Di akhir pembahasan ada pernyataan mengenai masalah kebijakan. Masalah-masalah kebijakan yang ada dalam kasus ini dapat dikelompokkan menjadi:

  1. Pelaksanaan Kebijakan mempunyai kemungkinan menghasilkan keadaan yang tidak sesuai dengan tujuan kebijakan ditetapkan.
  2. Penelitian monitoring kebijakan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan.

Silahkan anda memberi komentar, atau tambahan untuk masalah kebijakan yang ada di balik Kasus tersebut.

 

Comments  

# Anisful Lailil M. 2016-11-01 09:30
Kebijakan secara teoritis proses pembuatan seakan mudah untuk di buat,setelah di buat implementasi nyata tidak sesuai ekspektasi. BPJS yang bertujuan untuk meratakan kesehatan di seluruh antero Indonesia itulah ekspektasi pada 2019 semua wajib menggunakan BPJS. Namun realitanya BPJS ini terkesan memaksakan padahal sistem kesehatan yang berada di daerah 3T belum maksimal dari segi peralatan medis dan tenaga medis belum tercukupi dengan baik.
BPJS yang dilaksanakan di kota besar memang sudah cocok di terapkan seperti kota saya di Surabaya yang sudah lengkap fasilitas dan tenaganya, namun realita yang terjadi antrian sangat memanjang dan untuk mendapatkan jasa operasi harus menunggu antrian yang lama bahkan bisa sampai berbulan bulan, hal ini akan dapat menyebabkan pasien bisa bertambah parah dan bahkan meninggal khususnya penerima bantuan iuran (PBI) yang sangat ribet dalam kepengurusan untuk mendapatkan layanan kesehatan dan tentu jika memggunakan layanan BPJS perlu kesabaran ekstra terlebih lagi rumah sakit mengalami peledakan jumlah pasien semenjak era BPJS.
kesimpulannya dalam membuat kebijakan perlu adanya monitoring dan evaluasi secara berkala agar masyarakat menjadi nyaman dan tentu tujuannya bukan hanya untuk segelintir kalangan khusus,namun adil jujur dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Memang tidak mudah melakukan monitoring kebijakan,namun lebih baik dilakukan tindakan daripada tidak sama sekali.
Reply
# arie prayudhi 2016-11-01 23:00
Kebijakan utamanya kebijakan kesehatan adalah multi dislipin dan bersifat unik, multi disliplin karena dalam perencanaannya melibatkan sebua disiplin ilmu dan unik karena kebijakan dapat berubah rubah sesuai dengan dinamika di masyarakat, sebuah kebijakan di rencanakan untuk menangulangi masalah. Menurut model hall sebuah kebijakan bisa di agendakan karena tiga aspek yaitu : keabsahaan yang tinggi, tingkat kelayakan yang tinggi dan dukungan yang besar. Dalam pelaksanaanya tidak lah semudah yang di bayangkan karena kedinamisan yang ada di dalam masyarakat oleh karena itu dalam proses pelaksanaan suatu ke bijakan perlu dilakukan untuk mengurang “GAP” antara pelaksanaan dan tujuan. “Bottom up” adalah salah satu metode untuk mengurangi “gap” antara pelaksanaan dan tujuan dimana seorang yg mengimplementasikan kebijakan tidak hanya melaksanakan tugasnya sebagai seorang pelaksana tetapi juga dengan aktif berpartisipasi dalm memberikan masukan dan informasi ke tingkat yang lebih tinggi. Dalam kasus ini BPJS para pelaksana di lapangan seharusnya bertindak tidak hanya sebagai pelaksana tetapi juga bertindak sebagai pemberi informasi dan saran mengenai proses berjalannya sebuah kebijakan kesehatan.
Tidak mudah untuk mengevaluasi sebuah kebijakan melalui sebuah monitoring kebijakan banyak hal yang perlu di pertimbangkan diantaranya keberlangsungan sebuah kebijakan itu sendiri, proses pembuatan kebijakan sangat rumit dan banyak melibatkan banay pihak dan menelan biaya yang tidak sedikit sehingga pembuat kebijakan langsung maupun tidak langsung berusaha “melindung” kebijakan yang dihasilkannya. Sebuah kebijakan biasanya juga sebagai sebuah alat kekuasaan, banyak kebijakan yang di buat sebagai “pencitraan” penguasa dan jika dalam sebuah penelitian kebijakan “membongkar” kebobrokan tersebut citra penguasa kan rusak dan itu bisa di gunakan sebagai alat bagi lawan politiknya untuk menyerang sang penguasa.
Reply
# Raden Seto Kaliurang 2016-11-02 01:49
Sedikit koment dari saya...
banyak pihak yang menyatakan hadirnya dirasa belum maksimal , seyogyanya BPJS merupakan angin segar bagi semua kalangan masyarakat terutama adalah masyarakat yang berada di kelas menengah kebawah dikarnakan melihat dari asas dibentuknya BPJS adalah gotong royong yang artinya semua lapisan masyarakat saling bahu membahu untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
namun realita yang terjadi di indonesia sangatlah miris, banyak kasus-kasus terait BPJS seperti halnya :
- BPJS PALSU
- Pelayanan pengurusan untuk mendapatkan kartu yang disara rumit
- pelayanan kesehatan tidak optimal
- dirasa tidak adil
- belum menjangkau semua lapisan orang dan tempat
- dan lain lain

dalam kasus seperti ini, dilihat daerah-daerah yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal tentulah akan semakin miris. pada tahun 2015 presiden telah menetapkan ada 122 kabupaten yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal. hal ini tentunya harus mendapat konsentrasi dari pemerintah secara serius. jika dilihat lebih jauh permsalahan BPJS tidak optimal di daerah-daerah tertinggal yang mana daerah tersebut didominasi dari wilayah timur. jika harus egois saya akan lebih memilih memberikan pelayanan yang standar (hampir optimal) namun merata dari pada memberikan pelayanan yang optimal tapi hanya pada daerah-daerah yang notabene nya maju sehinngga terkesan tutup mata dan acuh dengan daerah lain, namun mengapa hal ini terus di lanjutkan.....

sedikit komen dari kami wong cilik, yang mengharapkan aspirasi kami dapat didengar oleh pemangku kebijakan, dan oleh Prof. Laksono juga agar dapat menyampaikan aspirasi dan Harapan kami ke forum yang lebih luas tidak hanya stagnan dan sebatas angin lalu di kolom koment ini....

TERIMA KASIH........
Reply
# AHMAD FAUZI K3 2016 2016-11-02 02:20
Dalam proses implementasi peranan pemerintah sangat besar dalam hal ini melalui BPJS dan merupakan aktor kunci dalam penentu keberhasilan implementasi, dan sangat sentralitas karena hal ini berkaitan dengan kepentingan nasional dan hajat hidup orang banyak yaitu kesehatan. pelaksanaan BPJS sekarang tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena luasnya jangkauan penerima yang tak diimbangi pemasukan premi, ketidakpatuhan pembayaran premi oleh peserta mandiri sehingga pada tahun 2015 kerugian, hal ini disebabkan oleh tunggakan yang dilakukan oleh peserta mandiri mengakibatkan pengeluaran BPJS lebih besar dari pada pemasukan.
Disamping itu untuk melakukan kegiatan monitoring akan sangat sulit dilakukan, karena tidak meratanya fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatan. implementasi sebuah kebijakan pilihan yang paling efektif adalah jika mampu membuat kombinasi implementasi kebijakan publik yang partisipatif, artinya bersifat top-down dan bottom-up. Dalam penelitian yang dilakukan juga jelas tergambar dimana kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dapat direspon dengan baik oleh masyarakat, walaupun tidak merata.
Satu hal yang paling penting sebagai pembuktian implementasi kebijakan tersebut adalah bahwa kebijakan haruslah menampilkan keefektifan dari kebijakan itu sendiri. Namun paling tidak, akan lebih baik memperbaiki suatu kebijakan yang telah dijalankan sebagaimana JKN yang telah beroperasional tertanggal Januari 2014. Masih bayak yang pro kontra atas terselengaranya BPJS Kesehatan ini namun ini lah sebuah kebijakan. Kebijakan harus diambil meskipun pro dan kontra tinggal bagaimana lagi memperbaiki kedepannya.
Reply
# Muhammad Andriadi Ka 2016-11-02 08:23
Melihat Persoalan Pelaksanaan JKN yang telah terjadi ketimpangan dan ketidakadilan yang semakin besar antara daerah maju dan daerah sulit, jika tidak dilakukan perbaikan kebijakan. Bahwa masyarakat di daerah dengan ketersediaan fasilitas kesehatan dan SDM kesehatan yang tidak memadai akan mendapatkan manfaat JKN yang jauh lebih sedikit dibanding daerah yang maju/kota-kota besar. Dalam kondisi Indonesia yang sangat bervariasi, JKN yang mempunyai ciri sentralistis dalam pembiayaan dengan peraturan yang relatif seragam, akan sulit mencapai tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Saerah dengan daerah yang sulit tidak dapat menyerap anggaran untuk PBI karena kekurangan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, sehingga terjadi "sisa" anggaran dan dikawatirkan itu anggaran "sisa" di daerah sulit ada kemungkinan dipergunakan untuk mendanai masyarakat di daerah maju. Saya sangat sepekat dengan adanya fokus perhatikan aspek preventif dan promotif secara lebih kuat. Karna Kementerian Kesehatan perlu meningkatkan kegiatan preventif dan promotif. Untuk itu diharapkan ada kebijakan meningkatka pencegahan dan promosi kesehatan di seluruh Kementerian. Serta yang terpenting yaitu Memperbaiki kembali berbagai kebijakan di JKN yang berdasarkan konsep pembiayaan kesehatan, karena diharapkan ada kebijakan yang memperhatikan berbagai titik kritis di sistem,
Reply
# Zahra Kumala Rachma 2016-11-02 14:23
Pada dasarnya BPJS kesehatan menyelenggarakan jaminan kesehatan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Namun pada kenyataannya masih banyak celah yang mengakibatkan manfaat dan keadilan dari penyelenggaran pelayanan jaminan kesehatan belum dapat dirasakan seutuhnya oleh masyarakat.
Untuk melihat keberhasilan dan memperbaiki sebuah implementasi program tentu saja dibutuhkan upaya monitoring. Dan dari hasil monitoring ini dapat kita ketahui bahwa upaya BPJS untuk mengedepankan pelayanan primer masih terkendala karena ketersediaan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan (SDM yang memadai) masih sangat kurang (adanya ketimpangan di kota dan di daerah). Selain itu ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan yang belum memadai di suatu daerah ini membuat keterserapan dana PBI menjadi tidak maksimal sehingga dana PBI yang tidak terpakai ini bisa saja dialokasikan untuk menutupi kekurangan pembiayaan kesehatan masyarakat yang berada di daerah lain.
Memang terlihat sekali ketidaksiapan fasilitas dan tenaga kesehatan akan berdampak besar pada asas manfaat dan keadilan yang dirasakan oleh masyarakat dalam hal mendapatkan jaminan kesehatan. Sehingga dalam hal ini, upaya mengedepankan promotif dan preventif adalah usaha terbaik yang harus dilakukan, disamping perbaikan pada kebijakan mulai dari tata kelola penggunaan dana hingga perbaikan sistem sentralisasi karena pada dasarnya sistem ini dirasa kurang efektif karena belum tentu pihak pusat mengetahui apa yang dibutuhkan di daerah. Sehingga perpaduan antara sistem top down dan bottom up dirasa perlu demi efektifitas dan efisiensi penyelenggaran jaminan kesehatan.
Reply
# Yessy Trisnaningsih 2016-11-02 22:23
  • 1.
1. Pada dasarnya kebijakan adanya BPJS merupakan tujuan yang sangat mulia, mengimplementasikan sila pancasila menciptakan kesejahteraan kepada seluruh rakyatynya. Namun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan yang terjadi. Salah satunya adalah masalah sentralisasi kebijakan yang bersifat up to down membuat kebijakan tidak dapat berjalan sesuai dengan tujuan awalnya. Hal ini terjadi karena actor pembuat kebijakan tidak memperhatikan kondisi-kondisi yang ada di lapangan, misalnya saja pelaksanaan BPJS di daerah 3T yang sangat minim atau bahkan tidak ada fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan. Hal ini tidak sesuai dengan asas kesejahteraan sosial yang dicanangkan oleh BPJS, mengapa? Karena hanya masyarakat yang berada diperkotaan yang dekat dengan fasilitas kesehatan saja yang dapat memanfaatkan BPJS, sedangkan masayrakat yang ada di daerah 3T? Fasilitas kesehatan yang sulit dijangakau serta minimnya tenaga kesehatan. Maka perlu untuk memperbaiki sistem kebijakan dari up to down, menjadi di kombinasikan dengan sistem bottom up agar kebijakan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang semestinya dengan memepertimbangkan keadaan yang ada di lapangan
  • 2.
Penelitian monitoring kebijakan memang sulit dilakukan, karena membutuhkan biaya yang cukup banyak dan waktu yang relatif tidak singkat. Akan tetapi hal ini tetap harus dilakukan demi perbaikan implementasi program kebijakan yang sudah ada. Sehingga pelaksanaan kebijakan BPJS yang saat ini masih banyak masalah dan kekurangan dapat diatasi sedikit demi sedikit, jika dilakukan monitoring pelaksanaannya.
Reply
# Dwi Lassmy S 2016-11-03 15:07
selama fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan belum tersebar merata BPJS tidak akan berfungsi dengan baik. sebelum membuat kebijakan untuk nasional diperlukan pertimbangan apa yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang negaranya berbentuk kepulauan-kepulauan. Akses atas fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan tidak hanya membutuhkan kemudahan pembiayaan atau jaminan. monitoring sangat dibutuhkan untuk menilai dan memperbaiki kebijakan yang sudah terlanjur berjalan ini.
Reply
# Deslani K.N 2016-11-03 15:33
Menanggapi hal ini, saya setuju dengan permasalahan kebijakan yang dikemukakan, yaitu bahwa adanya peluang implementasi kebijakan tidak sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut dibuat. Sebagai contoh dalam kasus (BPJS) tidak sepenuhnya tepat sasaran. Rakyat miskin yang seharusnya mendapatkan keuntungan dari BPJS ini malah kesulitan untuk mendapatkan akses BPJS yang disebabkan oleh beragam persoalan, seperti masih kurangnya produk-produk kedokteran, vaksin, dan teknologi, kurangnya/tidak meratanya ketersediaan obat, vaksin dan alat kesehatan untuk menunjang pelaksanaan JKN. Selain itu, sumber dana untuk pelaksanaan JKN baik untuk pelayanan JKN, promotif maupun preventif, model pembayaran yang diberikan dari BPJS Kesehatan kepada PPK belum sesuai dengan asas manfaatnya. Hal ini ditambah belum meratanya sebaran tenaga kesehatan tersedia dan melayani peserta JKN, dan beragam permasalahan lain yang sudah dijabarkan teman-teman diatas. Untuk itu dituntut keseriusan pemerintah dalam memenuhi hak warga negaranya untuk hidup sehat dan sejahtera, membuat regulasi yang jelas dalam pembiayaan kesehatan, dan membuat program jangka pendek dan panjang yang signifikan dalam pemerataan tenaga kesehatan ke daerah-daerah. Hal ini diperlukan agar evaluasi dapat dilakukan dengan mudah dan terpadu. Disamping itu, untuk mengatasi masalah distribusi fasilitas kesehatan, BPJS dapat mempercepat dan memperluas kerjasama dengan klinik-klinik swasta, terutama yang ada di daerah.

Menanggapi persoalan monitoring kebijakan adalah hal yang sulit dilakukan, saya setuju dengan hal ini. Terbukti dalam kasus ini, monitoring diprakarsai oleh akademisi dari universitas (bukan pemerintah). Dalam artian lain, pemerintah belum menyiapkan badan khusus (atau bagian dari BPJS sendiri) untuk proses monitoring dan evaluasi.
Reply
# Pertiwi 2016-11-04 04:28
Kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. UUD 1945 mengamanatkan bahwa jaminan kesehatan bagi masyarakat, khususnya yang miskin dan tidak mampu, adalah tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Sesuai dengan UU No 40 Tahun 2004, SJSN diselenggarakan dengan mekanisme Dalam SJSN, terdapat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bentuk komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat Indonesia seluruhnya. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, sejak tahun 2005 Kementerian Kesehatan telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, yang awalnya dikenal dengan nama program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM), atau lebih populer dengan nama program Askeskin (Asuransi Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin). Kemudian sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, program ini berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dalam proses implementasi JKN dilakukan dengan menggunakan pendekatan Top-down, yang artinya pemerintah pusat mengambil alih dalam pelaksanaan implementasi JKN selanjutnya di sosialisasikan hingga tingkat bawah dan akhirnya dilaksanakan. Dalam pendekatan Top-down ini mempunyai tujuan agar seluruh masyarakat yang tinggal daerah 3T terpencil dan terluar dapat merasakan implemetasi dari kebijakan JKN ini, namun pada kenyataanya pemerataan pelayanan masih susah untuk dijangkau dibeberapa wilayah di Indonesia sehingga tujuan utama dari JKN sendiri dikatakan belum berhasil karena ada beberapa masyarakat yang tinggal di wilayah Indonesia belum dapat merasakan kebijakan JKN.
Reply
# Semfri Watunwotuk 2016-11-04 06:41
Pemerintah menerapkan JKN yang sama di seluruh Indonesia, tapi fasilitas yankes tidak merata dan tidak adil adalah pelanggaran konstitusi. Jaminan kesehatan dilaksanakan secara sentralistik tapi fasilitas yankes dibangun secara desentralistik sesuai kebijakan otonomi daerah. Pemerintah pusat memperbaiki sistem jaminan kesehatan, tapi fasilitas yankes diatur oleh pemerintah daerah. Adanya kebijakan perbantuan juga masih belum adil.
Sistem kebijakan JKN ini menganut sistem kebijakan Top Down, dimana pengambilan keputusan dilakukan oleh pemerintah dan daerah hanya mengikuti kebijakan tersebut. Hasilnya adalah kesenjangan yang terjadi didaerah-daerah. Masyarakat di daerah sulit dan di daerah maju tidak mempunyai manfaat yang sama, walaupun menjadi anggota BPJS. Selanjutnya, monitoring kebijakan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan. Masih adanya unsur politik dalam proses pelaksanaannya, sulitnya akses lokasi, membutuhkan biaya yang besar, adanya keterbatasan akses data oleh publik terhadap pelaksanaan JKN ini sehingga sulit untuk di monitoring pelaksanaannya. Hasil monitoring evaluasi bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan apakah kebijakan tersebut direvisi atau diubah seluruhnya. Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan juga harus diperhatikan apakah nantinya bisa dijadikan kebijakan yang akan diterapkan selanjutnya.
Reply
# Taufik abdullah 2016-11-04 07:09
sedikit berkomentar,menurut saya program BPJS tidak akan berjalan dengan baik dan bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat indonesia terlebih kami dari NTT, sebelum fasilitas sarana dan prasarana pendukung pelayanan kesehatan belum diperbiki dengan baik,bagaimana masyarakat mau mendapatkan pelayanan kesehatan sedangkan akses jalan belum memadai,dan tenaga kesehatan di NTT yg masih sangat amat sedikit yg bisa membuat satu puskesmas bisa melayani lima kecamatan,dengan masalah ini bisa kita lihat bagaimana pelayanan kesehatan di daerah luar jawa khusunya NTT belum berjalan dengan baik dan fungsi dari BPJS belum optimal
Reply
# Dedi Tri Wibowo 2016-11-04 07:12
adanya kerjasa sama antara kementrian kesehatan dan juga lsm dll yang mengenai tentang kesehatan terutama dalam pengurusan bpjs dan jkn,adanya kebijakan2 yang pas sehinga dapat mempermudah masyarakat untuk mengimplemintasi kan kegiatan2 yg dibuat oleh pemerintah dan juga adanya sistem yg tidak terlalu rumit untuk melaksanakan kegiatan kegiata dari bpjs dan jkn
Reply
# muhammad hamdani sil 2016-11-04 07:27
Seperti kacamata saya saat ini BPJS belum berjalan dengan baik dan menurut saya tidak akan berjalan dengan baik. hal ini dikarenakan adanya bpjs palsu, antri yang panjang, dll. sebagian besar juga masyarakat malas untuk datang berobat melalui bpjs karena tergolong repot. Maka saya tegaskan sekali lagi kita perlu pemimpin yang berani membuat keputusan karena apabila tidak membuat keputusan ubtuk kesehatan no.1 di negeri ini maka masyarakat kita sulit untuk mendapatkan kesehatan.
Reply
# ahmad imanuddin 2016-11-04 08:17
JKN memiliki masalah tidak hanya di kota yang jauh dari pusat pemerintahan, tetapi JKN juga memiliki masalah di kota besar, seperti Yogyakarta. Salah satu contohnya adalah pengalaman yang pernah saya alami saat menggunakan ASKES untuk berobat, pasien yang berobat menggunakan ASKES dipandang sebelah mata oleh petugas kesehatan, yang pada akhirnya secara tidak langsung memaksa untuk beralih kepada alternatif biaya sendiri, padahal setiap bulan sudah membayar tagihan sesuai dengan ketentuan, dan hal ini sangat merugikan masyarakat pengguna ASKES. Seharusnya petugas kesehatan tidak pilih kasih dalam menangani pasien dengan ASKES dan pasien non ASKES, karena pada dasaranya mereka harus melayani pasien secara adil dan sesuai dengan etika dan prosedur pelayanan kesehatan.
Reply
# Pratami Tamaka 2016-11-04 12:42
menurut saya ketika JKN (BPJS) diterapkan merata di seluruh daerah di Indonesia tanpa melihat fasilitas pelayanan kesehatan dan tanpa memperbaiki dulu fasilitas kesehatan yang ada di daerah maka BPJS hanya sia-sia. masyarakat yang ingin memperoleh keuntungan dengan adanya BPJS ini juga merasa sama sajakarna fasilitas yang di dapat sama saja, bahkan lebih banyak yang ebih memilih berobat di luar negeri karena alasan fasilitas yang lebih baik. menurut saya penerapan JKN baik dalam hal penerapan disemua daerah, tetapi juga jika diimbangi dengan pemerataan fasilitas kesehatan di darah-daerah tertinggal, karena selama ini fasilitas di daerah tertinggal sangat minim, karena kebanyakan fasilitas kesehatan yang baik hanya terpusat di daerah Jawa.
Reply
# selfiana sakka 2016-11-04 16:39
sedikit komentar dari kasus ini menurut saya mengenai JKN atau BPJS ini belum berjalan dengan baik dan merata di berbagai daerah contohnya di daerah saya sulawesi tengah kabupaten morowali belum di berlakukan secara merata terkait fasilitas Di rumah sakit, pelayanan pada pasien yang memakai BPJS, dan pemberian obat yang memakia BPJS di bedekan dengan mereka yang membayar obat dengan pembayaran UMUM, dan yang memakai BPJS jga hrus mengantri lebih panjang. saya mengharapkan dengan adanya komentar kami ini BPJS di indonesia lebih di tingkatkan lg pelayanan kesehatanya khusnya di daerah saya sendiri.
Reply
# WM Harry 2016-11-07 08:24
menurut saya bpjs ini belum berjalan dengan baik,, masih butuh perbaikan lagi terutama di sector tertinggal dan yang daerah sulit akses
Reply

Add comment

Security code
Refresh