Beberapa hal ini merupakan masalah kebijakan di balik kasus 3 - Minat Kesling

  1. Kasus ini merupakan sebuah contoh Kebijakan Pendidikan Kedokteran yang mempunyai pertentangan antar stakeholder sejak mulai dari Penyusunan Agenda sampai ke pasca pengesahan UU.
  2. RUU Pendidikan Kedokteran merupakan inisiatif DPR. Dalam prosesnya terlihat sikap dan koordinasi berbagai lembaga pemerintah yang belum baik dalam menyusun UU.
  3. Kasus ini menunjukkan adanya taktik dan strategi kelompok interest yang tidak tepat, yang terkait erat dengan aspek kekuasaan dalam menentukan kebijakan

 

Comments  

# Arda Dinata 2016-10-25 13:52
Menyikapi kasus kebijakan munculnya UU Pendidikan Kedokteran di atas, menurut saya ada hal yang bisa kita cermati terkait bagaimana proses penentuan agenda kebijakan sampai menjadi agenda itu dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Dalam hal ini, kita perlu memahami terlebih dahulu bahwa penentuan agenda itu, tidak lain adalah proses dimana pokok-pokok persoalan tertentu, dari sekian banyak pokok persoalan yang potensial untuk menjadi perhatian para pembuat kebijakan, masuk dalam agenda kebijakan. Pada konteks kasus ini, keberadaan UU Pendidikan Kedokteran itu ternyata telah menjadi persoalan penting sehingga telah menjadi perhatian para pembuat kebijakan. Dalam hal ini aktor yang menjadi inisiatif adalah para anggota DPR (legislatif).

Terkait pembuatan kebijakan, kasus UU Pendidikan Kedokteran ini sesuai dengan istilah agenda yang menurut Kingdom (1984) berarti daftar pokok permasalahan yang pada waktu tertentu diberi perhatian serius oleh pejabat pemerintah dan orang-orang di luar pemerintahan yang terkait erat dengan para pejabat tersebut. Di luar semua pokok permasalahan yang terpikirkan dan yang diperhatikan, faktanya para pejabat menganggap beberapa permasalahan lebih penting daripada yang lain. Yang mana pada kasus UU Pendidikan Kedokteran ini aktor di luar pemerintahan dimotori oleh para pemikir anggota DPR dan didukung oleh para praktisi kedokteran seperti Konsul Kedokteran, Konsorium Dokter Indonesia (KDI), para akademik dari fakultas kedokteran di Indonesia. Sedangkan dari pihak pemerintah di fasilitasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sementara itu, terkait penetu agenda kebijakan ini bisa kita kaji dari dasar teori penentu kebijakan yang ada. Di sini, ada dua model teoritis penentuan agenda, yaitu: (a). Model Hall. Dalam pendekatan Model Hall (Hall et al., 1975) ini menyatakan bahwa sebuah pokok persoalan dan kemungkinan responnya akan masuk dalam agenda pemerintah hanya ketika pokok persoalan beserta respon tersebut memiliki keabsahan, kelayakan, dan dukungan yang tinggi.
Keabsahan ini meruapakan karakteristik pokok persoalan yang dipercayai pemerintah sebagai sesuatu yang harus mereka pedulikan dan sesuatu dimana mereka berhak atau berkewajiban untuk campur tangan. Untuk aspek lainnya yang dapat menentukan dalam penentuan kebijakan ialah terkait masalah kelayakan umum yang berpihak pada kepentingan rakyat umum. Sedangkan aspek terakhir dari Model Hall menyangkut masalah dukungan. Yakni dukungan yang mengacu pada pokok persoalan yang menyangkut dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang sulit dipahami namun penting, setidaknya menyangkut persoalan yang sedang dibicarakan masyarakat.

(b). Model Kingdon. Model Kingdon ini disebut dengan jendela kebijakan, yang didalamnya berisi jendela politik dan tiga alur proses politik (alur masalah, alur kebijakan, dan alur politik). Pendekatan John Kingdon (1984) ini berfokus pada peran pembuat kebijakan di dalam dan luar pemerintahan dengan mengambil keuntungan dari kesempatan-kesempatan penentuan agenda (baca: jendela kebijakan) untuk memasukkan hal-hal tertentu ke dalam agenda formal pemerintah.

Pada model Kingdon ini, alur masalah mengacu pada persepsi yang mengganggap masalah sebagai urusan publik yang memerlukan tindakan pemerintah dan dipengaruhi oleh usaha-usaha yang sebelumnya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggapi masalah tersebut. Untuk alur kebijakan sendiri, terdiri dari analisis yang berkesinambungan terhadap masalah dan solusi-solusi yang ditawarkan bersama-sama dengan perdebatan yang mengelilingi masalah tersebut dan kemungkinan tanggapan terhadapnya. Sedangkan untuk alur politik berjalan secara cukup terpisah dari kedua alur yang lain dan terdiri dari kejadian-kejadian dalam politik itu sendiri, seperti perubahan suasana politik nasional, perubahan dalam pemerintahan, dan kampanye-kampanye dari kelompok kepentingan tertentu.

Bila dicermati dari kedua model penentuan agenda kebijakan itu, maka pada konteks kasus penentuan agenda dari UU Pendidikan Kedokteran ini terlihat secara Model Hall memiliki keabsahan, kelayakan, dan dukungan tinggi dari para aktor yang terlibat dalam proses penyusunan agenda kebijakan tersebut. Sedangkan dari model Kingdon, terlihat secara alur masalah agenda UU Pendidikan Kedokteran itu merupakan urusan publik yang memerlukan tindakan pemerintah. Secara alur kebijakan, mulai dari penentuan agenda sampai penetapan UU Pendidikan Kedokteran terdapat analisis yang dikritisi oleh kalangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang awalnya menolak tapi pada akhirnya menerima dengan memasukan isu Dokter Layanan Primer (DLP) yang menggandeng Kementerian Kesehatan untuk terlibat dalam merevisi pasal-pasal terkait DLP tersebut. Padahal, dalam tahap sebelumnya Kementerian Kesehatan tidak banyak dilibatkan.

Demikian beberapa kajian dan diskusi yang coba saya sampaikan. Semoga bermanfaat dan salam sehat selalu. Aamiin. (Arda Dinata).
Reply
# Ajeng Prastiwi 2016-10-25 14:52
Melengkapi pernyataan pak arda, alur kebijakan juga dipengaruhi dengan pihak-pihak yang tidak terlihat diluar IDI, artinya pihak ini adalah pihak yang tidak setuju dan setuju secara tidak buka-bukaan. Pihak ini pun yg dapat mempengaruhi IDI yang awalnya tidak setuju menjadi setuju adanya RUU pendidikan kedokteran ini, kalo sepenglihatan saya, adanya pergantian kepemimpinan dimana celah ini yang mereka gunakan untuk masuk dan membuat kesepakatan bahwa mereka tak lepas dari orang-orang yang terlibat dibelakangnya setuju dengan RUU pendidikan kebijakan ini dengan syarat adanya keterlibatan IDI dalam perancangan UU atau kebijakan yang berhubungan dengan dokter. Sehingga dapat tercipta koordinasi yang baik dari pemerintah dengan pihak yang bersangkutan dalam hal ini IDI.
Saya juga menyoroti dari pihak lembaga eksekutif, yaitu kemenristekdikti yang tidak tegas atau masih ragu dengan RUU pendidikan kedokteran yang menanyakan kenapa harus ada RUU ini apabila UU kedokteran sudah cukup di sisi lain tetap harus mengesahkan, hal ini menambah ricuh suasana keresahan hati dokter, bagaimana nasib mereka. Sehingga sebaiknya harus dikaji kembali agar RUU ini akan mampu diterima semua pihak dan dapat meningkatkan ketegasan kemenristekdikti sebagai lembaga eksekutif
Reply
# Itsna Masyruha 2016-10-26 04:38
Sebagian besar saya setuju dengan analisis yang dilakukan oleh Pak Arda.
Menambah hasil analisis terkait dengan interest group yang terkait, terutama strategi dan aktivitas yang dilakukan oleh IDI, langkah IDI untuk menolak pembahasan RUU dengan cara walkout ternyata tidak tepat. IDI seperti menjadi kehilangan peran sebagai sectional group yang seharusnya memiliki posisi "tawar-menawar" terhadap kebijakan-kebijakan yang disusun dan memiliki posisi yang kuat untuk mempengaruhi kebijakan justru memilih untuk menjadi outsider. Pada akhirnya, kebijakan yang telah ditetapkan tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan terutama dengan isu DLP
Reply
# arfiny ghosyasi 2016-10-27 06:44
selamat siang
penjelasan pak Arda sangat lengkap sekali mengenai masalah kebijakan pendidikan dokter. dan penjelasan teman-teman semua juga sudah memperjelas dari materi yang telah kita diskusi dikelas.
saya ingin bertanya dan menyempaikan satu hal yang mengganggu pikiran saya selama belajar tentang kebijakan pendidikan dokter kemarin. apa hubungannya kita mempelajari dan apalagi dijadikan bahan diskusi tentang pendidikan dokter dikelas, sedang kita adalah kesehatan lingkungan. kita juga bukan IDI, tapi harus ikut menganalisis dan berdiskusi tentang kebijakan dokter.
mohon pak arda atau teman-teman yang lain mennaggapi apa yang saya pikirkan. apakah itu salah? atau kita memang harus tau dan paham betul tentang UU pendidikan dokter tersebut? dan apa pengaruhnya terhadap ilmu yang harusnya kita tekuni yaitu kesehatan lingkungan?
terima kasih :)
Reply
# Rusdy I. Miolo 2016-10-27 18:51
Saya mencoba menjawab Pentanyaan Mba Arfini :

Dalam Kuliah KMPK ini diharapakan Basic Magister Public Health mampu memahami proses penyusunan dan pembuatan kebijakan terutama dibidang Kesehatan. karena kita sebagai pelaku teknis dilapangan akan mampu beradaptasi dengan kebijakan yang mengatur langkah dan strategi kita dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Terkadang kita sebagai pelaksana teknis terhalang dalam berkarya, dan berkreatif sebagai pelaku kesehatan karena terbentur oleh SEBUAH KEBIJAKAN. Namun dengan memahami tentang Prinsip dan ilmu KEBIAJAKAN maka justeru akan lebih ber inovatif dalam melaksanakan program Kesehatan. Kita dapat memberikan masukan atau konsep program yang ideal yang akan dijadikan dasar dalam pembuatan kebijakan. kita akan menjadi pemberi solusi terhadap kebijakan yang tidak sesuai. Kita akan menjadi bijak dalam menyikapi sebuah kebijakan. kita akan selalu berpikiran KRITIS dalam membangun kesehatan. bukan berpikiran KRITIK yang tidak memiliki SOLUSI.
Materi Diskusi Undang undang Pendidikan Kedokteran hanyalah Contoh Kasus bagaimana kita memahami TEORI kebijakan. Semakin banyak kasus yang kita pelajari adalah untuk memperdalam pemahaman dan pengetahuan kita tentang KEBIJAKAN.
dengan demikian kasus apapun dalam bidang kesehatan termasuk kasus KESEHATAN LINGKUNGAN dapat kita sikapi dan berikan soluisinya.

Tapi saya senang adanya pertanyaan mba arfiny yang bisa dijadikan sebagai masukan agar dalam kasus kasus berikutnya akan ada kasus tentang Kesehatan Lingkungan...
Reply
# Muhammad Ichsan H 2016-10-26 07:04
Menambahkan Pak Arda, Sejak awal terjadi pertentangan karena dalam hal ini DPR tidak melibatkan berbagai elemen yang berkecimpung di bidang kesehatan sehingga terkesan hanya di putuskan oleh sebagian pihak. IDI berpendapat bahwa UU tersebut tumpang tindih dengan kebijakan yang telah ada, seperti kebijkan muktamar ke 29 IDI, sudah ada Standard Kompetensi Dokter Indonesia (2012) serta kurangnya sarana dan prasarana dalam mensukseskan UU tersebut. IDI menilai karena adanya UU ini dan muncul isu DLP dianggap membuang kas negara dalam mensekolahkan kembali dokter umum guna menjadi DLP. Seakan-akan SKDI tidak lah cukup, sedangkan di Indonesia ada 15% puskesmas yang tidak memiliki dokter. Harus ada jalan tengah sehingga kebijakan selalu berpengaruh positif pada rakyat, tidak hanya mnguntungkan kelompok yang “bermain” saja.
Reply
# Bekti Nur aini 2016-10-26 16:55
Menurut saya DPR tidak melibatkan berbagai elemen dalam merumuskan UU tersebut mungkin karena DPR merasa lebih mempunyai kekuasaan, posisinya lebih tinggi yakni sebagai badan legistatif yang bertugas menetapkan undang-undang yang mengatur sebuah negara. Kasus tersebut terlihat bahwa kekuasaan politisi menonjol dalam perumusan UU. Politisi memprakarsai perumusan kebijakan dalam area yang menjadi perhatian politik utama, yakni sebagai politik tingkat tinggi. Akan tetapi saya setuju dengan pendapat Mas Ichsan bahwa terdapat kepentingan masing-masing aktor yang berbeda. Hal tersebut menyebabkan kurangnya koordinasi yang dapat terjalin.
Pada saat perumusan, IDI melakukan walk out karena tidak bisa menerima RUU yang sedang dirumuskan. Namun apabila kita amati bersama-sama, masih ada anggota perumusan UU yang masih bertahan untuk turut serta dalam perumusan. Hal tersebut menggambarkan bahwa DPR masih mendapatkan dukungan yang setidaknya faktor dukungan tersebut dapat memperkuat pengambilan keputusan.
Reply
# Rusdy I. Miolo 2016-10-28 08:16
Menanggapi Komentar Bung Ichsan

say Berpendapat bahwa :

Pendapat IDI tentang Tumpang Tindih dengan kebijakan yang sudah ada menurut saya sebenarnya itu KELIRU. karena kita bisa melihat uraian awal tentang AGENDA kebijakan Undang Pendidikan Kedokteran No 20 2013 (UU baru) bahwa ada 4 agenda yaitu :
1. Memperkuat peran Negara dalam Pendidikan Kedokteran
2. Memperkuat Syarat Pendirian Pendidikan Kedokteran
3. Meningkatkan Subsidi Pemerintah Untuk Pendidikan Kedokteran
4. Perbaikan Sistem pendidikan residen sebagai tenaga kerja

Tujuan dan instrument dalam pembuatan undang undang lebih mengarah pada 4 masalah tadi. Undang undang sebelumnya dilengkapi bukan ditambah kemudian ada tumpang tindih. untuk menilainya dapat dilihat uraian Fakta dibawah ini sebagai dasar pembuatan undang undang No. 20 Tahun 2013.
Beberapa FAKTA yang ditemukan dalam implementasi pendidikan kedokteran yang ada sampai dengan sekarang ini dan telah diperbaiki dalam undang undang no 20 tahun2013

1. Undang Undang Pendidikan Nasional dan PP yang mengatur Pendidikan Kedokteran Tidak mampu mengatasi Pemerataan Pelayanan Kesehatan terkait tenaga medis.
2. Syarat Pendirian Pendidikan Dokter sangat mudah walaupun hanya didukung oleh perlengkapan yang minim, kurangnya tenaga dosen, dan terindikasi sebagai situasi Mekanisme Pasar yang berorientasi pada keuntungan. Artinya orang yang masuk kedokteran harus menyiapkan dana awal yang begitu banyak sehingga masyarakat tidak mampu tidak bisa ikut pendidikan kedokteran
3. Pendidikan Tenaga Kedokteran mempunyai situasi yang sangat dipengaruhi oleh Ikatan Profesi
4. Kebijakan Pro Daerah terpencil tidak terlihat jelas, antara lainnya penempatan dokter tidak merata
5. Residen belum menjadi bagian penting dalam sistem pelayanan kesehatan. masih berorientasi University bukan berorientasi pelayanan
6. IDI mempunyai kekuasaan yang cenderung besar dan ada monopoli dan ini berada pada pengelolaan pendidikan oleh kolegium sampai ke pengaturan distribusi

Dan fakta inilah yang menjadi bagian dari content kebijakan UU No. 20 Tahun 2013. sedangkan persoalan lainnya masih mengacu pada undang undang pedidikan sebelumnya.
Reply
# Rusdy I. Miolo 2016-10-28 08:29
menyambung tanggapan saya atas komentar bung ihsan : (Maaf salah reply awalnya)

Terkait DLP yang dianggap sudah cukup dengan SKDI maka saya sampaikan beberapa sumber mengenai apa itu DLP

1. Menurut Menkes ibu Nila F. Moeloek.
Program studi Dokter Layanan Primer merupakan pendidikan kedokteran lanjutan dari program profesi dokter yang setara dengan jenjang spesialis. “Pendidikan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dokter agar mampu mengedukasi dan mengadvokasi masyarakat melalui sosialisasi yang diberikan para DLP kepada keluarga, sehingga pencegahan penyakit dapat dilakukan sejak dini.

2. Rektor Unpad, Prof. Tri Hanggono Achmad, menjelaskan, pembukaan program studi Dokter Layanan Primer di Unpad dilakukan untuk meningkatkan proses layanan kesehatan masyarakat, terutama untuk aspek promotif dan preventif. DLP adalah dokter spesialis di bidang generalis yang secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip Ilmu Kedokteran Keluarga, ditunjang dengan Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu Kesehatan Masyarakat dan mampu memimpin maupun menyelenggarakan pelayanan kesehatan primer.
“Dengan kompetensi yang semakin baik, khususnya kapasitas layanan primer yang mendorong ke arah pengolahan kesehatan primer yang komprehensif, apalagi dengan implementasi BPJS sekarang, harapannya nanti, aspek-aspek preventif, pengelolaan kesehatan masyarakat itu akan semakin baik, dengan dasar ilmu kedokteran yang lebih kuat,” ujar Rektor Unpad saat melakukan Jumpa Pers di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Senin (25/07).
Dengan layanan primer yang semakin baik, diharapkan angka kesakitan masyarakat pun akan semakin menurun karena sudah dilakukan berbagai promosi kesehatan dan tindakan pencegahan. “Ini perlu, kapasitas-kapasitas dokter yang kuat di aspek preventif promotifnya, dengan pengelolaan kesehatan masyarakat yang lebih baik lagi, yang tidak cukup hanya mengandalkan puskesmas-puskesmas yang ada,” kata Rektor.
Reply
# Noor Rosyidah Amini 2016-10-27 00:20
saya setuju dengan yang dikatakan oleh mas Ichsan, bahwa dalam perumusan masalah justru tidak melibatkan kelompok profesi yang sangat terpengaruh terhadap jalannya kebijakan nantinya. Terlihat kekuatan dari legislatif yang diwakili dari partai politik sangatlah kuat dan lembaga eksekutif tidak memiliki pandangan yang jelas terkait penyusunan UU ini. Kemudian menanggapi isi dari kebijakan juga menyimpang dari rumusan awal. keberadaan agenda UU adalah untuk memperkuat peran negara dalam pendidikan kedokteran dan memperketat syarat pendirian pendidikan kedokteran, meningkatkan subsidi pemerintah untuk pendidikan kedokteran, mengatur beasiswa yang dikaitkan dengan penempatan, serta perbaikan sistem pendidikan residen sebagai tenaga kerja tapi justru ada isu DLP yang membuat dokter seperti "harus sekolah lagi" selama 3 tahun meninggalkan tempat kerjanya yang menyebabkan kekurangan dokter.
Reply
# Nurfitria Hariyani 2016-10-27 00:39
memang benar pembentukan RUU ini atas dasar inisiatif anggota DPR yang mengkhawatirkan sistem pendidikan kedokteran di indonesia yang katanya jauh dari mutu, penyeleksiaan yang tidak ketak, dan di duga adanya pasar bebas dalam pendidikan kedokteran, sehingga DPR berinisiatif membuat RUU pendidikan kedokteran ini, namun lagi-lagi permasalahan. karena setiap aktor memiliki perbedaan kepentingan, tidak terjalinnya komunikasi yang jelas. aktor yang terlibatpun dalam pembentukan RUU tidak melibatkan orang-orang yang memang berkompeten didalamnya. Kementrian kesehatapun tidak berani mengambil langkah lebih dalam urusan ini, karena mereka beranggapan bahwa hukum bukan ranah mereka. sedangkan IDI yang seharusnya berkontribusi besarpun menolak dan memilih untuk tidak berkontribusi dalam pembentukan RUU ini dengan alsan bahwa UU praktik kedokteran telah mencakup semua kepentingan kedokteran. Namun akhirnya IDI kemudian kembali masuk dalam pembentukan RUU ini, mungkin karena adanya negosiasi-negosiasi dan kepentingan yang sama dengan ketua DPR yang baru, dan lagi-lagi sistem politik selalu bermain didalam setiap penentu kebijakan.
Reply
# Ayu Wulandari 2016-10-27 01:50
Salam sehat...
Saya berpendapat bahwa sebenarnya RUU Pendidikan Kedokteran dibuat berdasarkan berbagai macam alasan yang garis besarnya adalah "Mutu pendidikan menjadi permasalahan besar dan Kualitas pendidikan bervariasi antar fakultas kedokteran", tetapi pengesahan RUU ini terkesan masih saja alot tidak pernah berujung. Hal ini tidak terlepas dari unsur yang disebutkan oleh pak Arda diatas dan tidak bisa dihindari pula unsur politik yang dijelaskan oleh mbak Bekti ikut andil dalam proses pengesahan RUU Pendidikan Kedokteran, dimana unsur politik ini mengarah pada kepentingan seseorang ataupun organisasi yang menjadikan proses sangat alot.
Reply
# Yaniar N.Wokas 2016-10-27 17:22
Pertentangan antara stackholder dalam penyusunan agenda sampai paskah pengesahan UU pendidikan kedokteran memang sudah sewajarnya terjadi. Menurut saya sudah seharusnya terjadi bila dilihat dari model 3 alur pengaturan agenda menurut kingdon dimana organisasi IDI dan jaringannya dalam alur masalah mempersoalkan upaya DPR dalam membuat UU pendidikan kedokteran sementara sudah ada UU Pendidikan Nasional namun upaya IDI dan jaringannya ini tidak mampu mempengaruhi DPR dalam membatalkan penyusunan UU ini karena content yang diperjuangkan oleh IDI tidak sesuai dengan content agenda kebijakan. Hal ini dibuktikan dengan ditolaknya upaya hukum IDI oleh MK.
Sehingga saran saya adalah seharusnya IDI dan jaringannya sebagai interest group dan proses kebijakan pilihannya adalah amandemen undang-undang Nasional bukan membuat undang-undang baru dengan mengacu pada content kebijakan yang telah disusun dalam agenda kebijakan artinya bahwa amandemen undang-undang ini berisi tentang hal yang menjawab masalah pendidikan kedokteran dewasa ini sehingga pendidikan kedokteran tidak lagi dalam situasi mekanisme pasar dan lain sebagainya yang berasaskan keadilan.
Reply
# Rusdy I. Miolo 2016-10-27 18:17
Penentuan agenda kebijakan yang dilakukan oleh policy makers undang undang pendidikan Kedokteran No.20 tahun 2013 sudah sesuai dengan content dan tahapan penyusunan agenda. Content yang mendasari penyusunan undang undang sangat jelas merupakan upaya melengkapi Undang – undang pendidikan Nasional dan berbagai PP yang mengatur pendidikan Kedokteran. Pertentangan antara stake holder seharusnya tidak terjadi bila organisasi IDI dan jaringannya melihat secara jelas content kebijakan. bila Organisasi IDI mempersoalkan adanya undang undang Baru tentang pendidikan Kedokteran maka usul yang tepat disampaikan adalah amandemen undang Undang pendidikan Nasional. Upaya Upaya Yudicial Review dan Legislatif Review menurut saya adalah upaya yang sia sia karena content kebijakan sangat kuat dan tidak mempengaruhi keputusan Mahkamah Konstitusi. Dan itu terbukti bahwa stake holder yang tadinya kontra menjadi pro disebabkan karena RUU ini sangat realistis dalam menyikapi permasalahan pendidikan kedokteran sekarang ini terutama situasi yang mengarah pada mekanisme pasar yang liberal.
Dalam hal pendekatan alur masalah kebijakan, saya melihat adanya jendela kebijakan yang yang diperjuangkan oleh sebagian kelompok inters untuk menembus dan mempengaruhi proses penyusunan kebijakan. namun karena hal ini tidak mampu mempengaruhi situasi untuk memenuhi harapan tersebut karena sikap dan pertimbangan yang mereka sampaikan tidak menjawab konten agenda kebijakan. dalam alur kebijakan. DPR tetap konsisten dalam menganalisis masalah yang mendasari penyusunan undang undang. Antara lainnya Yaitu :
1. Pendidikan Kedokteran berada pada situasi mekanisme pasar.
2. Kebijakan Pro daerah terpencil terlihat tidak jelas
3. Pendidikan residen bersifat university based bukan hospital based
4. Tidak ada pemisahan antara kolegium dan union
Selanjutnya DPR tetap konsisten dalam pemecahan masah yang mampu mereformasi masalah pendidikan kedokteran yang diperlihatkan dengan melanjutkan proses penyusunan dan pengesahan Undang walaupun tidak dihadiri oleh organisasi IDI yang walk out dengan berdasarkan pada alur kebijakan dan politik.
Terkait persoalan sikap dan koordinasi berbagai lembaga saya melihat bahwa sikap awal kementrian kesehatan memang sudah sewajarnya karena Undang undang pendidikan sudah ada dan itu berada pada wilayah kementrian pendidikan. Namun seharusnya Kementrian Kesehatan menjadi aktor yang terlibat dalam memberikan informasi yang jelas terhadap permasalahan dan solusi terbaik dalam hal Pendidikan Kedokteran. Sehingga faktor Interst Grup yang ada dalam proses penyusunan kebijakan ini meperoleh titik temu.
Aspek kekuasaan dalam menentukan kebijakan menurut saya adalah DPR maupun kementrian pendidikan harus menyikapi secara bijak terhadap taktik dan strategi kelompok interst terutama kelompok kontra. karena hal ini bisa berdampak pada implementasi Undang undang pendidikan kedokteran. Penyusunan Undang Undang Pendidikan No 20 Tahun 2013 bukan sepenuhnya alternantif pemecahan masalah bila undang undang baru tidak diimplementasikan. Menurut saya dalam aspek ini DPR dan Kementrian Pendidikan perlu melibatkan kementrian kesehatan secara aktif karena sesungguhnya implementasi Undang undang ini sangat berdampak pada masalah kesehatan yang terkait dengan Tenaga Kesehatan.
Reply
# Ani Muliyani 2016-11-03 15:24
menurut saya seharusnya ada komunikasi yang intensif antara stakeholder tentang kebijakan pendidikan kedokteran ini. agar tidak ada pihak yang "merasa" dirugikan. Proses kebijakan dari awal penyusunan hingga pengaplikasiannya seharusnya tidak hanya berpangku pada satu interest group saja.
Reply

Add comment

Security code
Refresh