Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan
dan Kebijakan Medik

11 Juni 2013

Hari Pertama

Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik berlangsung pada Selasa dan Rabu (11-12/6/2013) di Ruang Senat FK UGM, Yogyakarta. Sekitar empat puluh dekan (dan atau perwakilannya) FK dan FKM dari 17 Universitas hadir dalam acara ini. Penelitian kebijakan kesehatan saat ini semakin berkembang dan dilaksanakan oleh universitas. Dalam konteks penelitian kebijakan kesehatan ada pertanyaan menarik mengenai hubungannya dengan penelitian kebijakan medik. Dalam hal ini memang kebijakan medik merupakan bagian dari kebijakan kesehatan. Pertanyaan ini semakin menarik dengan adanya pemikiran apakah penelitian kebijakan dilakukan oleh unit di Fakultas Kesehatan Masyarakat, ataukah di Fakultas Kedokteran, ataukah kedua-duanya atau bekerjasama. Untuk membahas visi pengembangan penelitian kebijakan kesehatan dan kebijakan medik diperlukan workshop yang mempertemukan peneliti kebijakan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Kedokteran.

Tujuan acara ini untuk pertama, membahas situasi terakhir lembaga penelitian di FKM dan FK yang tertarik pada kebijakan kesehatan dan kebijakan medik serta masa depannya. Kedua, membahas hubungan dan sinergi antara lembaga penelitian kebijakan kesehatan di FK dan FKM. Ketiga, membahas topik penelitian kebijakan di BPJS dan MDG 5 yang membutuhkan kolaborasi FK dan FKM.

Pengantar yang membuka acara ini disampaikan oleh Prof. Laksono Trisnantoro. Penelitian yang termasuk dalam kebijakan medik diantaranya : mutu klinik, residen, RUU Kedokteran dan sebagainya. Topik yang menyatukan FK dan FKM yaitu kebijakan mengurangi kematian KIA, BPJS. Fungsi lembaga pendidikan disini untuk memonitor dan mengawasi. Harapan dengan terselenggarakannya acara ini yaitu untuk membuat diskusi kelompok FK dan FKM dalam mengawal BPJS. Acara ini dibuka secara resmi oleh Dekan FK UGM, Dr. dr Teguh Aryandono.

Sesi 1 Rencana Penelitian Multi Center tentang BPJS.

11-dumdr. Dumilah Ayuningtyas

Sesi ini disampaikan oleh Dr. dr. Dumilah Ayuningtyas. MARS (FK UI), penelitian multi center harus melibatkan mahasiswa S1, S2 dan peneliti. Saat ini, FK dan FKM masih berjalan sendiri-sendiri. Peran Dekan yang akan menentukan sejauh mana kedua fakultas ini bisa bekerjasama.

Diskusi dibuka dengan pernyataan dari Prof. Narto yaitu kebijakan medik dilakukan dengan mengumpulkan bukti ilmiah. Jadi harus jelas mana yang level primer, sekunder dan tersier. Presentasi kebijakan medik merupakan bingkai menyeluruh untuk FK dan FKM. Aspek lain yang terkait yaitu hukum kesehatan dan bioethic yang merupakan rumpun ilmu kesehatan yang mengintegrasikan FK, FKM, FKG dan Farmasi. Hearing the system of medivine and health, buku yang disarankan oleh Prof Narto untuk lebih mengenal mengenai tema ini.

Prof. Laksono menambahkan tujuan lain yang harus dicapai para dekan dalam acara dua hari ini yaitu sustainability jaringan dan berdikari, memperkuat perguruan tinggi untuk menjadi independen. Tidak boleh terlalu jauh dan terlalu dekat dengan lembaga kesehatan pemerintah. Kemudian, langkah yang harus diambil yaitu advokasi agar perguruan tinggi (PT) dihargai di daerah dan pusat. Setiap program, 5-10 persen untuk monev dari pihak independen.

Dr. Dumilah menambahkan akademisi perlu meningkatkan kewaspadaan mengawal kesehatan karena merupakan fundamental human rights. Sangat mungkin untuk dipolitisasi, ungkap Charles Gray. Umumnya menjelang general election ; kesehatan sebagai janji politik. Selain itu, masih terjadi disparitas kemampuan manajerial dan kemampuan sistem informasi yang berbeda saat pelaksaan BPJS di tingkat daerah. Hal ini masih menjadi pekerjaan rumah para akademisi. Kemudian, hal lain yang harus ditandai yaitu akademisi harus mengetahui seberapa penting untuk tahu rasio alat kesehatan dan population based, political will, dibutuhkan pula komitmen Pemda untuk mendukung ini.

Sesi 2 Diskusi Mengenai Situasi Unit Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik di FK dan FKM.

Pembicara dalam sesi ini dari Universitas Padjajaran dan Universitas Mulawarman (Unmul). FK Unpad telah melakukan advokasi di bidang kesehatan di daerah Kuningan Indramayu Majakengka (Avian Influenza). FK Unpad sendiri ''berkewajiban" mengawasi pelayanan kesehatan pada populasi yang cukup besar, yaitu 46 juta jiwa (seluruh Jabar). Sementara, FK Unmul telah memiliki kelompok riset kebijakan dan medis yang terdiri atas FK-FKM dan Farmasi. Lalu, kelompok yang tidak berkaitan langsung dengan health policy : F Pertanian, F Perikanan. Tim Unmul terbagi atas Konsultan, Riset dan Konsultan dan Riset. Riset terdiri atas Kesmas, Kedokteran Dasar, Kedokteran Klinis dan Konsultan terbagi dua, yaitu Kesmas dan Klinis.

Diskusi dimulai dengan pemaparan dari FK Maranatha yang selama ini masih kesulitan mencari donor dana. Kemudian, FK Unpad menyarankan agar pihak FK Maranatha semakin meningkatkan kemampuan menyusun proposal misalnya. Prof Laksono menutup sesi ini dengan tiga pertanyaan berikut :

  1. Apakah sudah ada unit legal untuk penelitian?
  2. Siapa anggota dan keahliannya? FK dan FKM?
  3. Siapa leader utamanya?

Beberapa saat kemudian diperoleh hasil bahwa masing-masing FK dan FKM yang menjadi peserta workshop mampu menjawab pertanyaan di atas dan memiliki SDM yang cukup untuk melakukan beragam penelitian seputar kesehatan. Mohon masalah ini dibicarakan betul, tutup Prof Laksono.

Sesi 3 BPJS sebagai titik singgung kebijakan medik dan kesehatan dalam penelitian monitoring dan evaluasi yang independen.

sesi3Diskusi BPJS sebagai titik singgung kebijakan medik dan kesehatan dalam penelitian monitoring dan evaluasi yang independen

Sesi ini disampaikan oleh empat pembicara diantaranya : Dr. Nimas Ratna Sudewi (Kepala Group Penelitian dan Pengembangan PT Askes Indonesia), Indra Rizon, m. Kes (Kabag TU P2JK Kemenkes RI), Ir Sumarjono, MSc (Dir. Pengawasan Khusus dan Penyelidikan Industri Keuangan Non Bank) dan Ir. Ikhsanudin (Dir. Pengawasan Lembaga Keuangan dan lainnya, Otoritas Jasa Keuangan dan Kementrian Keuangan). Sementara, moderator sesi ini yaitu Dr. dr Deni K Sunaya DES.

Kaitan pengawasan BPJS dengan universitas belum diatur oleh UU. Namun, pihak yang jelas menjadi pengawas BPJS ini yaitu BPK dan Otoritas Jasa Keuangan. Filipina sudah menaruh universitas sebagai evaluator melalui amandemen UU enam tahun lalu (social health insurance). Saat ini, akademisi di Indonesia belum terlibat dalam pengawasan BPJS. Kemudian, Ratna menyampaikan, Askes sendiri memiliki beberapa outcome yang ingin dicapai terkait pelayanan yang dilakukannya selama ini. Outcome tersebut diantaranya pertama, mampu melayani peserta askes masyarakat miskin dan tidak sehat. Kedua, Askes mampu membantu masyarakat memenuhi kesehatannya. Ketiga, mencegah kalangan menengah untuk tidak jatuh miskin. Pendanaannya sendiri berasal dari dana dari pemerintah dan dari masyarakat mampu.

Indra dari P2JK menyampaikan tupoksi P2JK: sejak awal tidak mengawasi Jamkesmas. Jadi itu merupakan sistem yang baru dikembangkan, semacam penataan jaminan kesehatan dikembangkan. Dalam pengawasan BPJS nantinya, hal-hal yang harus terjawab antara lain, Apa? Bagaimana? berapa yang disediakan? cara membiayai efektifikah?. Kemenkes dan BPJS juga melakukan monev, Dinkes provinsi, kabupaten dan kota. Kegiatan pendanaan mencakup pengajuan klaim, pembayaran klaim, pemanfaatan dana pelayanan dan audit coding. Sementara bagian administrasi dan manajemen yang diawasi P2JK yaitu pelaporan yang tepat waktu, peran stakeholders, SDM dan bagaimana peningkatan kapasitas serta tranparansi-akuntabilitas.

Ihsan menyampaikan Konsep Pengawasan BPJS oleh OJK. Dewan pengawas dan SPU-pengawas internal. Sementara, DJSN, lembaga pengawas yang independen-pengawas eksternal. Kemudian, Sumarjono sebagai salah satu pihak yang ikut mengawasi berlangsungnya BPJS mengungkapkan kegunaan dana jaminan yaitu membayar manfaat (biaya operasional BPJS). Bagian yang memiliki resiko terbesar itu yang diawasi mendalam. Bagian lain yang juga diawasi yaitu desain dari produk, penetapan iuran dan evaluasi.

Kesimpulan OJK juga memiliki deputi perlindungan konsumen, maka OJK juga akan mengawasi mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan BPJS. Dana independen bisa diraih peneliti dari FK dan FKM melalui pihak ketiga agar bisa transparan (lembaga donor), misalnya AusAid, USAID, BPJS, dan lain-lain.

Sesi 4 Rencana Pengembangan Yayasan dan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia.

sesi4Rencana Pengembangan Yayasan dan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia.

Sesi ini disampaikan oleh Prof Suratman, Ketua LPPM UGM. Prof Suratman memaparkan mengenai Optimalisasi Penelitian Unggulan UGM. Selama ini ada tiga hal yang dilakukan mahasiswa dan dosen di UGM yaitu pengabdian pada masyarakat, penelitian serta publikasi, database dokumentasi. LPPM bertindak sebagai fasilitator dalam hal ini. LPPM memfasilitasi penelitian dalam banyak hal. Misalnya penelitian Dosen Muda, Pengelolaan dan Penjaminan Mutu, Fasilitasi Forum Diskusi Interdisiplin, Pelatihan dan Sosialisasi, Pengembangan Jejaring Penelitian. Sementara, tema didukung oleh tim dosen, tim dosen melibatkan mahasiswa bimbingan, bantuan pendanaan penelitian, output penelitian selain skripsi, tesis, disertasi, publikasi (jurnal nasional dan internasional). Penelitian di UGM memiliki syarat salah satunya bersifat high impact research misalnya di sektor kesehatan, penyakit tropis dan obat.

Diskusi : Riset bersama untuk mengawal BPJS, apakah mungkin ada dana seragam untuk satu topik? Namun, dana turun dari bermacam universitas. Kemungkinan ini bisa diwujudkan jika ada kerjasama antar universitas. Publikasi penelitian di media massa memerlukan desain komunikasi yang diubah, sesuai dengan level masyarakatnya.

Video acara dan materi presentasi bisa Anda simak melalui link berikut