Kemungkinan masalah dalam kebijakan kesehatan di kasus 2

  1. Proses penyusunan kebijakan Raperda di DIY ini tidak berjalan sesuai harapan karena pertentangan pelaku (aktor).
  2. Kelompok di masyarakat dan perusahaan swasta yang mempunyai kemampuan lobby canggih terlihat lebih berkuasa dalam menentukan kebijakan dibanding pemerintah yang terpilih secara demokratis.

Comments  

# Sarwestu 2016-08-15 02:49
Keterlibatan semua unsur pengambil kebijakan sekaligus unsur unsur yang akan menerima dampak atas dikeluarkan kebijakan, didalam semua unsur proses perlu dilibatkan guna menghindari dan mengurangi hambatan hambatan yang akan muncul jika kebijakan itu diterapkan, seperti tidak dilibatkannya unsur "Masyarakat Kretek dan Petani Tembakau" yang menyatakan protes dan tidak menyetujui RAPERDA tersebut hanya karena mereka tidak dilibatkan dalam penyusunannya. Dengan dilibatkannya unsur ormas dapat digunakan sebagai penguatan kebijakan ketika dilakukan implementasi dilapangan sehingga tidak ada keragu raguan lagi dari lapisan masyarakat termasuk unsur politik untuk mendukungnya.
Porses advokasi yang dilakukan secara terus menerus oleh unsur eksekutif kepada unsur legislatif akan sangat mempengaruhi pada dukungan secara politik kepada parpol ataupun konstituen mereka, sehingga dibeberapa daerah seperti Kulon Progo dan Gunung Kidul mampu memiliki PERDA KTR meskipun RAPERDA KTR Provinsi DIY belum ditanda tangani
Reply
# Guardian 2016-08-19 07:02
Dalam proses penyusunan kebijakan, semestinya sudah mengidentifikasi aktor-aktor yang kemungkinan terlibat dalam tahap inisiasi. Kemungkinan masalah-nya adalah mengidentifikasi aktor-aktor yang dapat berkontribusi dalam penyusunan kebijakan. Tetapi apakah mungkin dalam proses pembuatan kebijakan (dari inisiasi sampai evaluasi) akan muncul aktor-aktor baru?
Reply
# Surahyo Sumarsono 2016-08-19 08:00
Proses penyusunan kebijakan yang memberikan implikasi kepada pihak industri selalu tidak mudah. Kemungkinan pemerintah daerah tidak melakukan negosiasi dan lobby yang sesuai terhadap mereka, sehingga mereka "menggunakan" petani tembakau untuk melakukan perlawanannya. Saya belum tahu apakah komponen masyarakat bisa menekan (mendukung) pemerintah atau tidak. Atau adakah suatu cara dengan menawarkan kompensasi tertentu sehingga industri rokok bisa melunak?
Reply
# baning rahayujati 2016-10-10 06:51
mahasiswa fetp 2016 silahkan memberikan komentar
Reply
# vivin 2016-10-16 03:21
proses penyusunan kebijakan ini tidak berjalan sesuai dengan keinginan, kemungkinan dalam menentukan kebijakan tidak melibatkan masyarakat terutama petani tembakau. sehingga petani menjadi lebih mudah untuk menangkap bahwa kebijakan yang sedang disusun akan memberikan dampak kerugian bagi mereka. Selain itu, lobby pemerintah terhadap pihak industri kemungkinan belum menemukan titik temu yang sama sehingga menimbulkan perlawanan.
Reply
# Ahmad M FETP 2016 2016-10-12 05:53
Aktor di balik penyusunan Raperda KTR adalalah DPRD provinsi dan 3 kabupaten lain sejak tahun 2012-2013 dengan mengembangkan naskah akademik. Naskah akademik ini telah didiskusikan dan disetujui sehingga Raperda telah dimasukkan dalam Prolegda. Tahap-tahap pembahasan dari Raperda dan public hearing telah dilakukan sampai tahap akhir, namun pada saat penandatangan akan dilakukan di tahun 2013, ada satu aktor yang seharusnya di ikut sertakan dalam penyusunan Raperda tersebut. komponen itu adalah masyarakat yang bernama "Masyarakat Kretek dan Petani Tembakau", sehingga masyarakat tersebut menyatakan protes dan tidak menyetujui Raperda tersebut dan menuntut Raperda tidak ditandatangani. hingga ahirnya satu per satu fraksi di DPRD mengundurkan diri, dan menuntut Raperda raperda cacat hukum dan akan merugikan petani tembakau.

hal ini dapat menunjukkan bahwa kebijakar tersebut di serahkan ke pasar yang adalam hal ini adalah Petani Tembakau. dimana penentu kebijakan bukanlah dari pihak pemerintah, namun dari pihak masyarakat petani tembakau. karena masyarakat petani tembakau mempunyai peran yang cukup besar dalam menyumbang pendapatan daerah salah satunya adalah Cukai rokok, disamping itu juga akan berdampak kepada buruh, seandainya kebijakan tersebut tidak berpihak kepada petani tembakau.
pada tahun 2013 juga mendekati masa masa pemilu, dimana partai akan berlomba-lomba untuk mencari simpati masyarakat. Para pemimpin partai menilai bahwa komponen petani tembakau ini mempunyai massa yang cukup besar untuk menyumbang suara pada pemilu di tahun 2014.
Reply
# ningrum FETP 2016-10-12 06:06
Dalam proses pembuatan suatu kebijakan salah satu faktor terpenting yang harus ada yaitu actornya. Dalam contoh kasus diatas seharusnya sebelum rancangan Perda dibahas harus melihat efek lain yang dirugikan dari Perda tersebut yaitu para petani tembakau dan industri yang menaungi para pekerjanya. Hal ini akan sangat berpengaruh pada perekonomian mereka. Jadi seharusnya dalam membahas rancangan Perdanya mereka juga harus dilibatkan untuk didengar aspirasinya. Akhirnya hal ini berimbas pada terhambatnya raperda tersebut.
Reply
# Ade Kartikasari Sebb 2016-10-16 06:56
Dalam proses pengambilan kebijakan haruslah bersifat Rasionalisme yang artinya bahwa keputusan dibuat dengan mempertimbangkan semua kemungkinan beserta konsekuensi yang akan terjadi jika kebijakan ini di implementasikan. Dalam Proses penyusunan kebijakan tidak terlepas dari yang namanya aktor. Aktor dalam artian pelaku atau orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan. Oleh karena itu, dalam kasus Raperda KTR ini harusnya harusnya melibatkan semua elemen yang punya kepentingan sehingga masalahnya bisa dibicarakan dengan baik dan para aktor bisa solusi yang tepat. Seperti misalnya dalam kasus ini harusnya pabrik rokok dan petani tembakau ikut terlibat dalam proses penyusunan karena mereka termasuk kelompok yang punya kepentingan sehingga tidak terjadi aksi protes dalam proses penyusunan Raperda KTR ini. Mengapa akhirnya penyusunan Raperda ini macet dan DPR akhirnya mundur satu per satu, menurut saya karena adanya kepentingan politik. Pabrik rokok ini merupakan kelompok yang memiliki kekuasan sehingga mempengaruhi dalam pemutusan suatu kebijakan. Andai kata di dalamnya tidak mementingkan kepentingan pribadi/politik dan proses advokasi eksekutif dan legistlatif terus dilakukan, besar kemungkinan Raperda ini tidak akan mengalami kemacetan.
Reply
# sri wusono,KPMAK 2016-10-20 05:58
Kebijakan perlu pengkajian lebih mendalam apalagi merokok sudah menjadi budaya , persendian ekonomi perlu komunikasi ,koordinasi dan pertipasi masyarakat secara menyluruh karena masing elemen memiliki pengaruh tersendiri seperti :
a. Pemerintah executif ; melaui UU Kesehatan No 36 /2009 Bahwa salah satu Kebijakan yang wajib diselengarakan seluruh daerah di Indonesia menetapkan kawasan tampa rokok dimulai dari institusi pendidikan ,Kesehatan dan tempat – tempat umum.
b. Peruhasaan Rokok ; Genjar Iklan rokok berbagai media agar penjualan meningkat meningkatkan pendapapatan perusahaan
c. Petani tembakau ; Mendapatkan kehidupan dari hasil penjualan tembakau
d. Masyrakat ; pro rokok dan anti rokok
e. DPRD ; pro rokok dan anti rokok
Kebijakan pengendalian anti rokok kontroversi di Negara kita sehingga hal ini membawa kontraproduktif dalam menyusun Raperda anti rokok menurut saya kebikan tersebut akan efektif dengan :
1. Aktif sosialisasi dari Rt rw desa kecamatan anti rokok dengan pendekatan menarik visual media pentingnya tidak merokok yang merugikan kesehatan kemudian difasilitasi wadah rehabilitasi utuk membatu para pencadu rokok.
2. Perusahaan Rokkok melakukan inovaasi budi daya tembakau yang bagi kesehatan masyarakat dan tetap menolong petani tembaku seperti Lepas dari masalah pro-kontra, kabarnya tembakau bisa diolah menjadi etanol. Etanol sendiri seringkali dijadikan bahan tambahan bensin sehingga menjadi biofuel. Menurut Julian Bobe dari perusahaan Tyton Bio Energy Systems, “Di Amerika, kita menghasilkan sekitar 52,5 miliar liter etanol sebagian besar dihasilkan dari jagung.” Tyton Bio Energy sendiri mulai membuat etanol dari tembakau, kandungan gula dari tembakau difermentasi
3. Petani rokok secara subtitusi tidak kehilangan pekerjaan denagan adanya budi daya tembaku menjadi bioful.
4. Pemerintah dan DPRD memiliki komitmen bersama realisasi penngendalain asap rokok dengan menfasilitasi budidaya tembakuau menjadibuat sumber daya energy demi tercapainya kemaslahatan orang banyak .
Reply

Add comment

Security code
Refresh