Simposium VI

Rokok dan Permasalahan Sosial Ekonomi

Reporter: Ningrum

Simposium VIan dari bag ICTOH telah dilaksanakan pada Jum'at (30/5/2014) pukul 15.30 – 17.10 WIB di ruang Rosewood 4, hotel Royal Kuningan. Simposium ini dikoordinatori oleh Tulus Abadi. Berikut adalah empat materi yang sudah disampaikan:

Pertama, Ketahanan pangan dan status gizi keluarga perokok di kecamatan Brastagi Kabupaten Karo, oleh : Juanita, Fakultas kesehatan masyarakat universitas Sumatera Utara. Kabupaten Karo merupakan kabupaten dengan prevalensi perokok tertinggi di Sumatera Utara demikian juga dengan permasalahan anak dengan postur tubuh pendek. Berdasarkan hal ini maka dilakukan penelitian di Kecamatan Brastagi, Kabupaten Karo pada 120 keluarga perokok dengan rancangan cross-sectional. Pengumpulan data ketahanan pangan meliputi data ketersediaan dan konsumsi pangan, serta status gizi. Konsumsi keluarga dikumpulkan dengan metode food list recall. Status gizi dihitung berdasarkan indeks antropometri. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan ketersediaan pangan dengan tingkat konsumsi energi protein dalam rumah tangga perokok, juga dengan status gizi keluarga. Konsumsi energi dan protein mempunyai hubungan dengan status gizi keluarga. Ketersediaan pangan keluarga perokok ditunjukkan dengan adanya rawan kelaparan tingkat ringan (34.2 %). Masih dijumpai keluarga dengan defisiit energi dan protein. Status gizi keluarga perokok yang normal adalah 75.5%. pengeluaran rokok berhubungan dengan ketersediaan pangan, dan konsumsi protein, tetapi tidak dengan konsumsi energi dan status gizi keluarga. Diharapkan keluarga perokok meningkatkan konsumsi energi dan protein serta mengurangi jumlah rokok agar dialihkan untuk makanan keluarga.

Kedua, Integrated marketing communications (IMC) Healthy behavior without tobacco for youth in low income family of Surabaya city, oleh: Sri Widati. Di Surabaya, industri rokok membuat iklan rokok yang berbau anak muda seperti sport dan lain sebagainya untuk menarik konsumennya. Industri rokok juga memasang baliho dengan jarak per 2 meter dari satu baliho ke baliho yang lain, mereka juga memasangnya tidak dalam jumlah yang sedikit, bisa sampai 20 buah dalam satu tempat di Surabaya. Industri rokok juga masih beriklan di kampus di Surabaya, bahkan untuk stand nama fakultas per masing-masing fakultas juga masih menggunakan iklan rokok. Penelitian ini bertujuan bagaimana kita bisa mengimbangi larinya industry rokok dengan intergrated marketing communications-nya (IMC), peneliti ingin mencari IMC-nya untuk orang kesehatan itu seperti apa supaya masyarakat mau berperilaku sehat tanpa rokok. Kemudian peneliti mencarinya di antara orang miskin, karena sebelumnya kita sudah aware bahwa prevalansi merokok lebih tinggi pada masyarakat miskin dan kita tahu prevalensi merokok banyak untuk remaja. Akhirnya peneliti mencari model untuk remaja di lingkungan orang miskin, jadi kemudian tahap pertama peneliti membagi Surabaya menjadi lima wilayah kemudian mencari kantong-kantong orang miskin itu dimana saja dengan metode random sampling dari data BKK. Kemudian kami mendapatkan 400 responden, kami menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data dari mereka. Selain menanyakan tentang riwayat merokok dan tingkat awareness-nya mereka terhadap iklan rokok peneliti juga mengidentifikasi jenis kegiatan yang mereka sukai itu apa, ternyata yang mereka sukai itu ada musik dan olahraga. Namun mungkin industri rokok juga sudah melakukan survey terlebih dulu karena banyak iklan rokok yang menggunakan music dan olahraga untuk promosinya. Dari penelitian yang saya lakukan ternyata tidak ada hubungan yang signifikan antara karakteristik responden dengan dampak dari IMC industri rokok. Jadi IMC industri rokok berpengaruh pada seluruh karakteristik responden tanpa membedakannya, maksudnya seperti itu. Kemudian ada pengaruh signifikan antara dampak IMC industri rokok dengan perilaku merokok remaja. Itu ternyata berpengaruh signifikan. Kemudian ada pengaruh signifikan pengetahuan bapak tentang dampak rokok terhadap pengetahuan anak tentang dampak rokok. Akhirnya penellitian ini memberikan edukasi tentang dampak rokok kepada anak-anak tersebut. Perilaku merokok remaja dipengaruhi oleh teman-temannya yang merokok daripada oleh iklan di TV dan IMC industri rokok, jadi IMC industri rokok hanya berpengaruh pada awareness-nya. Kemudian kegiatan favoritnya remaja itu musik dan olah raga dari keseluruhan IMC industri rokok mereka itu paling berpengaruhnya dengan iklan. Jadi model yang disusun peneliti adalah kita ini mengadvokasi apa mengintervensi remaja ini dengan menggunakan musik dan olahraga yang dibagi dalam distrik lokal dan penelliti merekemomendasikan yang dari Dinas kesehatan untuk melakukan pembinaan para pemuda dengan menggunakan musik dan olah raga. Peneliti memulai dari satu wilayah dulu yang kami sebut rumah remaja dan itu menggunakan musik dan olah raga untuk mensosialisasikan dampak rokok dan untuk mengatasi perilaku merokok.

Ketiga, Alih tanam tembakau ke produk sayuran menjadi solusi petani merdeka di desa Deles, oleh Mutia Hariati Hussin dan Sukiman, Muhammadiyah Tobacco Control Center. Tembakau merupakan bahan baku pembuatan rokok yang hanya tumbuh di daerah tertentu saja. Dengan perawatan yang terbilang rumit dan rentan terhadap hama tanaman tembakau membutuhkan perawatan ekstra untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Daerah yang memenuhi kriteria perkebunan tembakau adalah berapa di ketinggian 200-3000 mdpl dengan curah hujan rata-rata 1.500-3.500 mm/tahun dan memiliki temperature antara 21-32.30 C. lereng Merapi merupakan tempat yang sangat strategis dan pas untuk membudidayakan tembakau. Terletak di bawah lereng Gunung Merapi, Deles merupakan salah satu pusat pembudidayaan tembakau. Hampir seluruh kepala keluarga yang dihidup di Deles menjadikan tembakau sebagai sumber pendapatan utama untuk kehidupanm sehari-hari.

Harga tembakau yang seringkali dipermainkan oleh para tengkulak menyebkan penghasilan para petani tidak menentu, apalagi dengan perawatan yang terbilang mahal, para petani tembakau terpaksa berhutang untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Pada tahun 2003 adalah seorang putra Deles yang bernama Sukiman yang berusaha mengubah nasib para petani dengan mengganti tanaman tembakaunya lalu memulai menanam sayuran di ladangnya. Sukiman ini aneh karena tidak biasa. Tanaman tomat, tembang kol, cabai dan beberapa sayuran lain mulai dibudidayakan. Perlahan namun pasti hasil ketekunannya membuahkan hasil, yakni hasil panen tanaman sayur yang bagus. Satu persatu masyarakat mulai bertanya kepada Sukiman dan meniru pola tanam yang dilakukan Sukiman. Secara bertahap sejak tahun 2003 sampai 2014 tiga desa di lereng Merapi sisi timur yaitu meliputi Desa Sidorejo, Desa Sidamulyo, dan Desa Balerante mulai berubah pola tanamnya dari petani tembakau menjadi petani sayuran. Dari jumlah awal 2000 kepala keluarga, 1700 kepala keluarga telah beralih tanam. Tembakau secara perlahan tergantikan oleh komoditi sayuran dan luas lading tembakau lama-lama semakin kecil karena perubahan pola tanam masyarakat ini

Kesadaran untuk dapat merdeka dalam mengatur perekonomian keluarga membuat para petani tidak harus menggantungkan hidupnya dengan bertanam tembakau. Mereka mempu melihat dan menghitung bersadarkan contoh nyata yang dilakukan Sukiman dan bebas dari belenggu hutang karena tembakau dan kemiskinan. Sukiman sudah diundang ke Swiss dan Jepang untuk memberikan testimoni tentang beralih taman, Sukiman juga sudah sering d liput diberbagai media seperti TV One, dan Metro TV.

Keempat, Perilaku merokok keluarga penerima jaminan kesehatan masyarakat (penerima bantuan iuran jaminan kesehatan), oleh : Sandu Siyoto, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Husada Kediri. Untuk mencegah semakin terpuruknya kondisi kesehatan masyarakat, khususnya pada kelompok masyarakat miskin sebagai akibat dari adanya multi krisis sejak tahun 1997, maka pemerintah memberikan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), yang berdasarkan UU nomor 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial dan peraturan pemerintah nomor 101 tahun 2012 kelompok masyarakat ini disebut sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan badan hokum yang menyelenggarakan program ini disebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBJS) yang mulai beroperasi per 1 Januari 2014. Melalui program ini, keluarga penerima jamkesmas atau penerima bantuan iuran jaminan kesehatan akan mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis pada tempat-tempat pelayanan kesehatan (provider) yang telah ditetapkan. Pada keluarga penerima jaminan kesehatan masyarakat/penerima bantuan iuan jaminan kesehatan di Kota Kediri, Jawa Timur.

Penelitian ini termasuk jenis observasional dengan rancangan crossectional. Jumlah sampel dalam penelitian adalah sebesar 270 responden, yang diambil dengan menggunakan teknik two stage cluster sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga penerima Jamkesmas (PBI) rata-rata berumur 49.5 tahun, 59.5% memiliki jumlah keluarga lebih dari dan sama dengan 4 jiwa, berstatus keluarga inti (84,1%), sudah memiliki rumah sendiri (94.1%), 21.7% berpendidikan SMU/sederajat, 48.9% bekerja tidak tetap, 67.3% ikut dalam aktifitas/interaksi social dan lebih dari 80% menganggap bahwa kesehatan memiliki nilai yang penting dalam kehidupan keluarga. Penelitian ini juga menemukan bahwa mayoritas responden (67%) berperilaku merokok dalam kehidupan sehari-hari dan dari total rata-rata pengeluaran keluarga perbulan (Rp 1.2 jt), sebesar Rp. 268.948 (21,98%) digunakan untuk belanja konsumsi tembakau/rokok. Dan rata-rata pengeluaran ini menempati rangking II setelah belanja untuk makan yang besaran rata-ratanya Rp. 615.000 perbulan. Hasil penelitian ini merekomendasikan agar perilaku merokok perlu dimasukkan dalam salah satu criteria keluarga penerima jamkesmas/penerima bantuan tunai jaminan kesehatan (PBI-JK), disamping perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi jenis, harga, jumlah batang rokok yang dihisap/konsumsi, waktu awal merokok (lamanya), serta faktor-faktor yang menjadi pemicu dan pemacu perilaku merokok.