Di akhir pembahasan ada pernyataan mengenai masalah kebijakan. Masalah-masalah kebijakan yang ada dalam kasus ini dapat dikelompokkan menjadi:

  1. Pelaksanaan Kebijakan mempunyai kemungkinan menghasilkan keadaan yang tidak sesuai dengan tujuan kebijakan ditetapkan.
  2. Penelitian monitoring kebijakan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan.

Silahkan anda memberi komentar, atau tambahan untuk masalah kebijakan yang ada di balik Kasus tersebut.

 

Comments  

# Bayu Kusuma 2016-10-31 06:32
Kebijakan JKN merupakan kebijakan yang top-down, jika dilihat dari masih belum siapnya daerah untuk mengimplementasikannya, begitu juga dengan peraturan teknis yang mendukung. Kebijakan yang bersifat top-down akan lebih cepat untuk diputuskan jika dibandingkan dengan kebijakan yang bersifat bottom-up. Jika kebijakan bersifat bottom-up, maka UU JKN ini akan lama untuk bisa dikeluarkan, dan mengunggu siapnya layanan, turunan Undang Undang dan sebagainya.
Reply
# RANNI MURTININGRUM 2016-10-31 06:40
Pada pelaksanaanya saat ini banyak masukan-masukan dari berbagai pihak untuk memperbaiki program JKN, hal ini bisa mempengaruhi proses implementasi kebijakan sehingga pendekatan yang dilakukan menjadi pendekatan bottom up.
Reply
# Bayu Kusuma 2016-10-31 06:52
Tidak bisa dipungkiri, bahwa JKN melalui BPJS, terus melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki sistem yang ada, menghindari fraud, menghindari pengguna BPJS yang kemudian tidak melakukan pembayaran setelah selesai berobat dsb.
Tim kendali mutu dan kendali biaya di BPJS juga sudah melakukan pertemuan-pertemuan dengan stake holder guna penyamaan persepsi, apa yang masih kurang dalam standar pelayanan BPJS. Kedepan diharapkan dengan penyamaan persepsi, akan memudahkan kerjasama dan menghindari fraud dari layanan.
Mengenai pemerataan tenaga medis dan para medis guna peningkatan pelayanan, membutuhkan kebijakan baru dalam penempatan tenaga medis dan para medis dengan kompensasi yang cukup
Reply
# Mochammad Kurniawan 2016-10-31 06:48
Kebijakan top-down memang bagus untuk Kebijakan JKN untuk mulai memang lebih bagus jika dilakukan top-down karena merupakan kebijakan strategis, akan tetapi pada prosesnya banyak sekali perlu perbaikan di sana-sini seperti pada penyebaran dana yang tidak tepat sasaran. Banyak infrastruktur kesehatan yang masih belum siap sehingga kewalahan dalam menjalankan JKN ini, dan lain sebagainya.
Reply
# Prayudha Benni S 2016-10-31 06:52
Kebijakan implementatif seperti bpjs ini memang perlu kajian, ada kemungkinan menghasilkan keadaan yang tidak sesuai dengan tujuan kebijakan ditetapkan, sehingga perlu dilakukan kajian button up
Reply
# Prayudha Benni S 2016-10-31 06:49
Memang pada dasarnya kebijakan top-down, tetapi untuk monitoring pelaksanaannya perlu dilakukan buttom-up. hal tersebut disebutkan bahwa, dalam pelaksannya, banyak provider-provider yang masih mempunyai kendala dalam pelaksanaan
Reply
# Budi Prihantoro 2016-10-31 06:51
Setuju dengan Pak Bayu, menurut saya Kebijakan JKN juga merupakan kebijakan yang bersifat top-down. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan JKN yang direncanakan oleh lembaga pemerintah sebagai pemberi gagasan awal, pemerintah berperan lebih dominan dalam mengatur jalannya program, pemerintah mewajibkan semua warga Negara Indonesia untuk ikut serta di dalamnya, dan pemerintah juga menanggung biaya jaminan kesehatan (menanggung biaya peserta dari golongan PBI)
Reply
# Tri Adi Nugroho 2016-10-31 07:07
Saya sependapat dengan pak Bayu Kusuma. Bahwa kebijakan JKN merupakan kebijakan yang bersifat top-down. Artinya kebijakan disusun oleh Pemerintah dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Tentunya pada setiap kebijakan baik bersifat top-down maupun yang bersifat buttom-up ada kelebihan dan kelemahan. Namun untuk kebijakan yang sifatnya sangat strategis seperti JKN pemerintah menimbang bahwa kebijakan ini harus segera diterapkan. Apabila pemerintah harus menunggu masukan dari bawah (buttom-up), pemerintah memerlukan waktu yang relatif lama untuk membuat kebijakan JKN ini. Namun sebuah langkah yang cukup baik bahwa Pelaksanaan dari Kebijakan ini dibuat secara bertahap dan tidak kaku dari berbagai revisi atau perbaikan-perbaikan di masa mendatang.
Reply
# RANNI MURTININGRUM 2016-10-31 06:34
Pelaksanaan kebijakan JKN dan BPJS pada awalnya di implementasi dengan pendekatan top-down dimana kebijakan disusun di tingkat nasional kemudian di sosialisasikan dan di implementasikan di tingkat bwh. Namun dalam pelaksanaanya terjadi pro dan kontra baik dari masyarakat,dinas kesehatan, LSM dan organisasi profesi. kritik dan saran dari elemen masyarakat tersebut bisa saja memberikan pengaruh pada implementasi bahkan dalam proses dan tujuan kebijakan.
Reply
# nasruddin 2016-10-31 06:56
Pada saat penyusunan RUU dan awal penerapan kebijakan tersebut belum nampak permasalahan yang berarti, kemungkinan karena dalam tahap sosialisasi RUU dan uji coba pengamatan hanya difokuskan di daerah yang sudah baik/maju. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, muncul masalah-masalah khususnya di daerah sulit
Reply
# RANNI MURTININGRUM 2016-10-31 07:10
Implementasi program JKN dan BPJS juga bisa menggunakan pendekatan principle agent theory dimana pemerintah yang membuat keputusan mendelegasikan tanggung jawab implementasi kebijakan kepada pegawai dibawahnya yaitu kementerian kesehatan dan BPJS
Reply
# Budi Prihantoro 2016-10-31 12:12
Perlu diperhatikan juga peran masing-masing lembaga yang melaksanakan implementasi JKN ini, sehingga antar lembaga dapat saling bekerjasama. Saat ini seperti ada jarak antara Kementerian Kesehatan dengan BPJS Kesehatan. Contoh paling nyata adalah di Kementerian Kesehatan ada SIKDA (simpus) di BPJS Kesehatan ada PCare, alangkah baiknya apabila kedua sistem dengan satu tujuan ini dapat di integrasikan
Reply
# nasruddin 2016-10-31 13:12
Persoalannya yaitu pada Regulasi yang mengatur program ini hanya menjelaskan peran masing-masing institusi tersebut (Kemenkes dengan BPJS) tanpa menjelaskan secara detail hubungan antara keduanya. Sehingga pada pelaksanaanya seolah-olah berjalan sendiri-sendiri.
Reply
# Felix Mailoa-Simkes 2016-10-31 07:14
Karena implementasi suatu kebijakan itu bersifat dinamis, maka perlu juga ada kolaborasi dengan metode bottom-up terutama agar lebih menggali aspek partisipatif dari masyarakat.
Reply
# Erdiana Retnowulan P 2016-10-31 06:34
Diskusi 4.1
Menurut saya, kebijakan JKN menggunakan pendekatan Top-Down. Berdasarkan teori , implementasi pendekatan Top-Down adalah pelaksanaan kebijakan oleh pemain ditingkat bawah berdasarkan tujuan yang telah dibuat oleh tingkat yang lebih tinggi atau pusat. Sementara dalam pendekatan Bottom-Up, kebijakan diperankan aktif oleh pelaksana ditingkat bawah dan mereka memiliki keleluasaan untuk merubah kebijakan dalam sistem.

Mengacu pada kasus ini, JKN memiliki ciri sentralistis dalam aspek pembiayaan dengan peraturan yang “indonesia raya” (one fit for all) ,padahal Indonesia memiliki banyak keberagaman. Hal ini memperlihatkan bahwa JKN kurang memberikan keleluasaan untuk pelaksana terutama pelaksana ditingkat bawah untuk merubah kebijakan, sehingga pendekatan bottom-up tidak terlihat dalam kebijakan JKN ini.

Pendekatan Bottom up mempertimbangkan pengaruh-pengaruh lokal dallam kriteria evaluasinya, namun berdasarkan kasus JKN ini, beberapa daerah di Indonesia yang memiliki keterbatasan Fasilitas dan SDM kesehatan lebih sedikit merasakan manfaat JKN daripada di kota besar. Artinya, JKN kurang memperhatikan kondisi spesifik lokal dan secara jelas bahwa bottom-up tidak terlihat dalam kebijakan ini.
Reply
# Prayudha Benni S 2016-10-31 06:46
Mengidentifikasi pelaksanaan dan hambatan Jaminan Kesehatan nasional melalui monitoring dan evaluasi untuk dan untuk merumuskan kebijakan pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang dilaksanakan oleh RS, BPJS, puskesmas, dinas kesehatan, Bappeda, dokter keluarga, dan pasien terdapat hal yang susah untuk dilakukan. Masalah ini berkaitan dengan transparasi dari output yang dilakukan, dari pihak provider BPJS ataupun BPJS itu sendiri
Reply
# nasruddin82 2016-10-31 06:49
Kebijakan JKN yang dikelola oleh BPJS ini merupakan pelaksanaan yang Top-Down, yang munculnya kebijakan ini berhulu di tingkat Pusat untuk selanjutnya disosialisasikan ke tingkat bawah dan dalam waktu yang singkat kemudian dilaksanakan. JKN ini cukup mengcover kebutuhan masyarakat di daerah maju akan tetapi belum memenuhi kebutuhan masyarakat akan kesehatan di daerah sulit, termasuk dalam hal fasilitas layanan kesehatan.
Reply
# Beny Binarto 2016-10-31 07:03
Menurut analisis saya kebijakan JKN Menerpkan alur top-down dimana kebijakan ini bersal dari program pusat atau pemerintah, dimana kebijakan ini bertujuan agar pelayanan kesehatan dapat tercover semua baik dari level bawah sampai level tingkat atas. Tetapi dalam kenyataannya sangat berbeda, jika daerah yang memiliki aspek atau SDM yang tinggi maka daerah tersebut akan berkembang lebih cepat, atau sebaliknya. Namun dalam kebijakan ini adanya pengaruh yang cukup berkembang dimasyarakat, pengaruh tersebut dapat berupa kritik, saran dan masukan agar proses JKN tersebut dapat berjalan sesuai aturan
Reply
# Meiyana Dianning R 2016-10-31 07:04
Tujuan utama dari JKN adalah JKN mempunyai tujuan yang terkait keadilan kesehatan. UU SJSN (2014) Pasal 2 menyatakan bahwa kebijakan ini mempunyai tujuan mulia yaitu untuk meningkatkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia yang dituangkan dalam Universal Coverage tahun 2019. Namun hal ini akan dirasakan pesimis pada beberapa daerah dikarenakan terjadinya kegagalan penyeimbangan fasilitas dan SDM kesehatan. Daerah yang belum maju kekurangan tenaga medis baik tenaga dokter maupun dokter spesialis, begitu pula pada sarana dan prasarana pendukung seperti Rumah sakit dan Puskesmas yg masih kurang didaerah tersebut. Masyarakat didaerah yg kurang maju mempunyai hak yang sama dalam hal memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan, namun karena ketersediaan tenaga medis yang kurang, masyarakat tidak bisa mendapatkan pelayanan. Hal tersebut akan semakin menambah perbedaan cakupan pelayanan kesehatan, sehingga tujuan Universal Coverage semakin sulit dicapai. Monitoring kebijakan sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama dan harus mencakup seluruh wilayah di Indonesia, dan juga harus dilihat dari semua segi, mulai dari ketersediaan tenaga, sarana dan prasarana, peraturan masing-masing daerah yang berbeda.
Reply
# Felix Mailoa-Simkes 2016-10-31 07:06
Menurut saya, kebijakan JKN merupakan kebijakan yang sifatnya top-down karena menggunakan pendekatan satu pihak dalam hal ini pemerintah pusat. Dalam proses implementasi peranan pemerintah sangat besar dalam hal ini melalui BPJS dan merupakan aktor kunci dalam penentu keberhasilan implementasi, dan sangat sentralitas karena hal ini berkaitan dengan kepentingan nasional dan hajat hidup orang banyak yaitu kesehatan. Namun alangkah baiknya jika ada kombinasi dengan pendekatan bottom up yang lebih mengutamakan partisipasi bersama masyarakat sebagai objek pelayanan. Hal ini penting agar proses implementasi kebijakan dapat sesuai dengan apa yang menjadi tujuan awal kebijakan itu dibuat. Dalam kaitannya dengan BPJS permasalahan seringkali justru timbul karena ada gap. Misalnya yang berhubungan dengan sarana dan prasarana tiap daerah berbeda ketersediaan juga penyebarannya yang belum merata. Fungsi implementasi JKN tidak berubah sekalipun kebijakan yang diimplementasikan berbeda, yang berbeda adalah hasil akhirnya. Hasil implementasi JKN ditiap daerah jauh berbeda sehingga jika dikaji lebih lanjut, terjadi tambal sulam atau substitusi dalam penganggaran akibatnya kualitas manfaat yang dirasakan juga berbeda. Untuk monitoring seharusnya dilakuan oleh pihak luar yang berkepentingan dengan JKN (ada lembaga pengawasan terpisah) misalnya akademisi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial dan sebagainya agar bisa lebih objektif. Selama monitoring masih dilakuan oleh BPJS hasilnya mungkin kurang objektif.
Reply
# Katrina Feby Lestari 2016-10-31 07:09
Pelaksanaan kebijakan JKN ini merupakan pelaksanaan yang top-down yang mana kebijakan ini disusun dari tingkat nasional kemudian dikomunikasikan hingga tingkat bawah. Namun pada kenyataannya, kebijakan yang seharusnya bukan hanya sekedar dikomunikasikan tetapi juga diimplementasikan hingga tingkat bawah tidak berjalan sebagaimana mestinya di mana ada ketimpangan pelayanan kesehatan yang diberikan antara daerah maju dan daerah sulit sehingga perlu dilakukan perbaikan kebijakan.
Reply
# Astria Lolo 2016-10-31 07:19
Dalam proses implementasi JKN yang dimulai pada 1 januari 2014 dilakukan dengan menggunakan pendekatan Top-down, dimana pemerintah pusat mengambil alih dalam pelaksanaan implementasi JKN ini yang kemudian di sosialisasikan atau di dikomunikasikan hingga ke tingkat yang paling bawah dan kemudian di praktekkan. Manfaat dari pendekatan top-bottom ini agar seluruh masyarakat Indonesia yang tinggal di tempat terpencil sekalipun dapat merasakan implementasi dari kebijakan JKN ini, namun pada kenyataannya pemerataan pelayanan JKN masih susah untuk dijangkau di beberapa bagian wilayah di Indonesia sehingga tujuan awal dari JKN yaitu untuk mensejahterakan rakyat Indonesia masih dikatakan belum berhasil karena tidak semua masyarakat bisa menikmati kebijakan JKN. Hal ini mungkin dikarenakan pihak-pihak yang terlibat didalamnya masih kurang siap sehingga belum bisa mengcover seluruh masyarakat secara maksimal.
Reply
# Atina Husnayain 2016-10-31 07:20
Tujuan utama diberlakukannya kebijakan JKN dan BPJS adalah untuk memberikan jaminan kesehatan yang tidak membedakan status sosial dan ekonomi. Salah satu permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan ini adalah penetapan tarif yang tidak melibatkan organisasi profesi kesehatan sehingga tarif yang ditetapkan dirasa belum sebanding dengan pelayanan yang harus diberikan. Hal inilah yang memicu terjadinya fraud dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Mengingat kebijakan JKN dan BPJS ini merupakan kebijakan yang bersifat top down maka perlu dilakukan penelitian monitoring yang lebih intensif.
Reply
# Budi Prihantoro 2016-10-31 07:24
Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan jaminan perlindungan kesehatan yang diperuntukan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Setiap penduduk Indonesia harus mendaftar sebagai peserta. Prinsip yang dianut adalah prinsip gotong-royong dari peserta yang sehat ke peserta yang sakit, dari peserta yang tua ke peserta yang muda, dan dari peserta yang kaya ke peserta yang miskin. Seiring berjalannya waktu prinsip ini tidak berjalan dengan baik. Layanan kesehatan hanya bisa dinikmati pada daerah dengan kondisi fasilitas pelayanan kesehatan yang baik, mempunyai dokter dan tenaga kesehatan lainnya, mempunyai akses ke fasilitas kesehatan yang terjangkau. Pada beberapa daerah, terutama daerah DTPK, kurang dalam pemanfaatan layanan jaminan kesehatan nasional. Sehingga saat ini yang terjadi adalah dana bagi peserta PBI digunakan untuk membiayai peserta dari kalangan mampu yang dapat dengan mudah mengakses layanan kesehatan. Sehingga yang terjadi saat ini pembiayaan dari peserta miskin ke peserta kaya.
Reply
# Felix Mailoa-Simkes 2016-11-02 06:47
Setuju dengan pak Budi, konsep gotong royong ini telah mengalami pergeseran sering dengan implementasinya dilapangan. Proses perencanaan program yang sejak awal tidak maksimal sehingga pada saat diterapkan terjadi kendala yang tidak diperhitungkan sebelumnya.
Reply

Add comment

Security code
Refresh