Di akhir pembahasan ada pernyataan mengenai masalah kebijakan. Masalah-masalah kebijakan yang ada dalam kasus ini dapat dikelompokkan menjadi:

  1. Pelaksanaan Kebijakan mempunyai kemungkinan menghasilkan keadaan yang tidak sesuai dengan tujuan kebijakan ditetapkan.
  2. Penelitian monitoring kebijakan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan.

Silahkan anda memberi komentar, atau tambahan untuk masalah kebijakan yang ada di balik Kasus tersebut.

 

Comments  

# Luqman Afifudin 2016-10-31 14:03
pada pembahasan permasalahan JKN terdahulu sudah disampaikan bahwa program ini memang sarat dengan permasalahan mulai dari penyusunan RUU, tim penyusun naskah akademik, mandegnya proses pembahasan lanjutan sampai dengan tiba-tiba munculnya JKN per 1 Januari 2014 dan pada akhirnya kita bersama ketahui bagaimana pelaksanaan program JKN di lapangan. Sebenarnya kita semua sudah tahu kenapa JKN diadakan dan pada pelaksanaannya banyak sekali permasalahan sehingga pada kesimpulannya bahwa JKN ini belum sesuai dengan tujuannya memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, ada apa sebenarnya? intinya memang belum meratanya ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai dan sumberdaya kesehatan yang masih terbatas sehingga berakibat munculnya permasalahan dalam segi pemanfaatan JKN.
Pendapat saya, sebenarnya negara kita belum siap menyelenggarakan sistem pembiayaan kesehatan menyeluruh seperti JKN ini, kenapa demikian? Konsep memandirikan masyarakat untuk hidup sehat belum sepenuhnya tercapai melalui upaya pemberdayaan berbasis UKBM yang salah satu indikatornya adalah adanya penyelenggaraan JPKM atau dana sehat, upaya ini menjadi indikator kesiapan masyarakat dalam menyelenggarakan pembiayaan kesehatan melalui sistem iuran rutin, digunakan untuk membantu jika ada anggota yang sakit atau warga miskin yang membutuhkan biaya lebih. program ini belum sepenuhnya berhasil namun kenapa tiba-tiba muncul JKN yang jelas punya prinsip yang sama dengan Dana Sehat?pasti akan tidak berhasil juga kan dan kenyataannya demikian, dimana kementerian kesehatan hadir? dan pendapat saya, saya cukup pesimis JKN saat ini akan berhasil sesuai dengan tujuannya diluar permasalahan penyediaan fasilitas dan SDM karena "masyarakat belum berdaya"
Reply
# Ridwan Syukri 2016-11-01 06:58
1. Pelaksanaan kebijakan JKN berpotensi menghasilkan keadaan yang tidak sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri. Pernyataan tersebut ada benarnya tetapi tidak sepenuhnya salah, haruslah kita lihat dalam dua dimensi penilaian. (1) Bisa dikatakan tidak sesuai dengan tujuan dikarenakan pelaksaanaan JKN dilapangan banyak sekali menimbulkan permasalahan. Misalnya: adanya dikotomi tentang puskesmas yang memiliki SDM lengkap mendapatkan klaim kapitasi jasa pelayanan yang lebih besar daripada puskesmas yang SDM nya kurang lengkap. Jika ditinjau dari kualitas pelayanan, hal ini tentu boleh-boleh saja. Tetapi jika ditinjau dari asas keadilan, tentu saja menjadi sesuatu yang kurang adil. Karena puskesmas yang kurang lengkap SDM nya pun tetap memberikan pelayanan yang bermuara pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Kiranya harus dibuatkan regulasi baru agar puskesmas yang kurang lengkap SDM tetap mendapatkan jumlah dana kapitasi sama besar dengan puskesmas yang lengkap SDM. Sambil berproses melengkapi kekurangan tenaga di puskesmas yang bersangkutan. (2) Bisa dikatakan sesuai dengan tujuan yaitu, faktanya kebijakan JKN dewasa ini sangat membantu pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini bisa kita lihat, semenjak dibukanya keran JKN, masyarakat berbondong-bondong mendatangi puskesmas, jumlah kunjungan pasien selalu ramai setiap harinya. Ini tidak pernah terjadi sebelum era JKN. Hal ini dikarenakan masyarakat telah dapat mengakses fasilitas kesehatan tanpa khawatir akan mengeluarkan biaya yang besar. Karena semua pembiayaan telah dicover dalam JKN, dan hal tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang 1945, bahwa setiap warga negara diseluruh wilayah Republik Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa terkecuali.
2. Monoring kebijakan dalam hal ini JKN memang tidak mudah dilakukan, karena Indonesia merupakan Negara dengan luas wilayah yang sangat besar, dengan jumlah penduduk yang besar dan persebarannya tidak merata sampai kepulau-pulau terluar, sehingga sangat sulit bagi negara untuk menyiapkan sarana prasarana kesehatan yang memadai untuk mendukung JKN. Selanjutnya dalam hal kebijakan ini sendiri merupakan sebuah kebijakan yang baru di Indonesia, sehingga dalam implementasinya sangat memungkin terjadinya kesalahan, kekeliruan dan kekurangan. Tetapi hal itu hendaknya tidak menjadi pertimbangan untuk menganulir kebijakan JKN ini.
Reply
# Bernike sofia zega 2016-11-02 10:48
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada dasarnya memiliki tujuan yang baik. Sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Seluruh rakyat diharapkan mendapatkan keadilan dalam bidang kesehatan. Hanya saja, sebagaimana yang menjadi topik permasalahan sebelumnya, bahwa dalam penyusunan undang-undang ini, aktor yang berperan masih kurang tepat. Penyusunan RUU ini menggunakan teori implementasi kebijakan “top-down” dimana kebijakan ini dibuat oleh pihak yang berada di tingkat tinggi dan tingkat-tingkat dibawahnya tinggal melaksanakan prakteknya berdasarkan setting tujuan yang dimaksudkan oleh tingkat lebih tinggi. Hal ini akhirnya mengakibatkan adanya kesenjangan. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan kondisi setiap daerah penerima keputusan. Pelaksanaan kebijakan ini akan berbeda antara fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki tenaga kesehatan yang lengkap dengan fasilitas pelayanan kesehatan dengan tenaga kesehatan yang kurang memadai.
Monitoring kebijakan tentu perlu dilakukan. Monitoring kebijakan ini diperlukan agar kesalahan awal dapat segera diketahui dan diperbaiki sehingga mengurangi resiko yang lebih besar lagi. Monitoring juga diperlukan agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan dan sasaran. Hanya saja, dengan keterbatasan sarana dan prasarana monitoring kebijakan menjadi sulit dilakukan. Kegiatan ini tentunya membutuhkan sumber daya yang cukup banyak agar dapat terealisasi. Namun tidak dapat dipungkiri bawah monitoring kebijakan sangat dibutuhkan untuk memantau kebijakan yang sedang dilaksanakan.
Reply
# Irma Alya Safira 2016-11-02 12:48
Pelaksanaan kebijakan yang bersifat top-down adalah kebijakan yang dicetuskan oleh pemerintah dan sangat sentral atau berpusat pada pemerintah dan masyarakat mengikuti karena berkaitan dengan hidupnya. Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada saat ini sekiranya didasarkan pada Pancasila sila kelima yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun Undang-Undang pasal 28H ayat (1) (2) (3) UUD 1945 yang menyatakan setiap irang berhak hidup sejahtera, memperoleh pelayanan kesehatan guna mencapai keadilan dan setiap orang behak atas jaminan sosial. Pasal 34 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945 menyatakan negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Penerapan JKN diharapkan memperbaiki kinerja sistem pelayanan kesehatan meningkatkan kesehatan masyarakat, dan memperbaiki kesejahteraan profesi. Keberhasilan JKN dapat dilihat dari masyarakat mengadopsi paradigma sehat. Program promotif dan preventif lebih diutamakan dibandingkan kuratif, agar paradigma sehat semakin meluas dan negara tidak terbebani dengan anggaran untuk mengatasi penyakit atau wabah. Salah satu artikel yang pernah saya baca, minimnya subsidi dari pemerintah dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya penurunan standar jaminan kesehatan yang sebelumnya diterima pekerja. Ketidakstabilan ekonomi negara seperti krisis ekonomi dikhawatirkan akan mengancam eksistensi negara dalam mengalokasikan anggaran bagi implementasi program ini. Belum adanya kesiapan infrastruktur, luasnya wilayah Indonesia, dan masyarakat yang heterogen dapat menjadi kesulitan tersendiri dalam melaksanakan jaminan sosial secara adil. Monitoring pelaksanaan JKN dari berbagai pihak, khususnya akdemisi yang melakukan penelitian tau riset terkait tercapainya keadilan sosial dengan adanya JKN, sekiranya terdapat beberapa poin penilaian, yaitu aspek penerima bantuan iuran kedepannya butuh verifikasi dan validasi data agar lebih tepat sasaran, dari aspek pelayanan kesehatan pentingnya ketersediaan layanan yang berkualitas dan mudah diakses, aspek keuangan butuh transparasi. Maka, suatu kebijakan yang berjalan butuh monitoring dan pengawalan agar sesuai dengan tujuan awal dan hal yang melatar belakangi proses yang sedang berjalan.
Reply
# Tika Amimah Hasibuan 2016-11-03 08:06
Pada dasarnya kebijakan dibentuknya BPJS merupakan tujuan yang sangat mulia, mengimplementasikan sila pancasila keempat yakni menciptakan kesejahteraan kepada seluruh rakyat. Namun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan yang terjadi. Salah satunya adalah masalah sentralisasi kebijakan yang bersifat up to down membuat kebijakan tidak dapat berjalan sesuai dengan tujuan awalnya. Hal ini terjadi karena aktor pembuat kebijakan tidak memperhatikan kondisi-kondisi yang ada di lapangan, misalnya saja pelaksanaan BPJS di daerah 3T yang sangat minim atau bahkan tidak ada fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan. Hal ini tidak sesuai dengan asas kesejahteraan sosial yang dicanangkan oleh BPJS, karena hanya masyarakat yang berada diperkotaan yang dekat dengan fasilitas kesehatan saja yang dapat memanfaatkan BPJS, sedangkan masyarakat yang ada di daerah 3T fasilitas kesehatan yang sulit dijangakau serta minimnya tenaga kesehatan. Maka perlu untuk memperbaiki sistem kebijakan dari up to down, menjadi di kombinasikan dengan sistem bottom up agar kebijakan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang semestinya dengan mempertimbangkan keadaan yang ada di lapangan.
Penelitian monitoring kebijakan memang sulit dilakukan, karena membutuhkan biaya yang cukup banyak dan waktu yang relatif tidak singkat. Akan tetapi hal ini tetap harus dilakukan demi perbaikan implementasi program kebijakan yang sudah ada. Sehingga pelaksanaan kebijakan BPJS yang saat ini masih banyak masalah dan kekurangan dapat diatasi sedikit demi sedikit, jika dilakukan monitoring pelaksanaannya.
Reply
# Cati Martiyana 2016-11-03 09:14
Terkait dengan dua poin utama yang menjadi isu dalam menyikapi beberapa kebijakan yang ada di Indonesia, saya sepakat dengan keduanya.
1. Pelaksanaan Kebijakan mempunyai kemungkinan menghasilkan keadaan yang tidak sesuai dengan tujuan kebijakan ditetapkan.
Sepakat dengan pernyataan tersebut, karena sebuah kebijakan yang dapat berjalan baik dalam masyarakat seharusnya diciptakan/ disusun dengan apik pula sedari awal. Artinya, sebuah masalah yang dapat masuk menjadi agenda kebijakan seharusnya sudah melalui kajian yang komprehensif dengan pelibatan berbagai aktor (elit politik/ pengambil keputusan, rekomendasi berbasis evidence based dari peneliti, akademisi, organisasi profesi, delegasi masyarakat dan sebagainya). Namun demikian, berbagai kebijakan yang ada dalam kasus minggu ke-4 ini, seperti JKN, LDP dan sejenisnya sepertinya tidak melakukan bagian dari proses penyusunan kebijakan tersebut. Sebuah kewajaran apabila kebijakan yang dilakukan dalam perjalanannya masih memerlukan perbaikan/ revisi pada bagian tertentu. Akan tetapi, apa yang terjadi pada implementasi JKN misalnya menjadi sebuah hal yang bukan sekedar memperbaiki/ merevisi karena jika dikaji ulang kebijakan tersebut memang belum siap diimplementasikan di Indonesia. Sementara LDP cenderung menjadi kebijakan yang tidak diperlukan dalam sistem kesehatan/ kedokteran di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, maka kualitas proses penyusunan kebijakan (hulu) akan menimbulkan dampak ikutan pada implementasi kebijakan tersebut (hilir). Artinya, proses penyusunan kebijakan yang dilakukan secara komprehensif dan “benar” akan memunculkan kebijakan yang baik dan benar pula dengan beberapa revisi untuk tujuan kontinuitas. Berbeda dengan kebijakan JKN atau LDP yang tampak dipaksakan, sehingga membutuhkan effort besar dalam rangka memenuhi kelayakan implementasi dari berbagai pihak/ lini.
2. Penelitian monitoring kebijakan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan.
Sepakat pula dengan pernyataan kedua ini, karena kebijakan yang ada/ muncul seringkali bersifat politis, termasuk JKN atau LDP. Kebijakan yang ada diusung oleh kekuatan elit atau modal yang notabene sarat kekuasaan, tidak mudah untuk digoyahkan. Adapun jika implementasi kebijakan yang dimonitoring oleh internal lembaga akan menimbulkan kecenderungan subyektifitas yang jelas menguntungkan lembaga dan kebijakannya, sementara jika dilakukan oleh eksternal lembaga yang independen tidak akan mudah untuk mengakses data, sehingga objektifitas yang diperoleh kemungkinan akan menjadi terbatas atau menjadi monitoring “pesanan” juga dimungkinkan terjadi. Tidak mudah untuk melakukan monitoring kebijakan. Revolusi mental menjadi solusi jangka panjang yang diperlukan dalam sistem pemerintahan Indonesia dengan tujuan menciptakan pemerintahan yang akuntabel, transparan dan kredibel. Artinya para pengambil keputusan diharapkan tidak dominan melakukan keberpihakan terhadap pihak tertentu dalam kebijakan tertentu, tetapi penyusunan kebijakan berdasarkan pada prioritas masalah dan kemaslahatan masyarakat. Sistem pendidikan dapat berkontribusi dalam menciptakan mental-mental manusia yang baik; melalui sistem pendidikan dengan content budi pekerti sejak dini dapat memupuk individu untuk komit terhadap “jalan lurus” dalam berkontribusi di dunia politik.
Reply
# Windri Lesmana R 2016-11-03 09:45
Jaminan nasiona memiliki cita-cita yang mulai bagi pencapaian kesehatan dan kesejahteraan seluruh rakyat di negeri ini, akan tetapi kita sadari bersama memang dalam proses penyusunan kebijakannya tidak se sempurna yang diharapkan, segi aktor penyusun yang masih kurang melibatkan peran-peran dari stekholder terkait seperti yang telah dibincangkan pada kasus minggu 1 yang lalu, penyusunan rancangan undang-undang menganut sistem “top-down”, yaitu pembuat kebijakan menjadi prioritas pihak-pihak di tingkat tinggi, sedangkan pada level bawah hanya kebagian menjalankan saja alias tau beres namun ternyata tidak bisa “seberes” yang diharapkan. Seharusnya tidak demikian, Terkait kesenjangan JKN di daerah maju vs daerah belum maju, aspek keadilan harusnya ditonjolkan dalam situasi seperti ini, perbaikan yang diharapkan dari sistem iuran, sesuaikan dengan kmampuan masyarakat wilayah setempat (desentralisasi),, penuhi ketersediaan tenaga kesehatan yang memadai dan berkualitas, saran dan prasarana terkait pelayanan kesehatan yang menunjang serta pendanaan yang diorganisir dengan baik, jujur dan mampu dipertanggung jawabkan dari APBN dan APBD. Sepakat dengan perbaikan sistem kebijakan yang telah direncanakan dan disusun (dalam skenario kasus). Peran lintas sektor dikuatkan dengan kinerja yang akuntabel, kredibel dan transparan, kerjasama antar pemerintah dengan swasta serta organisasi non pemerintah atau LSM terkait perlu lebih dimasifkan. Mengutip sila ke lima Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Perlu revolusi dalam sistem JKN, untuk Indonesia lebih sehat.
Reply
# #Laode Reskiaddin 2016-11-03 12:54
Mohon izin berkomentar, Pada dasarnya kebijakan JKN ini sudah bersifat top-down, BPJS sebagai aktor yang menjalankan kebijakan tersebut sudah berusaha mensosialisaikan kebijakan ini ke tingkat paling bawah dengan tujuan untuk mengcover pelayanan kesehatan dasar untuk semua masyarakat. Tapi kenyataannya layanan kesehatan hanya bisa dinikmati pada daerah dengan kondisi fasilitas pelayanan kesehatan yang baik, akses terjangkau dan mempunyai SDM yang memadai dan profesionaisme. Sedangkan sebagian daerah belum sepenuhnya mendapatkan jaminan kesehatan masyarakat secara baik. Ketersediaan dan peerataan sarana prasarana masih menjadi momok dalam permasalahn ini sehingga hasilnya belum maksimal. Olehnya itu, perlu adanaya penelitian monitoring dilakukan dengan harapan aktor yang dilibatkan ialah pihak lain diluar yang berkepentingan dengan JKN di tiap daerah sehingga permasalahan yang terjadi di tiap daerah bisa dijadikan bahan evaluasi untuk pengembangan program dan kebijakan selanjutnya.
Terima Kasih.
Reply
# Apriliana Dany Susan 2016-11-03 13:21
Tidak dapat dipungkiri bahwa ketidakmerataan tenaga kesehatan memang menjadi masalah yang utama dalam kesehatan. Dimana tenaga kesehatan khususnya dokter dan dokter spesialis lebih banyak terpusat pada kota - kota besar yang memiliki sarana prasarana kesehatan yang lengkap. Pemerataan tenaga kesehatan dapat dilakukan salah satunya dengan sistem kontrak instansi atau organisasi. Seperti yang sudah disampaikan dalam kuliah bahwa sistem kontrak yang dilakukan di NTT dengan rumah sakit yang ada di jawa dan bali bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis, bisa di aplikasikan ke daerah - derah yang mempunyai masalah yang sama. Untuk puskesmas yang ada di Jawa beberapa sudah BLUD sehingga tidak kesulitan dalam megatasi kekurangan pegawai atau tenaga medis. Tidak lagi mengandalkan pengangkatan CPNS Daerah karena puskesmas sudah dapat menggaji karyawan BLUD dengan dana kapitasi dari BPJS. Tujuan puskesmas dalam mengangkat dokter atau dokter gigi bukan hanya semata - mata untuk memberikan peningkatan pelayanan kepada masyarakat tetapi juga untuk mendapat kapitasi yang lebih tinggi dikarenakan ada perbedaan jumlah kapitasi yang diberikan jika ada dan tidak ada dokter dan dokter gigi. Jadi sudah berorientasi kepada keuntungan.
Jika dilihat dari segi promotif dan preventif, saat ini memang dana yang diturunkan ke daerah sebagian besar untuk kuratif, hanya dana dari BOK yang dapat dipergunakan untuk promotif dan preventif. Dana BOK tersebut juga ada alokasi untuk kader yang hampir 1/3 dari dana BOK yang diberikan. Anggapan bahwa dalam promotif dan preventif hanya menjadi tanggungjawab petugas promkes, belum ada kerjasama lintas program dan lintas sektor yang baik dan masih dianggap belum begitu penting oleh pihak pengambil kebijakan karena tidak banyak mendatang kan keuntungan secara materi. Contohnya dalam pelaksanaan desa siaga, desa menganggap bahwa hal itu merupakan kepentingan sektor kesehatan sehingga sektor lain dan masyarakat enggan untuk ikut berpartisipasi dalam program ini. Apalagi jika tidak didukung oleh pengambil kebijakan di puskesmas.
Evaluasi kebijakan memang dirasa sangat penting dilakukan karena mengingat tujuan dari jaminan sosial yang sangat baik tetapi pelaksanaan di daerah yang belum sesuai dengan harapan pembuat kebijakan. Masih ada kepentingan pribadi pada pelaksanaannya.
Reply
# Vina Yulia 2016-11-03 13:24
Mohon izin memberikan komentar.
Menurut saya, pelaksanaan kebijakan mempunyai kemungkinan menghasilkan keadaan yang tidak sesuai dengan tujuan kebijakan ditetapkan. Hal ini dikarenakan adanya berbagai keadaan yang bersifat "memaksa" dari proses dari perancangan hingga keluarnya peraturan kebijakan. Pada saat perencanaan, kemungkinan adanya pengaruh elit kekuasaaan yang mencampuradukkan unsur politik yang bersifat menguntungkan secara subjektif terhadap peraturan yang dirancang.Selain itu, kemungkinan peraturan yang disusun tersebut tidak melibatkan semua aktor yang seharusnya berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan. Sehingga, produk dari penyusunan kebijakan tersebut (peraturan undang-undang) tidak sejalan dengan keadaan aktual di lapangan. Jika masalah kesehatan yang dimasukkan dalam agenda setting yang bertujuan membuat kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang ada, tetapi dalam penyusunan kebijakan sebagai upaya menanggulangi masalah kesehatan, para aktor yang terlibat notabene bukan orang-orang yang terjun langsung ke lapangan, mereka malah tidak dilibatkan. Tentu saja akan ada kemungkinan bahwa tujuan dari produk kebijakan tersebut tidak sesuai dengan keperluan konsumen (masyarakat) sebagai sasaran yang akan ditingkatkan derajat kesehatannya. Para pembuat kebijakan yang tak mengetahui kenyataan masalah kesehatan yang ada, tak secara matang memikirkan keadaan kesehatan di Indonesia, dimana pemerataan SDM kesehatan dan akses fasyankes belum dapat terpenuhi secara optimal oleh semua lapisan masyarakat, yang secara sosial ekonomi, keterjangkauan dan ketersediaan yankes memilki karakteristik/level yang berbeda-beda. Pada akhirnya, seperti JKN, peraturan ini bersifat top-down dan sentralistik. Arahan diberikan oleh orang yang berada pada hirarki atas, kemudian dikerjakan oleh orang yang berada pada posisi hirarki bawah. Namun, belum tentu bawahan mampu melaksanakan perintah dari atasan dengan maksimal, hal ini mungkin karena adanya faktor sarana dan prasarana yangkurang memadai, sehingga tidak dapat mumpuni dalam melaksanakan tugas, yang berdampak pada pencapaian target sebagai tujuan dari program tidak tercapai sesuai indikator yang ditetapkan.

Kemudian, penelitian monitoring kebijakan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan. Mengapa? karena mungkin saja kebijakan ini dibumbui oleh kepentingan elit politik yang tidak ingin disentil produk peraturannya oleh pihak yang sebenarnya bukan menyudutkan ke arah negatif, tetapi hasil monitoring memberikan penilaian agar peraturan yang telah dibuat diamandemen atau dilakukan perbaikan pada implementasi dari peraturannya.

terima kasih.
Reply
# Dita Anugrah Pratiwi 2016-11-03 13:25
Mohon izin memberi komentar, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam pelaksanaannya belum sesuai dengan tujuan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Di lihat dari ketidakmerataan fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang masih saja menjadi masalah yang cukup penting yang mempengaruhi pelaksanaan sistem JKN. Sistem kebijakan JKN ini menganut sistem kebijakan “Top Down”, dimana pengambilan keputusan dilakukan oleh pemerintah dan daerah hanya mengikuti kebijakan tersebut. Kebijakan “Top Down” adalah proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh atasan dan tingkat dibawahnya hanya mengikuti arahan dan melaksanakan tanpa ada pertimbangan kondisi dan situasi di tingkat bawah. Hasilnya adalah kesenjangan yang terjadi didaerah-daerah. Masyarakat di daerah sulit dan di daerah maju tidak mempunyai manfaat yang sama, walaupun menjadi anggota BPJS. Selanjutnya, monitoring kebijakan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan. Masih adanya unsur politik dalam proses pelaksanaannya, sulitnya akses lokasi, membutuhkan biaya yang besar, adanya keterbatasan akses data oleh publik terhadap pelaksanaan JKN ini sehingga sulit untuk di monitoring pelaksanaannya.
Reply
# Ida Susanti 2016-11-03 14:19
Selamat Malam,
Mencoba berkomentar...

Dalam proses implementasi peranan pemerintah sangat besar dalam hal ini melalui BPJS dan merupakan aktor kunci dalam penentu keberhasilan implementasi karena hal ini berkaitan dengan kepentingan nasional dan hajat hidup orang banyak yaitu kesehatan. Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan yaitu untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu, pada proses pelaksanaan BPJS sekarang, output yang yang diharapkan tidaklah sesuai dengan kepentingan masyarakat. Hal ini di sebabkan karena luasnya jangkauan penerima yang tak diimbangi pemasukan premi, ketidakpatuhan pembayaran premi oleh peserta mandiri sehingga pada tahun 2015 kerugian, hal ini juga disebabkan oleh tunggakan yang dilakukan oleh peserta mandiri mengakibatkan pengeluaran. Dalam hal ini yang terpenting bagaimana cara memperbaiki kembali kebijakan-kebijakan di JKN yang berdasarkan konsep pembiayaan kesehatan secara efektif. Salah satu metode teoritis yang bisa dilakukan yaitu dengan pendekatan top-down untuk memahami implementasi kebijakan yang berkaitan erat dengan model rasional dari seluruh kebijakan yang ada. Agar formulasi dan pembagian dari kebijakan itu jelas. Selain itu juga untuk melihat keberhasilan dari program impelementasi kebijakan itu sendiri, peru dilakukanya monitoring. Pada monitoring digunakan untuk memperbaiki sebuah implementasi program tersebut. Pada kegiatan monitoring tersebut akan sangat sulit dilakukan, karena tidak meratanya program program yang telah di rencanakan seperti kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatan, dimana pada kondisi ini akan muncul ketimpangan-ketimpangan baik di kota dan di daerah, terutama di daerah terpencil atau dengan kata lain aksesnya masih sulit untuk di capai oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu tetap perlu di lakukan monitoring untuk meningkatkan keberhasilannya serta pendekatan sumatif yang dilakukan saat kebijakan telah diimplementasikan dan memberikan dampak, dengan tujuan untuk mengukur efektifitas dampak yang terjadi secara nyata pada masalah masalah yang akan terjadi atau yang ditangani.
Reply
# Sholikah 2016-11-03 14:32
Terkait dengan permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kebijakan JKN :
1. Pelaksaaan kebijakan kemungkinan menghasilkan keadaan yang tidak sesuai dengan kebijakan
Kebijakan JKN ini merupakan kebijakan yang bersifat tp down. Kebijakan ini seolah-olah merupakan kepentingan dari pemerintah yang harus dilaksanakan oleh pihak dibawahnya. Kebijakan ini memiliki tujuan yang mulia yaitu meningkatkan keadilan bagi rakyat, namun dalam pelaksanaannya masih banyak pelayanan dan fasilitas yang tidak merata dan sulit dijangkau oleh masyarakat terutama yang berada di daerah terpencil.Perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan kebijakan ini perlu dilakukan dengan melibatkan pihak pihak yang akan berhubungan langsung dengan pelaksanaan kebijakan ini, terutama daerah. Perlu koordinasi berbagai pihak termasuk stakeholder, akademisi, organisasi profesi, dan masyarakat untuk pelaksanaannya.
2. Peneitian monitoring kebijakan ini merupakan hal yang tidak mudah dilakukan mengingat luas wilayah Indonesia yang sangat luas dan penduduk yang tinggi. Monitoring pelaksanaan kebijakan JKN perlu dilakukan melalui evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif akan bermanfaat untuk mengevaluasi proses yang sedang berjalan sehingga dapat dilakukan analisis kebijakan yang bersifat prospektif untuk perbaikan sistem yang sudah berjalan. Koordinasi antara peneliti dengan pengambil kebijakan juga merupakan elemen yang penting untuk perbaikan kebijakan. Peneliti bisa menyampaikan hasil evaluasi/monitong, melakukan advokasi dan memberikan rekomendasi kepada pembuat kebijakan untuk penyusan strategi perubahan kebijakan
Reply
# luthfiatul makhmudah 2016-11-03 14:58
Mohon izin berkomentar. JKN merupakan suatu kebijakan yang menggunakan pendekatan "Top-Down", dalam pendekatan tersebut pemerintah berperan sebagai fokus awal dan aktor-aktor yang berperan dalam kebijakan JKN di Indonesia. Yaitu dimulain dari pemerintah atas hingga kebawahan. Dalam pendekatan topdown tersebut diperlukan enam kondisi dalam peng implementasikan suatu kebijakan yang efektif. Namun pada kenyataanya dari ke enam kondisi tersebut dalam proses implementasi kebijakan JKN hanya terdapat 2 kondisi yang ada. Adapun kondisi yang tidak siap dalam implementasi JKN yaitu kurangnya adanyan kurangnya dukungan dari interest group, dilihat dari masih banyaknya pegawai yang dalam implementasinya JKN tidak berkomitmen kuat untuk pelayanan kesehatan, tidak meratanya infrasutrukur dan adanya perbedaan sosial-ekonomi masyarakat. Jika 6 kondisi yang diperlukan dalam pendekatan top-down belum tercapai, maka proses implementasi kebijakan akan kurang efektif. Terbukti dengan adanya berbagai macam masalah dalam proses implementasi JKN ini. Sebelum memulai suatu implementasi kebijakan, sebaiknya disiapkan terlebih kondisi yang mendukung kebijakan tsb agar berjalan lebih efektif. Maka dapat kita simpulkan JKN belum efektif kasenan masih ditemukan beberapa kesenjangan-kesenjangan antara daerah yang sudah maju maupun yang belum maju. . Namun pada kenyataannya masih banyak celah yang mengakibatkan manfaat dan keadilan dari penyelenggaran pelayanan jaminan kesehatan belum dapat dirasakan seutuhnya oleh masyarakat. Untuk memperbaiki ini maka perlu adanya monitoring pada program tersebut sehingga dapat diupayakan agar mengedepankan pelayanan primer dimana adanya kendala pada ketersediaan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan (SDM yang memadai) masih sangat kurang dilihat dengan adanya ketimpangan di kota dan di daerah. Oleh karena itu pendekatan top-down yg dilakukan masih belum efektif hingga ke tingkat yang paling bawah, masih terbatas hanya pada tingkat atas saja yang mendapat keuntungan dari adanya JKN.
Reply
# Zainab Hikmawati 2016-11-03 15:32
Menanggapi masalah kebijakan JKN ini perlu dilakukan analisis kebijakan retrospektif sehingga kita dapat menelusuri output kebijakan JKN (masalah-masalah dari kebijakan JKN) terhadap input kebijakan JKN (fasyankes, SDM, metode, waktu, pembiayaan serta sarana dan prasarana lain yang mendukung kebijakan JKN). Seperti yang kita ketahui bahwa kebijakan JKN ini belum bisa merata dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat indonesia atau belum sesuai dengan tujuan kebijakan JKN. Untuk mencapai tujuan kebijakan JKN yang sesuai, diperlukan penelitian monitoring Pelaksanaan kebijakan JKN. Monitoring ini dapat dilakukan melalui dua cara yaitu evaluasi sumatif sebagai parameter efektifitas kebijakan JKN dan evaluasi formatif kebijakan JKN agar dapat menghindari ketimpangan. Artinya, kebijakan JKN ini bisa tepat sasaran. Diperlukan Action yang nyata dan berani untuk memperbaiki masalah kebijakan JKN ini dengan penguatan preventif dan promotif.
Reply
# WARTONO_PPK 2016-11-03 23:02
1. Pelaksanaan Kebijakan mempunyai kemungkinan menghasilkan keadaan yang tidak sesuai dengan tujuan kebijakan ditetapkan.
Hal tersebut (kebijakan menghasilkan keadaan yang tidak sesuai dengan tujuan) sangat lah mungkin terjadi. Sebagaimana yang dialami oleh kebijakan JKN ini, tujuan kebijakan ini sebenarnya sangat bagus, diantaranya bagaimana agar dengan adanya JKN kewajiban negara untuk menjamin dan melindungi rakyatnya bisa lebih optimal, yaitu hak rakyat untuk hidup sehat dan mendapatkan pelayanan yang layak. Dengan adanya JKN diharapkan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pembiayaan kesehatan tidak menjadi masalah, artinya jangan sampai ada masyarakat yang sakit, tapi tidak berobat karena tidak memiliki uang. Dengan adanya JKN juga diharapkan bisa mendorong pemerataan sumberdaya kesehatan, baik sarana, maupun SDM kesehatan. Akan tetapi ketika kita melihat realita sekarang dilapangan, tujuan mulia tersebut belum bisa terealisasi, cakupan masyarakat yang memiliki jaminan belum 100 %, dan sumberdaya kesehatan pun belum ada pemerataan, masih terpusat di Jawa. Disamping itu kualitas layanan kesehatan kepada masyarakat juga belum memuaskan, banyak keluhan di sana-sini.

2. Penelitian monitoring kebijakan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan
Saya sependapat, memang penelitian monitoring kebijakan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan, apalagi untuk memonitor kebijakan yang lingkupnya nasional seperti JKN ini. Permasalahan di tiap daerah akan berbeda-beda, dan pastinya akan membutuhkan waktu yang cukup lama mengingat luasnya wilayah Indonesia, dan juga tergantung jumlah peneliti yang ada. Akan tetapi penelitian guna monitoring kebijakan harus dilakukan agar bisa memberikan masukan dalam evaluasi kebijakan.
Reply
# Wiradianto Putro 2016-11-04 10:23
1.Sebagai insan kesehatan, tentu kita sangat mendukung keberadaan asuransi kesehatan nasional (JKN) ini. Akan tetapi tentu juga pemerintah jangan hanya berpuas diri dengan hanya mengandalkan target jumlah kepesertaan setiap tahunnya dan tujuan universal coverage pada 2019. Tidak cukup juga hanya menargetkan pada tahun 2019, 85% peserta puas terhadap pelayanan dari fasilitas kesehatan. Tapi juga benar-benar bisa mewujudkan target setidaknya 80% fasilitas kesehatan (termasuk didalamnya SDM Kesehatan) puas terhadap pelayanan dari BPJS Kesehatan sebagaimana sudah tercatat dalam Roadmap JKN 2012-2019. Semua pihak yang berkepentingan dalam program JKN ini harus terpuaskan. Pada akhirnya sebuah kebijakan tidak cukup hanya bersifat pencitraan tapi pada kenyataannya sulit terlaksana, tidak dapat dirasakan secara adil dan merata (equity). Sulit bagi penyelenggara, pemberi layanan dan penerima manfaat. Namun bukan berarti ini jadi menyurutkan niat baik pemerintah. Sebagai aktor utama, Presiden dan jajarannya harus punya ketegasan dan keyakinan ditambah lagi dengan menggunakan prinsip ‘kerja.kerja.kerja’ agar tujuan implementasi kebijakan bagi kemaslahatan orang banyak dapat tercapai. Kita semua, sebagai warga negara, sesuai porsinya punya tanggung jawab masing-masing dalam mendukung suksesnya pembangunan

. Monitoring terhadap suatu kebijakan baru dapat dilakukan setelah adanya tindakan dari para pelaku kebijakan terhadap objek atau kelompok sasaran. Dengan kata lain rencana kebijakan tersebut telah diimplementasikan menjadi kebijakan publik. Sehingga minimal analis dapat "melihat" adanya perubahan atau hasil yang signifikan dari tindakan kebijakan tersebut baik berupa data-data kuantitatif maupun data kualitatif berdasarkan hasil pengamatan.

kegiatan monitoring di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam segi teknis maupun badan pelaksananya. Fungsi DPR selaku badan legislatif tinggi RI lebih mengarah sebagai evaluator daripada pihak yang melakukan monitoring. Padahal sebagaimana disebutkan tadi, kegiatan monitoring merupakan langkah awal untuk mencapai proses evaluasi yang sesuai dan mengarah pada tujuan kebijakan. Tampaknya di beberapa badan tinggi formal di Indonesia, kegiatan monitoring belum dilakukan secara khusus, namun disamakan dengan proses pengumpulan data yang dilakukan sebagai bagian dari proses evaluasi kebijakan.
Reply
# budi rodesta 2016-11-05 02:16
JKN / Jaminan kesehatan nasional dibentuk dalam rangka menjamin kesehatan seluruh penduduk indonesia. dalam implementasinya terlihat bahwa banyak sekali persoalan yang timbul. hal ini terjadi karena luasnya daerah cakupan di Indonesia dimana tidak semua wilayah memiliki fasilitas layanan kesehatan yang lengkap. sehingga terjadi ketidakmeratanya pelayanan kesehatan baik dari segi fasilitas layanan kesehatan (sarana prasarana) serta SDM kesehatannya. sistem JKN yang menganut sistem top down, yaitu dimana kebijakan berasal dari atas (pemerintah pusat) menghasilkan beberapa banyak persoalan. karena pemerintah pusat tidak mendalami lapangan (yaitu permasalahan di daerah-daerah) dan membuat sistem sama rata di setiap daerah. hal itu tentunya membuat timbulnya berbagai masalah akibat implementasi JKN ini.
Reply

Add comment

Security code
Refresh