Reportase World Congress on Public Health - Hari 4

Part 1

Tantangan Mencapai Equity di Wilayah Asia Pasifik

shin yong sooShin Young-SooShin Young-Soo, Direktur Western Pacific Regional dari World Health Organization mendeskripsikan situasi equity di wilayah Asia Pasifik. Pencapaian MDGs sebagian besar telah memenuhi target, tetapi inequity tetap terjadi. Terjadi perbedaan U5MR tergantung pada tingkat pendidikan, lokasi tempat tinggal. Populasi yang tidak pernah bersekolah selalu memiliki angka kematian tertinggi.

Western Pacific itu terdiri atas berbagai macam negara, mulai dari negara dengan advanced economies seperti Australia dan New Zealand, ada yang dalam situasi transition economies seperti China dan Mongolia, negara-negara middle-income countries di wilayah kepualuan Pasifik seperti Samoa, Fiji dan negara-negara yang memberlakukan sistem desentralisasi seperti Filipina.

Negara dengan advanced economies tentunya memiliki infrastruktur sosial yang baik dan mekanisme pembiayaan yang solid. Namun demikian, tetap ada kelompok populasi tertentu yang termarjinalisasi, misalnya saja di Australia yang selalu memiliki masalah inequity antara indigenous dan non-indegenous. Di negara dengan transition economies, misalnya China, telah terjadi perubahan penitikberatan penyelenggara kesehatan dari district level model of pelayanan primer menjadi komersialisasi dan privatisasi rumah sakit. Inequity antara miskin dan kaya semakin melebar.

Sementara itu negara-negara Pasifik kepulauan, misalnya Samoa, mengalami krisis SDM kesehatan karena tingginya brain drain dan ketersediaan SDM yang terkonsentrasi di rumah sakit. Ketergantungan pada donor tinggi dan ownership pemerintah nasional terhadap program-program kesehatan rendah. Tantangan terbesar saat ini yaitu meningkatnya insidensi penyakit tak menular serta melawan perubahan iklim dan dampaknya. Sedangkan untuk negara yang terdesentralisasi seperti Filipina, mengalami masalah sosial politik yang kompleks, terutama dengan adanya 1500 pemerintahan kabupaten/kota yang masing-masing memiliki kewenangan tersendiri. Pemerintah pusat menemui kendala besar dalam menerapkan kebijakan nasional ke seluruh kabupaten/kota di bawahnya.

WHO telah melakukan beberapa upaya untuk mempersempit jurang equity: salah satunya dengan mengkampanyekan universal health coverage (UHC). “Equity is a cornerstone of UHC. Dengan adanya UHC, akses kesehatan pada kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda akan lebih merata”, ujar Shin. Regional action agenda lainnya yaitu “Leaving no-one behind”, dengan equity sebagai konsep intinya dan SDGs sebagai indikator-indikator prioritasnya.

WHO telah memberikan dukungan untuk membantu negara-negara dalam menyusun peta jalan untuk mencapai UHC, meningkatkan kapasitas leadership dari pemerintah untuk berkomitmen pada pembiayaan untuk UHC, serta memberikan pedoman-pedoman untuk mengevaluasi pencapaian UHC dan SDGs. Adanya SDGs merupakan tantangan tersendiri bagaimana kita bisa merangkul lebih banyak pihak untuk mempercepat pencapaian SDGs itu sendiri.

Sebagai praktisi kesehatan masyarakat, apa tugas kita selanjutnya?

Ada 3 hal: informing, influencing, dan institutionalising. Informing: praktisi kesehatan masyarakat harus memahami kaitan antara social determinant of health dan health equity, memahami bagaimana sektor-sektor lain dapat turut berkontribusi serta prioritas-prioritas yang dimiliki sektor lain tersebut, serta memahami kebutuhan dari perspektif masyarakat. Influencing: praktisi kesehatan masyarakat harus memperkuat kemampuan untuk mengadvokasi dan menggandeng sektor lainnya, memobilisasi dukungan politik dan finansial, dan memanfaatkan adanya kebijakan dengan efektif. Institutionalising: praktisi kesehatan masyarakat secara aktif mengangkat isu-isu prioritas tertentu dan mendiseminasikan bagaimana upaya yang dapat ditempuh untuk mencapai target yang diinginkan.

Bagaimana pendidikan kesehatan masyarakat ke depannya?

Dengan tantangan yang ada saat ini, perlu membentuk para praktisi kesehatan masyarakat yang ahli dalam berkolaborasi, advokasi dan memperkuat proses pembuatan kebijakan. Tidak hanya ketrampilan untuk promosi kesehatan saja yang dipersiapkan bagi para calon praktisi kesehatan masyarakat, tetapi juga kemampuan untuk aware terhadap isu politik dan ekonomi yang berkembang, reseptif pada perkembangan terbaru serta responsif pada kebutuhan masyarakat.

Kesimpulannya, public health saat ini mau tidak mau dipengaruhi isu sosial dan politik, sehingga penting untuk memahami determinan-determinan dari equity dari aspek sosial, politik serta faktor lain yang jarang tersentuh sebelumnya, seperti aspek komersial. Inequity terjadi di mana-mana, tapi dalam bentuk yang berbeda-beda. Kita perlu cermat menganalisis apa bentuk equity yang terjadi di wilayah atau negara kita, dengan mempertimbangkan konteks dan situasi yang ada.

 

 

Reporter: Likke Prawidya Putri

  REPORTASE TERKAIT :