The Impact of public health insurance on healthcare utilisation in indonesia

Evaluasi kebijakan Universal Health Coverage yang dikelola BPJS Kesehatan efektif sejak tahun 2014 yang dilakukan Darius Erlangga (PhD candidate dari Departemen of Health Science, University of York) adalah yang pertama dalam literatur kebijakan kesehatan Indonesia. Paper-nya mencoba mengeksploitasi keunggulan data panel dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) yang diambil secara representatif di 13 provinsi di seluruh Indonesia.

Dataset ini memiliki variabel kesehatan yang komprehensif, dan terlebih diambil secara longitudinal, sehingga perubahan individual antar waktu dapat ditangkap. Dengan menggunakan IFLS 4 yang diambil di tahun 2007 sebagai baseline, paper ini melihat efek BPJS Kesehatan pada IFLS 5 yang diambil di akhir tahun 2014 -Maret 2015. Kelompok treatment dibagi menjadi 2 : 1) Grup volunteer yakni yang pada tahun 2007 belum memiliki asuransi, pada tahun 2014 sudah ter-cover; 2. Grup subsidi didefinisikan sebagai kelompok yang tidak memiliki asuransi di tahun 2007 namun masuk dalam skema Jamkesmas di tahun 2014. Sementara kelompok control didefinisikan sebagai kelompok yang tidak ter-cover asuransi apapun di tahun 2007 dan tahun 2014.

Strategi identifikasi pada paper ini meliputi teknik estimasi non parametric dengan Propensity Score Matching (PSM) yang dipilih karena dua hal : Pertama, distribusi variabel yang tidak normal dan Kedua PSM mengurangi bias dari variasi faktor-faktor yang observable. Teknik ini kemudian digabungkan dengan Difference-in-Difference (DiD) yang mengeliminasi bias yang mungkin muncul dari hal-hal yang tidak observable semisal variasi dari efek waktu dan juga variasi individual.

Hasil dari estimasi mendapatkan beberapa indikator yang melihat utilisasi layanan kesehatan signifikan secara statistik. Efek dari adanya BPJS Kesehatan meningkatkan peluang untuk penambahan frekuensi kunjungan rawat jalan dan juga rawat inap (p<0.01) pada kelompok yang tergabung dalam skema volunteer (PBPU). Sementara efek pada kelompok yang disubsidi tidak signifikan (secara statistik). Paper ini juga melihat dampak pada kelompok sosioekonomi tertentu yang dibagi menjadi secara quintiles.

Temuannya sesuai dengan prediksi teori mikroekonomi, quintile ke-5 (yang relatif paling kaya) paling mungkin (secara probabilitas) meningkatkan jumlah kunjungannya untuk mendapat layanan kesehatan. Secara implisit ada kemungkinan terjadinya moral hazard, hanya saja beberapa catatan perlu digarisbawahi. Pertama, peningkatan kunjungan belum berarti welfare loss, namun bisa juga liquidity effect (Chetty et al 2013), dan perlu dilihat apakah ada “Good Moral Hazard” (Argumen Nyaman). Kedua, bisa juga grup yang disubsidi secara umum lebih sehat dibandingkan grup yang mendaftarkan diri secara sukarela. Secara umum, riset untuk melihat dampak adanya BPJS Kesehatan masih perlu terus dieksplorasi, dan akan sangat baik jika menggunakan data level pasien dari BPJS Kesehatan.

Giovanni van Empel
Untuk korespondensi dengan Darius Erlangga silahkan kirim email ke This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.