Diskusi 4.1
Menurut anda, apakah pelaksanaan kebijakan JKN merupakan pelaksanaan yang top-down atau bottom-up? Mohon dianalisis.
Diskusi 4.1 | Diskusi 4.2 | Diskusi 4.3 |
Menurut anda, apakah pelaksanaan kebijakan JKN merupakan pelaksanaan yang top-down atau bottom-up? Mohon dianalisis.
Diskusi 4.1 | Diskusi 4.2 | Diskusi 4.3 |
Comments
Saat JKN mulai diterapkan, BPJS sebagai pengampu, sudah memulai melakukan evaluasi dengan mengajak baik layanan kesehatan maupun dinas kesehatan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan BPJS.
Evaluasi ini memerlukan waktu untuk mengarah ke efektif dan efisien.
Terimaksih
terima kasih.
Dalam studi implementasi kebijakan, kita tahu ada dua pendekatan guna memahami implementasi kebijakan, yakni:
1. Pendekatan top-down. Yakni implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat dan keputusannnya pun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan ini bertitik tolak dari perspektif keputusan politik (kebijakan) yang ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur atau birokrat level bawahnya.
2. Pendekatan Bottom-Up. Didasarkan pada jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya, atau masih melibatkan pemerintah, namun hanya ditataran rendah. Para ahli kebijakan juga mengajukan beberapa model implementasi kebijakan untuk keperluan penelitian maupun analisis. Model yang digunakan untuk menganalisis permasalahan kebijaksanaan yang semakin kompleks. Untuk itu diperlukan teori yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel yang menjadi fokus analisis.
Jadi, atas dasar penjelasan di atas, maka pelaksanaan kebijakan JKN ini dapat dikatan merupakan pelaksanaan kebijakan yang top-down. Makasih. www.ardadinata.com.
dimana salah satu dari beberapa persoalan dalam hal gagalnya pencapaian asas keadilan dalam kebijakan JKN ini adalah ciri sentralistik dengan peraturan yang relatif seragam tanpa memperdulikan kondisi indonesia yang sangat bervariasi. Padahal pemerintah perlu melakukan Identifikasi terlebih dahulu berbagai kebutuhan masyarakat dalam hal pelayanan kesehatan sebelum melaksanakan kebijakan ini (pemrosesan Bottom Up). Identifikasi kebutuhan masyarakat seperti ketersediaan fasilitas, SDM Dokter dan Dokter Spesialis serta pemerataan PIB. Kebijakan ini cenderung melakukan pendekatan TOP Down dimana objek kebutuhan pelayanan masyarakat diseluruh daerah berdasarkan Hypotesis maupun Asumsi yang nantinya akan di evaluasi hasil Implementasinya apakah kebijakan ini berhasil atau tidak. Kolaborasi pendekatan Top Down dan Bottom Up adalah hal yang sangat perlu dilakukan guna menghindari Parsing Paradox yang akhirnya menyebabkan ketidak sesuaian implementasi Kebijakan JKN dengan Tujuan Keadilan bagi masyarakat.
Saya setuju dengan pendapat Felix, memang seharusnya ada keseimbangan top-down dengan bottom-up, terlebih pada proses pengevaluasian. Pada evaluasi sumatif yang berfokus pada upaya pengukuran dampak kebijakan apakah sudah sesuai dengan tujuan, sehingga perlu adanya evaluasi dari bawah ke atasan (dari tenaga kesehatan ke pemerintahan). Perlu juga singkronisasi dari evaluasi formatif sebagai bentuk feedback untuk pembuat kebijakan JKN itu sendiri.
menurut saya Pelaksanaan Kebijakan JKN cenderung disentralkan lalu ke bawah atau implementasinya top down,dimana yang memainkan peran berada pada tingkat yang lebih tinggi. Saya melihat bahwa perlu adanya timbal balik implementasi baik itu top down maupun bottom up,karena pada tingkatan yang lebih tinggi menurut saya hanya fokus pada perumusan kebijakan sedangkan dalam proses prakteknya lebih di pahami secara baik oleh tingkatan yang berada di bawah,seperti kesiapan suatu daerah untuk pengimplementasi JKN in seperti adanya ketersediaan SDM,sarana dan prasaran dsbnya,sehingga evaluasi formatif sangat berperan dalam mengembangkan kebijakan sehingga membawa perubahan.
kompleknya permasahan dan keterbatasan di daerah khususnya seharusnya menjadi koreksi dan pertimbangan dalam pelaksanaan kebijakan ini apakah tetap top-down seperti saat ini atau perlu diintegrasikan dengan pendekatan lain, seperti "bottom-up"
terima kasih
Teori top down ini mengedepankan pembagian yang jelas antara formulasi kebijakan dan implementasi, dan proses implementasi yang rasional dan linier, dimana tingkat-tingkat di bawahnya melaksanakan perktek berdasarkan seting-seting tujuan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh tingkat yang lebih tinggi
pendekatan top-down adalah implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan mulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top-down bertitik tolak pada perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administrator-administrator atau birokrat pada level bawahnya. jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa pendekatan top-down ini adalah sejauh mana tindakan para pelaksana (administrator dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan di tingkat pusat. Sedangkan kebijakan bottom-up itu adalah implementasi kebijakan dimana formulasi kebijakan ada dipihak warga,sehingga mereka lebih dapat memahami dan menganalisa kebijakan apa yang cocok dengan sumber daya di daerahnya. Untuk kebijakan JKN ini sangat jelas pendekatan yang dipak adalah Top down. Para pemangku kebijakan adalah orang-orang politik dan formulasinya sama sekali tidak melibatkan para masyarakat bahkan tidak menggunakan riset-riset terkait kesehatan masyarakat.
Pelaksanaan kebijakan JKN menurut saya menggunakan pendekatan secara Top-down, yaitu pendekatan secara satu pihak dari atas ke bawah. Pada pendekatan ini menekankan peranan pemerintah yang sangat besar dalam proses implementasi. BPJS Kesehatan sebagai agen dari pemerintah merupakan lembaga yang ditugaskan oleh UU sebagai penyelenggara JKN. BPJS Kesehatan sendiri merupakan lembaga negara yang sifatnya terpusat baik secara organisasi maupun regulasi sehingga semua hal yang menjadi keputusan atau peraturan yang ada di BPJS Kesehatan pusat, berlaku di seluruh kantor BPJS Kesehatan yang tersebar di seluruh Indonesia. Pendekatan Top-down dan sentralisasi dari sebuah lembaga negara seperti ini kurang efektif untuk diterapkan di Indonesia. Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda baik dari segi jumlah penduduk, jumlah faskes yang tersedia, luas wilayah, jumlah nakes yang tersedia sehingga kebijakan atau program yang dibuat secara terpusat tidak bisa efektif berlaku disemua wilayah di Indonesia.
Terima kasih.
Terimakasih
di barengi dengan reseac berbassis kesehatan masyarakat.
Program Jaminan Keehatan Nasional menggunakan sistem top-down atau biasa dikatakan sentralistik. Pemerintah pusat memegang kendali jalannya sistem tersebut, dimana dalam penentuan premi, kepesertaan, banefit packet hingga regulasi-regulasi yang mengatur jalannya sistem jaminan ini. Sedangkan pemerintah daerah menerima aturan tersebut untuk dijalankan di daerahnya masing-masng.
Terima kasih