Workshop, Melbourne 12-14 Oktober 2011

Latar Belakang 
Nossal Institute for Global Health bersama - sama dengan Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK Universitas Gadjah Mada telah melakukan berbagai penelitian tentang sistem kesehatan di Indonesia. Penelitian-penelitian tersebut mengidentifikasikan beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh sistem kesehatan Indonesia saat ini, antara lain:

  • Tidak meratanya distribusi tenaga kerja kesehatan, khususnya dokter spesialis. Situasi ini ditandai dengan kurangnya dokter spesialis di provinsi yang terletak di daerah terpencil, dan sebagian besar  terkonsentrasi di pulau Jawa dan Bali;
  • Meningkatnya permintaan layanan kesehatan, khususnya pleh masyarakat pendapatan yang tinggi, dan kecenderungan menggunakan layanan swasta daripada layanan pemerintah;
  • Kualitas pelayanan publik yang buruk, terutama di daerah terpencil;
  • Kesenjangan pendapatan antara dokter yang bekerja dalam sistem jaminan kesehatan, dibandingkan dengan mereka yang bekerja di praktek swasta.

Saat ini Indonesia memiliki kebijakan Universal Coverage (Cakupan Semesta) untuk melindungi masyarakat dari bencana pengeluaran belanja kesehatan akibat sakit. Dalam 10 tahun terakhir, berbagai sistem asuransi kesehatan nasional telah dibentuk, yang dimulai dengan Jaring Pengaman Sosial Kesehatan kemudian menjadi Askeskin, Jamkesmas, dan baru-baru ini ada Jampersal. Namun, karena distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata serta terbatasnya fasilitas kesehatan di wilayah terpencil dan sulit, sistem jaminan dan asuransi kesehatan nasional menghadapi berbagai masalah serius, termasuk adanya ketidakmerataan geografis.

Dalam situasi ini, dukungan perhimpunan dokter/spesialis  untuk mengurangi masalah  distribusi dokter spesialis, dan menyikapi ketidakmerataan merupakan hal penting. Namun di Indonesia, asosiasi profesional dokter belum banyak terlibat dalam penyusunan kebijakan sistem kesehatan. Bahkan keputusan tentang pengaturan jasa profesi  dalam sistem asuransi kesehatan, ternyata belum ada  negosiasi formal antara asosiasi profesi dan pemerintah. Disamping itu untuk mengurangi masalah distribusi dokter spesialis di seluruh wilayah, belum ada kebijakan strategis yang dikembangkan oleh pemerintah dengan dukungan asosiasi profesional.

Sebagai catatan: Perhimpunan spesialis di Indonesia adalah sub-bagian dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan semuanya terhimpun dalam IDI. Disamping itu ada kolegium yang didirikan terutama untuk menangani kompetensi yang dibutuhkan untuk pelatihan spesialisasi tertentu. Pemberian pendidikan spesialis dilakukan melalui universitas. Anggota kolegium adalah para spesialis  senior dari berbagai spesialisasi, dan biasanya juga anggota perhimpinan ahli. Dalam meningkatkan kualitas dan profesionalisme dokter dan dokter gigi, Indonesia memperkuat pendaftaran profesional medis melalui pembentukan sebuah Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang mengelola pendaftaran semua profesional dokter. KKI memiliki tanggung jawab untuk pengawasan pelaksanaan praktek dokter.

Baru-baru ini dalam sebuah diskusi antara pemerintah, perhimpunan profesi dan peneliti Universitas Gadjah Mada, terungkap bahwa masih belum ada definisi  jelas tentang apa yang disebut "misi asosiasi untuk melayani kepentingan masyarakat". Sebagian besar perhimpunan profesi berfokus untuk mempertahankan standar perilaku bagi para anggota dan pengembangan pengetahuan ilmiah. Sementara itu beberapa perhimpunan cenderung berfokus pada kepentingan profesional. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk mengembangkan pengetahuan, penelitian, dan dialog kebijakan dalam rangka memperkuat peran perhimpunan asosiasi profesi di sistem kesehatan yang dilandasi nilai kepentingan masyarakat.

Tujuan Workshop
Dengan latar belakang tersebut akan diselenggarakan workshop di Melbourne  yang dilakukan  bersama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Konsil Kedokteran Indonesia (KKI),  berbagai perhimpunan dokter spesialis, terutama yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak (spesialis obsgin, anestesi, bedah, dan anak), bidan, pembuat kebijakan dari Kementerian Kesehatan, Media (Kompas) dan peneliti PMPK FK UGM.

Tujuan umum Workshop:

  • Memahami peran Asosiasi Profesional Dokter, Badan Pengawas Praktisi Kesehatan Australia, dan Konsil Kedokteran Australia dalam sistem kesehatan 
  • Mengidentifikasi potensi kontribusi perhimpunan dokter, dokter spesialis, dan bidan dalam mengatasi beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh sistem kesehatan

Tujuan khusus:

  • Membandingkan peran dan tanggung jawab perhimpunan dokter di Indonesia dengan pengalaman internasional, khususnya pengalaman Australia 
  • Mencari tindakan strategis perhimpunan dokter  untuk mengatasi masalah distribusi, retensi, praktek ganda, dan insentif dokter dan dokter spesialis di Indonesia berdasarkan pengalaman dan praktik  internasional .

granadi

Laporan Pembukaan Forum Nasional II

Acara di buka di Hotel Horison Makassar dengan dihadiri oleh sekitar 183 peserta.


Setelah sebelumnya Forum Nasional Kebijakan Kesehatan I sukses diselenggarakan di Jakarta setahun yang lalu, Forum Nasional II diselenggarakan di Makasar pada tanggal 28 sampai dengan 30 September. Jumlah peserta forum yang berlangsung di Hotel Horison kali ini meningkat cukup signifikan. Tahun lalu hanya dihadiri sekitar 120an peserta, tahun ini menjadi lebih dari 180 orang.

Acara ini diselenggarakan bekerja sama dengan Universitas Hasanudin dan dibuka oleh Dr Trihono, PhD, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan mewakili Menteri Kesehatan. Upacara Pembukaan berlangsung semarak dengan ditampilkannya tarian khas Sulawesi Selatan. Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan oleh Prof dr Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D selaku ketua panitia penyelenggara dan koordinator jaringan kebijakan kesehatan indonesia ,dilanjutkan oleh Prof dr Alimin Maidin, MPH, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar.
Berikut poin-poin sambutannya:

Pengantar program disampaikan oleh Koordinator Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia

Ada beberapa poin penting dalam sambutannya:

  1. Pertemuan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia ini berasal dari acara tahunan kelompok peneliti dan pengambil keputusan yang berusaha secara rutin bertemu setahun sekali untuk membahas pelaksanaan desentralisasi kesehatan sejak tahun 2002. Pada tahun 2010 yang lalu, kelompok ini merubah diri menjadi Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia. Jaringan ini bersifat informal untuk mengembangkan kemampuan penelitian kebijakan kesehatan serta untuk meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan.
  2. Dalam dua hari ke depan akan ada 48 peneliti dari seluruh Indonesia yang menyajikan hasil penelitian untuk dibahas para pengambil kebijakan di pusat ataupun di daerah. Dengan format ini diharapkan ada komunikasi antara peneliti dengan pengambil kebijakan. Semua presentasi merupakan isu-isu terkini mengenai kebijakan kesehatan di Indonesia.  Tema pertemuan ini memang membahas proses penyusunan kebijakan mulai dari perumusan agenda sampai ke monitoring dan evaluasi kebijakan. Topik yang dibahas secara khusus adalah kebijakan Jampersal dan BOK.
  3. Di hari ketiga akan dibahas pengembangan kelompok kebijakan di perguruan tinggi dan teknik advokasi. Di dalamnya  termasuk bagaimana menangani aspek ideologi dan keterpihakan peneliti di bidang kebijakan kesehatan. Di sela-sela pertemuan ilmiah akan dilakukan kegiatan memperkuat Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia.

Sambutan Selamat Datang Dekan FKM Universitas Hasanudin

  1. Forum ini merupakan kesinambungan dari pertemuan Forum Nasional I pada tahun 2010 di Jakarta. Forum ini merupakan ajang para peneliti untuk membahas hasil penelitiannya, bagaimana kaitannya dengan penetapan kebijakan-kebijakan kesehatan yang akan ditetapkan oleh pemerintah.
  2. Kebijakan kesehatan di Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar bidang kesehatan. Keberagaman  pengaruh tadi hendaknya tidak membuat suatu kebijakan tidak berpihak pada kepentingan rakyat yang akan merasakannya. Oleh karena itu sangat diperlukan beragam pendekatan kemasyarakatan melalui berbagai studi kasus dan penelitian bidang kesehatan yang diharapkan dapat mendukung pengambilan kebijakan yang tepat .
  3. Selama tiga hari berturut-turut para peneliti akan berbicara mengenai berbagai penelitian kebijakan kesehatan terkini. Dari pertemuan ini diharapkan para peserta dapat menimba ilmu tentang Kebijakan Kesehatan yang diprensentasikan oleh keynote speakers dan para peneliti dari berbagai latar belakang disiplin ilmu.

Sambutan Menteri Kesehatan

Dalam sambutannya, Menteri Kesehatan yang diwakili oleh Dr Trihono, PhD, Ka Badan Litbangkes, Kemenkes menyatakan sangat mendukung acara yang diselenggarakan forum kebijakan kesehatan ini. Menteri Kesehatan yang juga adalah peneliti senior menyatakan bahwa pengambilan kebijakan harus berdasarkan bukti (evidence based policy). Untuk itu Kemenkes dalam hal ini Balitbangkes selalu menyelenggarakan penelitian yang dimulai dari SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) sejak tahun 1990an. Kemudian metode penelitian dan instrumennya terus disempurnakan.

Terakhir dilakukan penelitian Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) dan Risfaskes (Riset Fasilitas Kesehatan). Dari berbagai penelitian ini salah satu hasil yang penting adalah ditetapkannya Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM). Indeks ini sangat bermanfaat dalam penyusunan kebijakan kesehatan di daerah. Karena dengan indeks ini akan dapat diketahui aspek mana yang bisa diintervensi. Misalnya, di daerah ditemukan bahwa Indeks untuk aspek persalinan oleh tenaga kesehatan rendah, maka intervensi dapat dilakukan dengan meningkatkan promosi dan sosialisasi serta penyediaan SDM yang sesuai. Dari IPKM ini telah dapat dipetakan daerah mana yang perlu program Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan.

Program ini pada intinya adalah pendampingan ke daerah yang IPKMnya rendah, dan dijalankan selama 3-5 tahun. Tampak bahwa beberapa daerah tertentu IPKMnya memang meningkat. Bila terdapat daerah yang mendapatkan peningkatan IPKM yang sangat signifikan, maka Kemenkes akan memberikan IPKM award. Inisitatif seperti ini adalah bukti komitmen dari Pemerintah untuk terus mendukung pengambilan kebijakan berdasarkan bukti ilimiah.