Reportase Pertemuan Jejaring Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Balitbangkes Kemenkes RI

Jakarta, 5 - 7 Desember 2019

10des 5

Sesi 1
Hasil Penelitian dan Pengembangan Kesehatan sebagai Rujukan Kebijakan Kesehatan 

Materi ini disampaikan oleh Kepala Badan Litbangkes membuka sesi dengan isu kesehatan masyarakat yang saat ini dan masa mendatang akan menjadi target program serta kebijakan pemerintah. Isu - isu tersebut, yaitu peningkatan upaya promotif dan preventif, penurunan angka stunting, optimalisasi program JKN, pengembangan alat dan obat kesehatan. Kemudian dilanjutkan bahwa sistem penelitian dan pengembangan kesehatan terdiri dari tiga pilar utama, yakni sistem kesehatan nasional, pendidikan dan lembaga penelitian.

Pertemuan Jaringan Penelitian dan Pengembangan Balitbangkes kali ini khusus mengundang akademisi kesehatan masyarakat. Hal ini berbeda dari tahun lalu, dimana kami mengundang berbagai disiplin kesehatan. Tetapi, ternyata sulit menyatukan berbagai ide - ide terbaik yang beragam tersebut. Harapan kami pertemuan ini tidak hanya menjadi ajang silahturahmi semata tetapi ada rencana konkret yang dapat diimplementasikan untuk perbaikan kesehatan, seperti menggali potensi - potensi penelitian yang dapat disinergikan, diskusi berkala dan rencana tindak lanjut.

Litbangkes Kemenkes adalah lembaga riset yang bertujuan untuk memberikan data dan fakta agar dapat diadopsi menjadi kebijakan atau inovasi perbaikan program kesehatan. Menurut data Balitbangkes, 70% penelitian yang dilakukan oleh Litbangkes digunakan untuk kebijakan, dan 30% nya untuk inovasi program kesehatan komunitas. Sesuai komitmen Presiden yaitu peningkatan kebijakan berbasis data akurat. Kegiatan penelitian harus diarahkan pada program prioritas atau CORA (Client Oriented Research Activity). Riset - riset yang dilaksanakan selama ini terbagi menjadi 4 yakni 1) riset kesehatan nasional, 2) riset bidang, 3) riset pembinaan dan 4) riset kompetitif. Harapan Balitbangkes dengan adanya kegiatan ini integrasi perencanaan dan pelaksanaan kebijakan sektor kesehatan melalui peelitian dapat berjalan sesuai Perpres Nomor 79 Tahun2019.

Selama ini penelitian yang dilakukan akademisi cenderung pada jurnal dan sitasi. Hal ini hanya berdampak dari peneliti, bagi peneliti dan oleh peneliti, atau hanya sedikit berperan untuk masyarakat. Masa mendatang kita akan dorong penelitian dan data menjadi dasar pembuatan kebijakan. Memang dalam proses kebijakan kental akan politik. Tetapi, sebagai akademisi kita tidak boleh anti pada politik. Politik hanya alat untuk menghasilkan sebuah kebijakan yang berhasil guna. Apabila diperhatikan di media pun, narasi para politikus cenderung tidak berdasar. Penelitian - penelitian yang akan dikoordinasikan dan diintegrasikan ini akan menjadi indikator kualitas kebijakan. Jadi, tidak hanya pada tahap formulasi kebijakan, tetapi juga evaluasi.

Sebagai infomasi dalam ranah kebijakan ada tiga sifat kebijakan yang bersama - sama bisa kita upayakan perubahannya, yaitu kebijakan yang bersifat strategis (butuh perubahan UU), manajerial (perubahan peraturan pemerintah/ kementerian), dan teknis, seperti contohnya data dari IHME yang menjadi bahan penyusunan RJMN. Sinergisitas kolam pengetahuan dan pengambilan keputusan harus mengalirkan manfaat kepada kesehatan masyarakat. Tentu, tantangan ke depan adalah advokasi. Tidak apa, advokasi adalah sebuah kompetisi bagaimana meyakinkan aktor (pemangku kepentingan dan masyarakat) atas ide/gagasan yang kita susun untuk menyelesaikan permasalahan seperti stunting, AKI, AKB. Perlu diketahui bersama bahwa Indonesia saat ini darurat PTM. Padahal banyak program yang sudah disusun dan dikembangkan. Artinya, masih dibutuhkan inovasi perbaikan program pada sektor kesehatan.

Sesi 2
Peran Kemenristek/BIRN dalam Koordinasi Pelaksanaan Litbangkes di Institusi Pendidikan Tinggi

Kepala BIRN menyampaikan bahwa total biaya penelitian adalah sebanyak 35 Trilyun, dimana 10 Trilyun digunakan untuk riset sedangkan sisanya digunakan untuk membayar peneliti dan biaya operasional. Selain itu, data mencatat bahwa banyak sekali penelitian yang memang secara sah dapat dipertanggungjawabkan pada BPK, tetapi tidak efisien atau overlapping dalam pelaksanaannya, misalnya penelitian padi. Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) digagas oleh Presiden 2017 - 2024 atau untuk menyongsong 100 tahun Indonesia. Menurut hasil penelitian internasional, pada usia satu abad itu, Indonesia diprediksi akan menduduki peringkat atas pertumbuhan ekonomi. Hipotesis ini memang belum tentu tercapai, tetapi ini adalah sebuah harapan, oleh karenanya pemerintah menginginkan penelitian harus terkoordinasi dan terintegrasi bersama oleh BIRN agar mampu menyelesaikan permasalahan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, berkelanjutan dan independen dalam IPTEK.

Meskipun saat ini potret lembaga penelitian yang tersebar di badan/ kementerian/ lembaga pemerintah menunjukkan tumpang tindih, tetapi regulasi telah selesai dibentuk dan siap diimplementasikan untuk integrasi penelitian para akademisi dan lembaga K/L terkait, yang perlu disinergikan yakni pada perencanaan, program, anggaran dan sumber daya. Untuk melaksanakan RIRN, kementerian menyusun dan menetapkan prioritas riset nasional yang berlaku selama lima tahun, meliputi fokus riset untuk setiap bidang, topik riset, target pencapaian, tema riset, institusi pelaksanan dan rencana alokasi anggaran.

10des 1

Munculnya Lembaga BIRN tentu patut disambut optimis untuk iklim dunia penelitian mendatang. Tetapi, terkait penelitian sektor kesehatan yang telah diatur secara khusus dalam Pasal 42 dan Pasal 50 UU Nomor 36 Tahun2009 tentang Kesehatan, selama ini Balitbangkes terus berupaya untuk mengarahkan program penelitian kepada program prioritas nasional (kesehatan). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, telah merancang sebuah dashboard penyediaan data terpadu. Dashboard tersebut rencananya akan menampilkan data internal (kemenkes), eksternal (kementerian keuangan, BPJS, dan sebagainya) dan akan mencermati sentimen media sosial terhadap isu kesehatan. Data - data yang disajikan harus memenuhi standar Validity, Objectivity, Availability, dan Reality (VOAR).

10des 1

Sesi 3 Diskusi Kelompok

Beberapa diskusi yang berlangsung diringkas sebagai berikut,
“Kampus belum mempunyai program sinergi yang menghubungkan penelitian kemenristek BRIN dengan kementerian kesehatan. Selanjutnya perlu dijelaskan form untuk mengontrol Dashboard Satu Data yang disediakan oleh Pusdatin – Kemenkes. Sebagai catatan data Riskesdas seringnya tidak sesuai dengan yang ada di lapangan/ kondisi. Penelitian - penelitian ke depan diharapkan menguatkan metode kualitatif, karena semua tidak bisa diwakilkan dengan angka - angka. Indonesia memiliki etnografi dan social ekonomi yang bervariasi. Selain itu, beberapa hasil penelitian mengungkapkan dua penyebab terbesar stunting yakni tidak mencukupi nutrisi yang dibutuhkan tubuh menurut kesehatan masyarakat dan asap rokok oleh peneliti ekonom. Kita mengetahui bersama bahwa sektor kesehatan dipengaruhi 70% faktor eksternal dalam keberhasilan program dan kebijakannya. Kampus - kampus diyakini telah banyak menuliskan solusi dari persoalan kesehatan masyarakat. Tetapi, bagaimana tindak lanjut agar solusi tersebut dapat dirumuskan sebagai kebijakan. Penulisan rekomendasi kebijakan itu juga harus menjadi perhatian. Ranah universitas sulit menjangkau agenda setting, karena itu berada pada tatanan eksekutif dengan legislatif.

10des 3

Sesi 4 Hasil Pleno Diskusi

Berdasarkan diskusi bersama dirangkum bahwa dalam integrasi penelitian untuk utilisasi yang sebesar - besarnya menjadi kebijakan perbaikan kesehatan masyarakat. Potensi - potensi yang dapat digunakan dalam ranah perguruan tinggi ialah pusat studi, PBL, skipsi/ tesis/ disertasi, kurikulum, kemampuan analisis dan SDM. Sedangkan, peran dari perguruan tinggi yakni pendampingan wilayah kabupaten/ kota terhadap data rutin serta analisisnya untuk menjadi program/ kebijakan perbaikan kesehatan. Penyediaan media literasi atau komunikasi yang telah digagas UGM melalui Data Sistem Kesehatan Nasional (DaSK) sebagai medium penyampaian rekomendasi kebijakan bagi pemangku kepentingan maupun khalayak umum. Untuk rencana aksi dalam diskusi ini antara lain membuat forum pertemuan untuk mendiskusikan validitas data - data dan controlling Dashboard Kemenkes, merancang Pub Med versi Indonesia, penyediaan payung hukum peneliti bersama industry dalam menciptakan inovasi alat atau produk kesehatan lainnya.

10des 4

Berdasarkan pertemuan jaringan penelitian dan pengembangan kesehatan, tindak lanjut yang akan dilakukan PKMK FK - KMK UGM sebagai berikut:

  1. Menjalin kerja sama bersama Balitbang Kemenkes RI untuk merancang riset tematik dan operasional agar mampu meningkatkan penggunaan data akurat sebagai dasar pembentukan kebijakan.
  2. Mendiseminasikan Data Sistem Kesehatan Nasional (DaSK) yang telah dikembangkan sejak 2018 ke Pusdatin, Balitbangkes Kemenkes dan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat yang hadir dalam pertemuan
  3. Mengajak kemitraan berbagai perguruan tinggi untuk melakukan analisis kebijakan kesehatan melalui webinar
  4. Mengkonsep pelatihan penulisan Policy Brief untuk perbaikan kebijakan kesehatan
  5. Pengembangan DaSK untuk menjadi corong informasi dan rekomendasi kebijakan tingkat pusat maupun lokal daerah.

Reporter: Tri Aktariyani

10des 5