Reportase Pelatihan Penulisan Policy Brief dan Pelaksanaan Policy Dialogue

Hari Pertama: 2 Februari 2021

Pada Selasa (2/02/2021) telah diselenggarakan Pelatihan Penulisan Policy Brief dan Pelaksanaan Policy Dialogue tahap I hari pertama. Acara berlangsung pukul 13.00 – 15.20 WIB di Gedung Litbang, FK – KMK UGM dan disiarkan melalui zoom meeting. Pelatihan ini merupakan hasil kerja sama antara Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK - KMK UGM bersama dengan World Health Organization (WHO) Indonesia dalam program penguatan dan pengembangan kebijakan Kesehatan.

Peserta pelatihan adalah mitra universitas. Tujuan pelatihan ini antara lain mempromosikan kebijakan berbasis bukti kepada para mitra universitas; membangun kapasitas mitra terpilih dalam memproduksi produksi terjemahan pengetahuan (knowledge translation); mitra universitas dapat menulis policy brief sesuai standar penulisan untuk empat masalah kesehatan prioritas KIA, gizi, CVD, dan Kanker; mitra universitas dapat melakukan pemetaan stakeholder lokal; dan dapat melibatkan stakeholder lokal dalam proses policy dialogue. Dua orang narasumber dihadirkan dalam pelatihan ini yaitu Shita Listya Dewi dan Agus Salim, MPH dengan moderator dr. Sandra Frans, MPH.

Sesi 1 – Knowledge translation product: Policy brief

Shita Listya Dewi

8 1

Shita menyampaikan bahwa ada 3 sub pokok bahasan yang dibahas pada sesi hari ini yaitu proses pembuatan kebijakan kesehatan dan peran evidence penelitian dalam keputusan kebijakan publik, knowledge translation, dan penyusunan policy brief: pernyataan masalah. Siklus kebijakan dimulai dari agenda setting atau problem definition. Disini, selain mengidentifikasi masalah, kita perlu mengangkat sebuah isu. Isu ini tentunya harus bersaing dengan isu-isu lain untuk mendapat perhatian, sehingga disini perlu evidence agar isu yang kita pilih menjadi penting. Selain evidence, perlu juga ada urgency dalam isu tersebut. Semakin tinggi urgency-nya akan semakin mudah untuk masuk ke agenda kebijakan.

Dalam perumusan kebijakan, ada beberapa tantangan yang dihadapi, sehingga peran evidence lebih dibutuhkan lagi. Peran evidence pada tahap ini misalnya untuk melihat opsi yang dikemukakan, dan melihat untung rugi dari opsi yang dikemukakan. Selain itu, evidence juga diperlukan dalam policy implementation. Kebijakan harus ditempatkan dalam sebuah konteks dimana konteks ini dapat berbeda-beda.

Dalam hal ini, evidence membantu kita dalam menempatkan konteks yang tepat. Kemudian, evidence juga masih dibutuhkan ketika melakukan evaluasi kebijakan dan ini adalah titik krusial dari sebuah kebijakan, apakah kebijakan akan dilanjutkan atau perlu direvisi. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah apakah evidence ini ada, bagus kualitasnya, dan dipakai oleh para pengambil kebijakan?

Kebijakan berbasis bukti adalah pendekatan yang membantu orang membuat keputusan yang terinformasi dengan baik tentang kebijakan, program, dan proyek dengan meletakkan bukti terbaik yang tersedia dari penelitian di pusat pengembangan dan implementasi kebijakan. Penggunaan evidence policy yang baik harus menghadirkan keterkaitan antara proses penelitian, knowledge translation process dan proses pembuatan kebijakan.

Knowledge translation ini merupakan jembatan antara research process dan proses pembuatan kebijakan. Knowledge translation itu bukanlah proses satu arah, namun harus 2 arah, yaitu selain dari pihak researcher tetapi juga dari para policy maker. Jadi harus ada exchange of information antara dua elemen tersebut.

Ada beberapa knowledge translation product, namun yang kita fokuskan disini adalah policy brief dan briefing note. Untuk policy brief, dengan formatnya yang meliputi problem statement, options, dan pertimbangan implementasi; hal ini menjadikannya efektif digunakan untuk menyampaikan gagasan.

Disamping itu, komponen yang harus ada dalam sebuah policy brief yaitu bersifat persuasif, punya kredibilitas, dan berada di dalam konteks yang relevan. Selain itu ada komponen engagement, dimana policy brief ini harus menarik, susunan bahasanya harus jelas dan mudah dimengerti.

Sesi 2 - Literature Review dan Pengumpulan Data

Agus Salim, MPH

8 1

Agus memulai paparannya dengan menjelaskan sumber - sumber data yang bisa digunakan seperti Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK), kemudian database jurnal seperti Pubmed, dan lain - lain. Ada dua metode yang akan di-cover dalam sesi ini yaitu basic computer search options dan two board types of databases.

Sesi ini dilanjutkan dengan workshop dan latihan. Agus menunjukkan bagaimana cara membuat keywords. Pada basic search options dapat dilakukan dengan beberapa teknik seperti Boolean operators, truncation, dan phrase search. Contoh dengan teknik Boolean: infant mortality, infant AND mortality, “infant mortality”. Contoh dengan teknik truncantion: Pollut*. Kemudian Agus juga mencontohkan bagaimana mencari literature dengan keyword yang sudah dipilih melalui beberapa database seperti Pubmed, Health System Evidence, Hinari, dan Google Scholar.

Sesi 3 - Framing a policy brief: Problem Statement

Shita Listya Dewi 

8 1

Sesi ini diawali dengan pertanyaan dari peserta mengenai bagaimana cara menyajikan knowledge translation yang tepat sehingga policy brief yang dibuat bisa diterima oleh pemegang kebijakan. Salah satunya adalah dengan penyusunan yang menarik, baik dari sisi penyusunan kata maupun tampilannya; selain itu, adalah adanya urgency dari masalah, dan juga kemudahan dalam pengoperasian/ implementasinya. Untuk menilai kualitas evidence, kita dapat menilai metodologinya, atau kita bisa mengambil hasil systematic review.

Dalam framing a public policy, perlu sentuhan yang menarik dari sudut tertentu. Kuncinya adalah harus berangkat dari sebuah masalah. Jika pemilihan masalahnya sudah benar, maka itu sudah seperti menyeleseaikan setengah dari masalah. Kita mengetahui ada error type 1 dan 2, disini kita sebut ada type 3 error yaitu kesalahan dalam mengangkat masalah. Karakter masalah itu bisa wicked, messy, complex, atau moving object.

Moving object ini selalu berubah, bisa jadi sesuatu menjadi masalah di hari ini dan belum tentu menjadi masalah juga di hari esok. Jika messy, complect dan ruwet, lalu bagaimana kita dapat menyebut itu sebagai sebuah masalah? Yaitu dengan melihat dengan teori, norma, atau benchmarking. Cara menulis problem statement harus disesuaikan dengan target pembaca. Sebaiknya satu masalah dibahas dalam satu policy brief. Sesi ini kemudian dilanjutkan dengan sesi latihan.

Pelatihan ditutup oleh moderator dengan membacakan kesimpulan pelatihan hari pertama. Pelatihan hari kedua akan dilakukan hari Rabu, 3 Februari 2021 jam 10.00 – 12.00 WIB

Reporter: Widy Hidayah