Reportase Outlook Tahap II: Apa yang Mungkin Terjadi di Tahun 2021 Dalam Konteks Reformasi Kesehatan?

Rabu, 20 Januari 2021

Pengantar

Kepala Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Dr. dr. Andreasta Meliala, MK.Kes, MAS menyampaikan pentingnya sistem kesehatan supaya siap menghadapi tantangan bencana.

Hal ini dimaksudkan supaya Indonesia memiliki ketangguhan terhadap bencana yang baik. PKMK juga tidak berhenti melakukan penelitian, diskusi dan pelatihan untuk melaksanakan transformasi kesehatan ke level berikutnya. Kemudian, rerlu juga diketahui formula apa saja yang dibutuhkan untuk reform.

Sesi Pertama

narsum20jan

Dr. Bella Donna, M.Kes (Outlook Penanganan Pandemi COVD-19 pada 2021: Perilaku, 3T, Vaksinasi dan Penanganan Lonjakan)

Pada 2020 masyarakat dikejutkan dengan terjadinya pandemi COVID-19, yang mana mengubah kebiasaan - kebiasaan yang umumnya berlaku di masyarakat. Kebiasaan hidup berubah karena orang lebih rajin untuk cuci tangan, dan pertemuan fisik diubah menjadi pertemuan daring. Selain itu angka kematian yang terus bertambah dan muatan rumah sakit yang semakin sedikit untuk pasien COVID-19. Gelombang COVID apabila dibandingkan antara Indonesia dan negara lain, Indonesia masih masuk di gelombang pertama dan belum selesai sementara di negara lain sudah masuk ke gelombang kedua/ketiga.

dr. Bella juga menjelaskan mengenai 3 arahan dari Presiden RI untuk melakukan recovery pada 2021. Pertama yaitu kesiapan menghadapi lonjakan kasus aktif pasca liburan terutama untuk kota - kota besar atau kota yang memiliki obyek pariwisaa yang ramai dikunjungi, program vaksinasi dan pencegahan kasus aktif. Pemerintah juga melaksanakan 3T secara masif untuk menekan angka kematian dan menaikkan angka kesembuhan nasional.

Artinya untuk melakukan 3T dibutuhkan sistem laboratorium yang sudah kuat, untuk mengurangi antrian dalam lab yang tejadi selain itu SDM laboratorium dan nakes yang bisa melaksanakan tracing pasien yang suspect, probable dan positive. Tantangan lainnya yaitu masih adanya anggapan bahwa COVID adalah penyakit yang memalukan, sehingga masyarakat yang memiliki gejala menahan diri untuk pergi ke RS sehingga bertambah parah. Bella juga menyampaikan bahwa penting untuk menjaga mutu pelayanan, pembiayaan di masa pandemi dan peningkatan manajemen risiko dalam setiap aspek seperti pembiayaan.

Faozi Kurniawan, SE., M.Kes (Outlook Pendanaan Kesehatan di Era Pandemi dan Kesulitan Anggaran Pemerintah)

Faozi menjelaskan data - data melalui perspektif keuangan. Ada 3 poin yang disampaikannya yakni gambaran APBN, gambaran anggaran kesehatan dan tantangan Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan ke depan. Anggaran pendapatan dan belanja setiap tahun meningkat, tetapi pada 2020 - 2021 anggaran pendapatan dianggarkan turun karena pandemi COVID-19.

Terjadi realokasi dan refokusing belanja yang terjadi pada tahun lalu dan tahun ini. Sementara alokasi anggaran kesehatan, nampak pada 2016 pertama kalinya anggaran kesehatan bisa memenuhi angka yang diamanatkan oleh Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu sebesar 5 persen. Pada 2021 prosentase ini turun menjadi 4.8 persen saja. Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah untuk pelayanan kesehatan di masa pandemi COVID-19 adalah anggaran yang belum difokuskan kepada infrastruktur kesehatan dan program promotif serta preventif. Sementara anggaran difokuskan untuk menangani defisit JKN yang terjadi.

Dr. dr.Hanevi Djasri, MARS., FISQua (Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan dalam Pandemi COvid-19: Outlook 2021)

Hanevi menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 merupakan katalisator dalam mutu pelayanan kesehatan. Ada dampak positif dan negatif dari perisitiwa ini. Pada 2021 diprediksi bahwa ada 3 poin yang akan dilaksanakan seperti fasyankes yang melaksanakan balancing act, kemudian merancang ulang atau redesain pelayanan dan perubahan agar Fasyankes menjadi smart Fasyankes. Balancing act yang dilaksanakan merupakan pelayanan kesehatan untuk COVID-19 dan pelayanan kesehatan normal.

Redesain pelayanan yang akan dilakukan value-based care atau pelayanan yang berfokus pada tindakan atau perawatan yang benar - benar meningkatkan keseahatan dari pasien, serta pelayanan yang mengutamakan pasien atau patient centered care yang mana berpreferensi terhadap kebutuhan dan nilai-nilai individu pasien. Terakhir, fasyankes yang smart yaitu fasyankes yang diharapkan dapat beradaptasi secara cepat dengan penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan kesehatan, seperti konsultasi jarak jauh dengan bantuan wearable device .

Dr.dr. Andreasta Meliala, M.Kes., DiplPH, MAS (Outlook SDM Kesehatan di Masa Pandemi)

SDM Kesehatan sering menjadi bahasan dalam konteks - konteks tertentu seperti dalam fasyankes, dalam konteks pembiayaan UHC, dan konteks geografis Indonesia, namun bahasan SDM Kesehatan dalam masa bencana masih dibicarakan secara sporadis. Persiapan SDM Kesehatan dibutuhkan di masa persiapan dan masa mitigasi, karena jika hanya dilaksanakan pada masa mitigasi akan mengakibatkan banyak kematian sehingga mutu pelayanan juga menjadi korban. Hal yang disoroti oleh Andre dalam keadaan tersebut adalah pelaksanaan licensing atau sertifikasi yang penting untuk dilakukan pada masa persiapan dan mitigasi. Pada masa persoapan, perlu diketahui siapa saja yang dapat bergabung menjadi SDM Keseahtan untuk masa bencana. Kemudian ahli dalam profesi tertentu yang perlu direkrut secara khusus seperti dalam bidang data, teknologi informasi yang perlu masuk dalam persiapan.

Sesi Pembahasan

udrekUdrekh menyampaikan bahwa BNPB berencana akan membuat sistem penanggulangan bencana non alam yang secara holistik tidak terlepas dari enam komponen yaitu regulasi, perencanaan, kelembagaan, kapasitas, pendanaan dan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Untuk reformasi kesehatan, ada upaya yang harus dilaksanakan yaitu mainstreaming topik kebencanaan, agar terbentuk kolaborasi yang baik dalam penanggulangan bencana. Kemudian juga perlu dipikirkan bagaimana kebijakan anggaran supaya bisa berkelanjutan, bagaimana supaya sumber daya atau fasilitas meningkat dan anggaran juga meningkat.

Lalu perlu juga dipikirkan, bagaimana cost itu dapat menjadi cost opportunity sehingga ada nilai investasinya. Udrekh menyampaikan bahwa dalam penanggulangan bencana, kita perlu mencontoh negara lain seperti Jepang, berpikir lain soal bencana yaitu tidak mengasihani diri sendiri tetapi menjadikan bencana sebagai tanda bahwa negara akan bangkit. Hal ini diimplementasikan dengan cara, membuat inovasi untuk mengatasi bencana kemudian menawarkannya kepada negara lain yang juga membutuhkan solusi untuk penanganan bencana. Hal inilah yang dimaksud mengubah cost menjadi opportunity cost.

Pembahas yang kedua yaitu dr. H. Muhammad Budi Hidayat, M.Kes menuturkan bahwa dalam pengendalian COVID-19 memiliki beberapa tantangan, seperti hasil uji labratorium yang terlambat; keterbatasan SDM, sarana dan prasarana; keterlambatan melakukan pelacakan kontak dan stigma yang berada di masyarakat; penanganan kasus (isolasi/karantina) (isolasi/karantina) yang belum memenuhi syarat; layanan kesehatan esensial yang terganggu menyebabkan targt program prioritas nasional tidak tercapai maksimal dan; penerapan protokol kesehatan di masyarakat belum optimal. Oleh karena itu, reformasi sistem kesehatan perlu melaksanakan penguatan sistem kesehatan, seperti penambahan SDM Kesehatan, penguatan sistem rujukan, memastikan kemandirian farmasi dan alkes, dan juga inovasi pembiayaan.

pungkasPada sesi kedua Pungkas Bahjuri Ali dari Bappenas menyampaikan mengenai Reformasi SKN. Pungkas memaparkan sekilas mengenai kondisi kesehatan pada 2020 dan memperkirakan bahwa pandemi COVID-19 masih akan terjadi pada 2021. Penyebaran COVID-19 dapat ditekan dengan perilaku 3M dan pola hidup yang sehat, kemudian vaksinasi akan sangat membantu pengendalian pandemi.

Perlu juga dilaksanakan penguatan sistem kesehatan yaitu upaya tes, lacak dan isolasi. Pungkas menyebutkan ada 8 area Reformasi SKN, yaitu dari segi pendidikan, penguatas fasyankes, peningkatan RS di DTPK, kemandirian farmasi dan alkes, ketahanan kesehatan, pengendalian penyakit dan imunisasi, pembiayaan kesehatan dan teknologi informasi, digitalisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Terakhir Prof. dr. Laksono Trisnantoro., M.Sc., PhD menyampaikan Peran Penelitian, Pengembangan dan Pengkajian dalam Reformasi Kesehatan yang Berada dalam Goncangan. Kesehatan kita memerlukan ketahanan atau resilience dalam menghadapi bencana. Terdapat siklus kejutan dalam bencana, antara lain kesiapsiagaan, serangan kejutan dan kewaspadaan, kemudian dampak dan manajemen kejutan dan yang terakhir adalah tahap pemulihan dan pembelajaran. Sehingga kedepannya terwujud penguatan kebijakan kesehatan dalam konteks Reformasi Sektor Kesehatan dengan kesadaran bahwa Indonesia berada dalam situasi terguncang berat.

Strategi yang digunakan untuk meningkatka rsilience dari segi tata kelola, yaitu diperlukannya kepemimpinan yang efektif dan partisipatif, koordinasi yang kuat. Kemudian dari segi pembiayaan, perlu dipastikan sumber daya moneter yang cukup, serta memastikan stabilitas pendanaan dan fleksibilitas pendanaan untuk memenuhi kebutuhan yang berubah. Dari segi sumber daya, diperlukan tingkat dan distribusi sumber daya masnuai dan fisik yang sesuai dan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas dalam mengatasi lonjakan permintaan yang tiba-tiba. Lalu pentingnya pendekatan alternatif dan fleksibel dalam pemberian layanan kesehatan.

semua materi dan video dapat di akses pada link berikut klik disini

Reporter: Eurica Wijaya