Policy Brief
Penyusunan Policy Brief untuk Sistem Kontrak di Pelayanan Kesehatan Indonesia (Termasuk Kebijakan JKN dan BOK)
Suasana Diskusi, Workshop JKN – BOK
Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia (FKKI) VI telah berlangsung tiga hari dan di hari ketiga ini (26 Agustus 2015) FKKI menyelenggarakan beberapa sesi workshop yang salah satunya mengenai kebijakan JKN dan dana BOK. Gambaran umum mengenai sistem kontrak di pelayanan kesehatan mengawali sesi workshop kebijakan JKN dan BOK. Selaku pembicara, Dwi Handono menyampaikan bahwa sistem kontrak bukan hanya terbatas pada tenaga medis, melainkan juga SDM manajemen dan institusi. Salah satu yang paket yang pernah menggunakan sistem kontrak tersebut adalah program sister hospital di NTT. Dalam menjelaskan perbedaan contracting out dan outsourching, Dwi juga memaparkan mengenai beberapa regulasi yang mendukung mekanisme sistem kontrak.
Bukan hanya PT dan CV karena organisasi profesi pun dapat berpotensi dalam menyediakan provider yang akan dikontrak penyedia dana. Menurut Prof. Laksono, kontrak secara perorangan seringkali diikuti beberapa permasalahan sehingga perlu ada atas nama lembaga, terutama terkait paket pelayanan yang akan ditawarkan. Dalam sesi diskusi, Budi (UNICEF) juga menekankan bahwa sistem kontrak tidak sesederhana transaksi jual beli sehingga perlu ada keterlibatan berbagai pihak yang bekerja sama dalam mencapai tujuan. Perlunya dukungan regulasi dalam proses perencanaan dan penganggaran public-private partnership juga dijelaskan oleh Dwi Handono.
Pada sesi kedua, Dwi Handono kembali menjelaskan mengenai agency theory yang diterapkan dalam sistem kontrak, dimana ada dua komponen utama yaitu : principal (penyandang dana) dan agen (lembaga/provider). Beberapa permasalahan dan alternatif solusi yang berpotensi terjadi pada saat pra kontrak, saat kontrak, dan pasca kontrak juga dijelaskan secara rinci oleh beliau. Materi dilanjutkan diskusi yang mencoba membahas lebih dalam mengenai adanya kontrak dua level dan kemudian ditutup dengan contoh implementasi penyelenggaraan sistem kontrak (agency theory) melalui program sister hospital di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Prof. Laksono menambahkan bahwa sistem kontrak bukanlah suatu paksaan, sehingga dari sisi principal dan agen harus saling membutuhkan dan mengukur kebutuhan spesifik masing-masing daerah.
Faozi melanjutkan materi dengan pemaparan yang lebih memfokuskan pada kenaikan anggaran 5% di tahun 2016. Reformasi sarana dan prasarana yang disertai dengan perbaikan manajemen sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di era JKN. Alur dana kesehatan saat ini dinilai masih rumit sehingga berbagai instansi diharapkan dapat saling mendukung, termasuk terkait dengan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Materi Presentasi
Reporter : BES dan ES
IR
Implementation Research
dr. Yodi MahendradhataIndonesia kebanjiran hasil penelitian. Hasil penelitian dibuat sebagai syarat untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi, menaikkan pangkat, maupun syarat lainnya. Puluhan ribu hasil penelitian yang dihasilkan setiap tahun, dicetak dan dipajang di perpustakaan bahkan dipublikasikan secara online.
Pertanyaannya, apakah hasil penelitian ini dapat melakukan perbaikan? dr. Yodi Mahendradhata, MSc., PhD memperkenalkan konsep implementation research pada workshop Implementation research and contracting out di Hotel Bumi Minang, 26 Agustus 2015. Implementation research merupakan jenis penelitian untuk perbaikan. Jenis penelitian ini diperlukan di dunia kesehatan karena adanya variasi dampak dari beragam konteks dan implementasi dari kebijakan yang telah diberlakukan.
Kebijakan nasional yang telah diberlakukan di Indonesia selalu tidak bisa berjalan dengan baik karena berbagai kendala dalam proses implementasi. Akhir-akhir ini terjadi peningkatan dana penelitian, namun proporsinya diarahkan untuk pengembangan teknologi vaksin dan obat bukan untuk implementation research.
Riset implementasi adalah bagian dari health system research untuk mencari faktor-faktor yang dapat meningkatkan implementasi dari intervensi yang ada. Riset implementasi menggali kendala pelaksanaan implementasi dengan metode apapun asal bisa menjawab pertanyaan implementasi " The question is king".
Mubasyir HasanbasriFaktanya saat ini, telah banyak regulasi yang mengatur semua program yang harus diawasi. Pegawasan atau controling merupakan komponen penting dalam implementasi. Controling digunakan untuk mencari penyimpangan dan mengatasi penyimpangan. Dr. dr. Mubasyir Hasanbasri, MA sebagai narasumber workshop ini, mengungkapkan bahwa program tidak efektif karena penyimpangan tidak pernah terdeteksi, program pengawasan yang efektif adalah yang terjun langsung melihat kenyataan.
Pemahaman peserta workshop tentang implementation research and contracting out dikuatkan dengan penyajian materi oleh Ari Natalia Probandari dr.,MPH, PhD. Dosen berkaca mata ini memaparkan metodologi implementasi riset. Metode yang sering digunakan pada implementasi riset yakni: 1) Pragmatic trials, digunakan pada produk; 2) effectiveness implementation hybrid trials, digunakan pada setting pelayanan kesehatan; 3) mixed methods, desain penelitian yang menggabungkan penelitian kualitatif dan kuantitatif; 4) participatory action research, intervensi dilakukan berdasarkan kesepakatan yang meneliti dan diteliti; 5) quality improvement studies, menggunakan siklus PDCA dimana ada kaidah riset ilmiah yang digunakan. Untuk penelitian kebiijakan, metodologi penelitian yang sering digunakan adalah participatory action research dan mixed methods.
Materi presentasi
Implementation research and contracting out dr. Yodi Mahendradhata
|
materi |
|
Proses pengembangan dan implementasi kebijakan Mubasysyir Hasanbasri |
materi |
|
Metode riset implementasi Ari Natalia Probandari |
materi |
|
Oleh: Eva Tirtabayu Hasri, S.Kep.,MPH
KIA
Kebijakan Penurunan Kematian Ibu dan Bayi, dan pengalaman menggunakan Sistem Kontrak;
Sesi presentasi Dr. Dwi Handono pada workshop Pokja KIA
Kebijakan publik pada tahun 2016 untuk sektor kesehatan akan memberlakukan peningkatan anggaran menuju sekitar 5% dari yang ada saat ini. Sistem jaminan pembiayaan kesehatan era JKN saat ini mempengaruhi banyak sektor kesehatan, salah satunya sektor Kesehatan Ibu dan Anak serta Kesehatan Reproduksi. Pengembangan pendekatan Contracting Out pelayanan kesehatan diharapkan menjadi salah satu upaya promosi KIA dan reproduksi dalam membantu pemerataan kesehatan. Harapannya penggunaan alokasi dana yang efektif, efisien, dan seoptimal mungkin.
Pada sesi ini diawali dengan presentasi best practice pelaksanaan pendekatan Contracting Out yang pernah dilaksananakan di berbagai tempat. Pertama, disampaikan oleh Indah Deviyanti dari UNICEF Indonesia yang membahas tentang inisiatif Integrated Micro Planning (IMP) di Provinsi Papua dalam pengembangan perencanaan tingkat puskesmas. Tujuan dari program ini memberikan penguatan kapasitas kepada puskesmas untuk perencanaan, penganggaran, dan monitoring KIA berbasis bukti. IMP ini mulai dilaksanakan pada tahun 2014 oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura dengan keluarnya SK untuk penggunaan hasil dari IMP dalam perencanaan kegiatan. Kemudian di tahun 2015, program ini juga telah dilaksanakan di Kabupaten Biak Numfor, Jayawijaya, Sorong, Fakfak, dan Manokwari. Praktek contracting di negara lain kepada pihak non pemerintah juga dicontohkan seperti program Peoples Primary Healthcare Initiative (PPHI) di Pakistan pada tahun 2014 dan District Health Technical Advisory Team (DHTAT) di Kamboja pada tahun 2010.
Kedua, pemaparan oleh Erma Satriani dari Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan (LKBK) tentang program kerjasama LKBK dengan USAID-EMAS dan UNICEF dalam kegiatan yang bersifat gerakan penyelamatan ibu dan bayi baru lahir. Kegiatan ini dilaksanakan sedikitnya di 11 kabupaten/kota yang tersebar seluruh Indonesia. Program EMAS ini kerjasama dengan JHPIEGO, Muhammadiyah dan Aisyiah, Save The Children, dan RTI International. Intervensi yang diberikan berupa beberapa pendampingan ke Rumah Sakit dan Puskesmas untuk peningkatan kualitas pelayanan KIA yang efisien dan efektifitas dari sistem rujukan. Ketiga, prensentasi terakhir oleh Dwi Handono Sulistyo dari PKMK FK UGM yang memaparkan Contracting Out di level pelayanan kesehatan bidang KIA dan reproduksi berupa program Sister Hospital di NTT. Kegiatan ini merupakan kemitraan antara rumah sakit besar di luar NTT dengan rumah sakit umum daerah Kabupaten di NTT untuk mengatasi kelangkaan dokter spesialis dan tenaga kesehatan pendukung lainnya secara jangka pendek dalam pelayanan PONEK 24 jam. Diharapkan rumah sakit umum daerah menjadi rujukan terakhir pasien dalam proses pelayanan kesehatan.
Pada sesi selanjutnya pembahasan dari Direktorat Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan yakni Jehedkiel Panjaitan dan Asteria Unik Prawati yang memberikan tanggapan dari hasil presentasi. Ada beberapa hal yang disampaikan dan dipertanyakan berhubungan dengan sistem Contracting Out, antara lain: 1) Sistem ini lebih bersifat kerja sama yang perlu ada batasan dan harus ada kejelasan siapa yang melanjutkan program tersebut setelah selesai demi kelangsungannya kedepan; 2) Sebaiknya bagaimana lebih mengembangkan kompetensi sumber daya manusia yang ada di daerah; 3) Pada prinsipnya Kemenkes mendukung program yang berasal dari luar untuk mendukung pemerintah yang bersifat penguatan, harus sinergis dengan program yang sudah ada; 4) Harus jelas ikatan dalam sistem contracting out ini, apa hak dan kewajiban masing-masing serta bagaimana dengan mekanisme penyaluran dananya.
Kemudian pada sesi diskusi, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD memberikan tanggapannya bahwa perlu adanya semacam deklarasi kebutuhan dari daerah terkait permasalahan kesehatan mereka masing-masing. Sistem kontraknya itu tergantung kebutuhan dan perlu lebih spesifik kebutuhannya dan ada integrasi didalamnya. Hal ini senada juga dengan pendapat dari peserta lain yang menegaskan bahwa untuk keberhasilan program ini perlu adanya kesadaran profesi kesehatan yang didukung komitmen dari pemerintah setempat. Kesimpulannya bahwa Contracting Out ini sifatnya mensuplementasi kegiatan bukan mereplikasi hingga adanya penumpukan kegiatan. Semangat yang dibangun adalah partnership, bukan kompetisi. Prinsipnya bagaimana memberikan solusi jangka pendek untuk memutus rantai panjang masalah sambil melakukan solusi jangka panjang.
Materi presentasi
Contracting Out di Level Pelayanan Kesehatan Bidang KIA dan Reproduksi: kasus Sister Hospital - Dwi Handono
|
materi |
|
Kerjasama Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan (LKBK) dengan USAID-EMAS dan UNICEF dalam Bidang Kesehatan Ibu & Bayi Baru Lahir
|
materi |
|
Peran serta Organisasi non-pemerintah dalam Penguatan Kapasitas Puskesmas untuk peningkatan efektifitas Perencanaan, pendanaan dan pemantauan kesehatan ibu dan anak - UNICEF |
materi |
|
Reportase: Surahmansah Said
HIV /AIDS
Konsep & Strategi Pembiayaan Organisasi Masyarakat Sipil dalam Penyediaan Layanan Kesehatan
Melalui Mekanisme Contracting Out
Konsep contracting out atau disebut dengan PPP (Public Private Partnership) sebenarnya sudah dipakai selama ini dalam membangun kerjasama baik antara pemerintah dan swasta. Bentuk kemitraan dalam berbagai bentuk baik dana, tenaga dan waktu.
Konsep contracting out tidak selalu pemerintah sebagai pemberi dana & swasta sebagai pelaksananya, namun dapat juga sebaliknya. Swasta perlu dilibatkan, mengingat peran swasta dalam bidang kesehatan sudah cukup luas dan banyak, dibandingkan pemerintah dan swasta (ormas) dapat menjangkau kelompok khusus yg tidak dapat dijangakau oleh pemerintah.
Sumber dana pelaksanaan PPP dapat bersumber dana pemerintah, pemerintah daerah dan sumber lain. Namun permasalahannya, swasta dalam hal ini organisasi kemasyarakatan yang selama ini mendapat dana dari pemerintah, belum ada mekanisme yang jelas mengatur hubungan kerjasama dan kemitraan tersebut. Selain itu, juga perlu pengaturan kedepan bahwa organisasi kemasyarakatan perlu dilakukan akreditasi atau memiliki badan hukum yang jelas sehingga mekanisme kerjasama dan kemitraannya menjadi jelas. Jika belajar dari pemerintah Australia dan Malaysia dimana mereka memiliki lembaga khusus yang bertanggung jawab mengatur dan mengelola dana pemerintah maupun donor untuk organisasi kemasyarakatan, maka Indonesia dapat mencontoh, namun perlu disesuaikan dengan situasi dan latar belakang budaya serta kebutuhan masyarakat Indonesia.
Pelaksanaan kemitraan pemerintah dan swasta juga didukung dengan payung hukum yang mengatur dan menjadi landasan baik kepada pemerintah pusat maupun daerah. Saat ini sudah lebih dari 27 aturan atau undang-undang tentang organisasi kemasyarakatan, namun pelaksanaannya terhambat karena perlu didukung dengan peraturan pemerintah daerah untuk memperkuat dan menunjukkan komitmen pemerintah daerah. Organisasi kemasyarakatan juga perlu dibangun kemandirian sehingga tidak terlalu bergantung kepada dana dari pihak luar baik pemerintah maupun dari pihak donor asing saja. Oleh karenanya ormas perlu melakukan pemberdayaan kepada masyarakat dengan berbagai model baik model "daun", "batang" dan model "akar" sehingga permasalahan kesehatan dalam hal ini HIV dan AIDS perlu menjadi musuh bersama semua elemen masyarakat. Selain itu, perlu dipersiapkan mekanisme yang jelas dan harmonisasi antara pemerintah dan organisasi kemasyarakatan (swasta) untuk membangun kemitraan dalam system contracting out ini, baik untuk jangka pendek, jangka menengah da jangka panjang.
Sesi 6
10.30 - 12.00
|
Konsep dan Strategi Pembiayaan Organisasi Masyarakat Sipil dalam Penyediaan Layanan Kesehatan melalui mekanisme Contracting Out
- Pungkas Bahjuri Ali, STP, MS (Bappenas) | materi
- Budi Prasetyo, SH, MM (Kementerian Dalam Negeri) | materi
- DR. Bahtiar (Kementerian Dalam Negeri) | materi
Moderator : Hersumpana, MA
|
12.00 - 13.00
|
Rehat Siang
|
Sesi 7
13.00 - 15.00
|
Kasus: Kontrak Pelayanan Kesehatan kepada LSM
- dr. Cristina Widaningrum, M. Kes (Sub Dit TB – Kementerian Kesehatan RI) | materi
- Dra. Rohana Manggala, M.Si (KPAP DKI) | materi
- Husen Basalamah (Kios Atma Jaya) | materi
- Yakub Gunawan (Red Institute) | materi
Moderator : Chrysant Lily, MA
|
15.00 - 15.50
|
Rehat Sore
|
Sesi 8
13.00 - 15.00
|
Diskusi: Peluang Pendanaan APBN Program AIDS kepada LSM
- dr. Siti Nadia Tarmizi, M. Epid (Sub Dit AIDS - Kementerian Kesehatan RI) | materi
- dr. Krishnajaya, MS (Adinkes) | materi
- Dra. Rohana Manggala, M.Si (KPAP DKI)
- Husen Basalamah (Kios Atma Jaya)
Fasilitator : dr. Yanri Subronto, Sp.PD, PhD
|