ada analisis permasalahan yang ada terkait intervensi yang dilaksanakan serta ketepatan kebijakan yang diterapkan. Selain itu, perlu adanya pembahasan mengenai usulan kebijakan yang masih butuh dikaji dalam upaya strategi intervensi di masa mendatang. Pembahasan diarahkan kepada analisis kebijakan terhadap kurang lebih 500 kabupaten/kota terkait dengan permasalahan KIA.

Selain itu, muncul masalah yang terkait dengan pelaporan dan yang penting dalam isu tersebut yaitu adanya policy brief yang arahnya ke kabupaten kota sebagai rekomendasi dalam rangka perbaikan kebijakan. Situasi yang menarik adalah bahwa selama 20 tahun terjadi peningkatan kasus kematian ibu dan anak, ada yang salah dalam pelaksanaan kebijakan di Indonesia, sehingga perlu digali adanya perbaikan dan permasalahan terkait kebijakan yang dikucurkan.

Tujuan yang ingin diraih yaitu melakukan analisis kebijakan KIA di Indonesia untuk memahami alasan terjadinya stagnasi pencapaian program KIA, penggunaan pendekatan pemetaan intervensi untuk mencari solusi kebijakan KIA serta penyusunan policy brief berdasarkan pengalaman dari berbagai proyek inovasi dan pemetaan intervensi. Analisis kebijakan KIA di Indonesia difokuskan pada isi, aktor, konteks dan proses kebijakan. Jika kita lihat dari konteks analisis kebijakan KIA. Kementerian Kesehatan sudah aktif memberikan dana dan program untuk KIA, AKB untuk KIA sudah banyak.

Pentingnya pemetaan intervensi di kabupaten kota dilakukan dalam upaya pendalaman untuk mencari kebijakan dimasa mendatang dengan prinsip yang digunakan berdasarkan analisis kebijakan. 1) Berfokus pada aksi dan kegiatan yang berlaku di level kabupaten/Kota, hal ini didasarkan karena berbagai tindakan operasional berada di level kabupaten/kota, sementara itu pemerintah provinsi dan pusat berperan sangat penting sebagai pendukung kebijakan, dana, SDM sampai kebimbingan teksi dan manajemen; 2) menggunakan kebijakan dari hulu ke hilir, yaitu Kebijakan dari Hulu (program-program preventif dan promotif) yang banyak menggunakan pendekatan lintas sektor (one health) dan determinan sosial ke hilir mengarah ke program-program klinis seperti pelayanan yang dilakukan ke rumah sakit, dulu Kemenkes ada Dirjen Yanmed dan Yankes, sekarang diubah menjadi Bina Upaya kesehatan serta Gizi dan KIA. 3) Menggunakan jumlah kematian absolut sebagai indikator kinerja program KIA, yaitu data kematian absolut diperlukan dalam kematian ibu dan anak di kabupaten. Angka rates digunakan sebagai cross cheks dan dilakukan dalam dua pendekatan yaitu, menggunakan angka absolut dan data survei. 4) menggunakan filosofi utama kebijakan KIA perlu peningkatan surveilans respon untuk kematian ibu dan anak. 5) memperbaiki program perencanaan monitoring dan evaluasi program. Ini yang diterapkan dalam program Sister Hospital. Proses ini menggunakan pendekatan berbasis bukti (evidence based policy).

Di akhir sesi disampaikan bahwa diperlukan adanya paket policy brief dalam bentuk paket kebijakan, banyak kebijakan yang akan diusulkan, dan paket ini apa yang disebut sebagai variasi yang berbeda. Donor jangan membiaya program yang hanya hulu atau hilirnya saja, namun program yang mengacu pada hulu ke hilir. Diharapkan para pelaku pembangunan kesehatan ibu dan anak bisa dapat memanfaatkan paket policy brief sesuai dengan kebutuhan di daerah masing-masing serta kementerian kesehatan dapat mendukung upaya inovasi yang dilakukan.

 

Pembicara II

Maria Agnes Etty Dedy, S. Si., Apt

Pada pemaparan awal, disampaikan mengenai pendekatan Kebijakan dari Hulu ke Hilir dengan melihat kondisi riil yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Ditekankan pada tiga aspek yaitu promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan. Beberapa Permasalahan yang ada di NTT yaitu tingginya angka kematian ibu (AKI), tingginya anemia pada ibu hamil (Bumil), tingginya kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil dan tingginya BBLR pada bayi, tingginya bayi gizi kurang dan buruk, masih rendahnya partisipasi pria ber-KB, kurangnya media promosi kesehatan untuk KIA, belum ada alokasi untuk melahirkan di fasilitas kesehatan. Belum semua ibu hamil didampingi tenaga kesehatan wanita hamil dianggap proses alami, masih ada persalinan yang dilakukan dirumah: budaya tertentu yang berperan dalam hal ini, kedudukan dan peran perempuan tidak menguntungkan.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi tersebut, pengalaman yang ada dilihat dari kendala yang terjadi di lapangan antara lain adanya masih rendahnya pengetahuan ibu tentang KIA, dukungan desa yang kurang terhadap program kesehatan, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat yang masih SD terutama ibu serta kader kesehatan sehingga tidak maksimal dalam upaya perbaikan program, faktor budaya yang selalu dalam membuat keputusan selalu melibatkan keluarga besar sehingga untuk melakukan tindakan cepat terkendala. Kemudian, jumlah tenaga kesehatan yang kurang meski ada namun jumlahnya lebih banyak dikota sehingga beban kerja banyak sehingga tidak maksimal dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang memerlukan, kondisi geografis yang sulit sehingga terkait biaya persalinan di rumah sakit karena adanya beban transport, kurangnya koordinasi antara pemerintah. Lalu tidak meratanya pelatihan terhadap bidan, fasilitas kesehatan yang kurang memadai, penguasaan bahasa dan budaya setempat yang masih kurang oleh petugas kesehatan, kurang adanya info kesehatan yang ada bagi bidan didesa, kurangnya akses informasi kesehatan, Pemerintah desa menganggap program kesehatan bukan tugas dan peran aparat desa karena beranggapan bahwa program kesehatan hanya menjadi tanggungjawab puskesmas, serta adanya tugas rangkap dari bidan karena harus memegang 2 pustu.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka rekomendasi kebijakan yang diberikan adalah setiap ibu hamil harus diperiksa nakes minimal empat kali, apabila tidak maka ada punishment atas ketidaktaatan terhadap kebijakan, Setiap ibu hamil mendapat minimal 90 tablet besi selama masa kehamilan, pemberian PMT pemulihan Bumil KEK dan PMT penyuluhan dan Pemulihan, setiap proses kelahiran ditangani oleh tenaga bidan/nakes dan dokter. Hal ini diikuti setiap ibu yang melahirkan mendapat pelayanan nifas selama minimal 2 kali dalam hangka waktu 40hari setelah persalinan, peningkatkan pengetahuan terkait risiko yang ditimbulkan jika terjadi 4T terhadap masyarakat, perlu penyadaran bahwa persalinan perlu mendapatkan focus pelaksanaan kegiatan dan pelayanan maksimal. Kemudian, tidak perlu menunggu kompromi terlalu lama dalam pemberian pelayanan kesehatan, peningkatan program dana sehat di masyarakat, melalu tubulin, jumputan dan arisan serta adanya dana pendampingan.

Maka diperlukan adanya kerjasama lintas sektor dalam upaya koordinasi bersama lintas sektor dalam upaya perbaikan program dan peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak. Setiap dinas kesehatan kabupaten kota selalu melihat aturan berdasarkan standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh kementerian kesehatan yang diarahkan untuk bukan saja melakukan pelayanan kesehatan saja tetapu melakukan aksi promotif dan prevented kepada masyarakat luas.

 

Ditulis oleh Fauzi Rahman