Diskusi 1.2

Diskusi ini bertujuan membahas Tujuan Pembelajaran mengenai Konsep Segitiga Kebijakan yang mencakup aktor-aktor, Isi, Konteks, dan Proses.

Pemicu diskusinya adalah bagaimana kedua UU ini dilihat dari:

  • Aktor
  • Isi
  • Konteks
  • Proses

Apakah Evidence Based Policy sudah digunakan?

Silakan Anda aktif berdiskusi melalui form komentar dibawah

 Diskusi 1.1   |   Diskusi 1.2   |   Diskusi 1.3

 

Comments  

# Laksono Trisnantoro 2016-08-03 22:12
Silahkan berdiskusi .....Mohon membaca bukunya Buse dengan detil. Tksh
Reply
# Annisa Ristya 2016-08-08 06:33
Segitiga kebijakan merupakan salah satu model kerangka yang dapat digunakan untuk menganalisis berbagai dimensi yang dapat mempengaruhi proses terbentuknya suatu kebijakan. Analisis menurut segitiga kebijakan terhadap UU SJSN dan BPJS menunjukkan
1. Aktor =
a. kebijakan kesehatan merupakan tanggung jawab pemerintah sehingga actor yang berperan sebagai pelaku disini adalah Pemerintah RI.
b. Organisasi pemberi jaminan sosial (PT ASKES, JAMKESMAS, JAMSOSTEK)
c. Para ahli/ expert di bidang jaminan sosial. *Mohon maaf Prof, saya kurang tau apakah ada peran expert dari ranah akademik yang terlibat di dalam penyusunan UU tersebut dan sejauh mana perannya dibanding dari ranah politik)

2. Proses = Dalam proses penyusunan UU SJSN dan BPJS, sebenarnya penyelenggaraan jaminan sosial ini sudah mulai terbentuk dari era pemerintahan Presiden Soeharto namun dalam perjalanannya terus mengalami perubahan sesuai dengan kepemimpinan yang ada. Pada awalnya jaminan kesehatan hanya diberikan kepada pegawai negeri sipil dan keluarganya. Kemudian di era Presiden Gus Dur, mulai ada wacana untuk memberikan penjaminan kesehatan pada masyarakat miskin dan kemudian direalisasikan di era Presiden Megawati. Selanjutnya dalam rangka menjamin kebutuhan pelayanan kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia, mulai diberlakukanlah era BPJS di masa pemerintahan Presiden SBY.

3. Konteks = Di bagian konteks, sepertinya dimensi politik sangat dominan dalam proses perumusan kebijakan. Jika dilihat prosesnya secara keseluruhan, respon pemerintah untuk memberikan jaminan pelayanan kesehatan sangat lambat karena membutuhkan waktu bertahun-tahun. SJSN dan BPJS dianggap sebagai produk pemerintahan sebelumnya sehingga lambat dijalankan di pemerintahan sesudahnya.

4. Isi = UU SJSN dan BPJS disusun sebagai respon pemerintah untuk memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Suatu kebijakan dapat dianggap kebijakan berbasis bukti (Evidence based policy making) jika dalam proses perumusannya menggunakan penelitian ilmiah untuk menguji coba apakah suatu program yang merupakan hasil dari suatu kebijakan itu layak diterapkan atau tidak. Dan meskipun dalam proses penyusunannya, saya yakin UU ini sudah disusun secara sistematik, namun demikian saya belum menemukan referensi hasil-hasil penelitian yang dilakukan dalam proses pengambilan kebijakan tersebut.
Reply
# baning rahayujati 2016-10-05 23:26
silahkan mahasiswa FETP 2016 berkomentar
Reply
# Andarias Kolawi 2016-10-06 17:11
Konsep kebijakan berkaitan dengan:
• Aktor
Dari kasus dapat kita ketahui bahwa para aktor yang disebutkan antara lain: Akademisi UGM, PT Askes, Pemerintah (dalam hal ini Presiden Megawati dan Presiden SBY), dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Hal penting berkaitan dengan aktor adalah harus diakui bahwa ada aktor-aktor kunci yang mempengaruhi dan menentukan proses ketika kebijakan tersebut masih dirumuskan sebagai RUU dan proses ketika RUU tersebut ditetapkan sebagai UU. Presiden dan Dewan Perkawilan Rakyat merupakan lembaga yang diberikan kewenangan yang lebih besar untuk menjalankan hal tersebut. Hal ini membuat mereka menjadi aktor penentu dalam perumusan dan penetapan UU tersebut. Peran aktor-aktor lain mugkin ada tetapi karena kekuasaannya terbatas sehingga tidak terlalu menunjukkan pengaruhnya dalam proses perumusan dan penetapan UU tersebut.
• Isi
Isi dari kebijakan UU SJSN dan UU BPJS sangat ditentukan oleh kualitas ketika kebijakan tersebut menjalani proses perumusan dan penetapan.
• Konteks
Konteks merupakan background yang mempengaruhi dinamika dalam proses perumusan dan penetapan UU SJSN dan UU BPJS. Dalam kasus ini, situasi politik merupakan salah satu konteks yang memberikan kontribusi terhadap lambatnya penetapan UU SJSN dan UU BPJS. Selain itu, bagaimana sikap para penentu kebijakan terhadap konteks (politik) apapun yang sedang dihadapi turut mempengaruhi lambat atau cepatnya proses kedua UU tersebut.
• Proses
Proses penetapan UU SJSN dan UU BPJS yang terkesan terpaksa ini menunjukkan adanya ketidakseriusan dari aktor-aktor penentu kebijakan dalam melakukan proses perumusan dan penetapannya. Hal tersebut akan berperangaruh terhadap kualitas isi dari UU SJSN dan UU BPJS, salah satu hal yang dapat diukur kualitasnya adalah apakah dalam impelementasinya ditemukan banyak permasalahan atau tidak.
Apakah Evidence Based Policy sudah digunakan?
Banyaknya permasalahan yang dihadapi ketika UU SJSN dan UU BPJS dilaksanakan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bahwa Evidence Based Policey tidak sepenuhnya digunakan.
Reply
# Ahmad M FETP 2016 2016-10-07 09:33
Dalam Segitiga Analisis kebijakan menunjukkan:
1. Aktor
Pada saat disahkannya UU SJSN telah melalui proses yang panjang, dari tahun 2000 hingga tanggal 19 Oktober 2004. Diawali dengan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2000, dimana Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan tentang Pengembangan Konsep SJSN. Kemudian direalisasikan melalui penyusunan konsep Undang-Undang Jaminan Sosial (UU JS) oleh Menko Kesra (Kep. Menko Kesra dan Taskin No.25KEP/MENKO/KESRA/VIII/2000, tanggal 3 Agustus 2000, tentang Pembentukan Tim Penyempurnaan Sistem Jaminan Sosial Nasional). Sejalan dengan pernyataan Presiden, DPA RI melalui Pertimbangan DPA RI No. 30/DPA/2000, tanggal 11 Oktober 2000, menyatakan perlu segera dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat sejahtera. Dalam Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara pada SidangTahunan MPR RI Tahun 2001 (Ketetapan MPR RI No. X/ MPR-RI Tahun 2001 butir 5.E.2) dihasilkan Putusan Pembahasan MPR RI yang menugaskan Presiden RI “Membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu”.
Pada tahun 2001, Wakil Presiden RI (Ibu Hj. Megawati Soekarnoputri) mengarahkan Sekretaris Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pokja SJSN -Kepseswapres, No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001 jo. Kepseswapres, No. 8 Tahun 2001, 11 Juli2001) yang diketuai Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir dan pada Desember 2001 telah menghasilkan naskah awal dari Naskah Akademik SJSN (NA SJSN). Kemudian pada perkembangannya Presiden RI (Ibu Hj. Megawati Soekarnoputri) meningkatkan status Pokja SJSN menjadi Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (Tim SJSN - Keppres No. 20 Tahun 2002,10 April 2002). NA SJSN merupakan langkah awal dirintisnya penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU)SJSN. Setelah mengalami perubahan dan penyempurnaan hingga 8 (delapan) kali, dihasilkansebuah naskah terakhir NA SJSN pada tanggal 26 Januari 2004. NA SJSN selanjutnya dituangkan dalam RUU SJSN.
Reply
# Meliana 2016-10-09 05:38
1. Aktor-aktor yang berperan dalam pembentukan UU SJSN dan UU BPJS adalah Presiden RI beserta wakil dari berbagai instansi pemerintah (Depkes, Depsos, Depnakertrans, Depkeu), Lembaga eksternal (DPR RI), pakar/akademisi.

2. Konteks terciptanya UU SJSN dan UU BPJS dilatarbelakangi oleh isu politik karena SJSN disahkan pada masa kepemimpinan Megawati. Selanjutnya selama 5 tahun dari tahun 2004 sampai dengan 2009, UU SJSN tidak berjalan dengan baik. Proses ini menunjukkan adanya ketergesaan dalam pengesahannya.UU BPJS disahkan dalam suasana yang hiruk-pikuk dengan berbagai stakeholder yang berbeda pendapat dan berbagai demonstrasi yang pro dan kontra pemerintah. Hingga pemerintah saat ini dianggap lambat dalam menjalankan produk yang merupakan hasil dari pemerintahan sebelumnya.

3. Proses, pelaksanaan UU SJSN sejak dikeluarkan pada tahun 2004 masih menghadapi banyak kendala, kualitas jaminan masih sangat terbatas, dan belum adanya badan pengawas dari jaminan sosial tersebut.

Menururt saya Evidence Based Policy belum digunakan,melihat banyaknya kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan UU SJKN dan BPJS.
Reply
# vivin 2016-10-09 08:10
Analisis berdasarkan konsep segitiga kebijakan yaitu :
a. Aktor :
• Presiden RI
• Pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten
• DPR dan DPRD
• Pihak swasta : PT pemberi dana seperti PT. Taspen, PT. Askes, PT. Jamsostek, PT. Asabri
• Akademisi
b. Proses :
Proses pembentukan UU SJSN berawal dari keperisidenan Gus Dur, namun penetapan UU SJSN baru terjadi pada masa kepresidenan Megawati. Dan setelah beberapa saat penetapan UU SJSN kemudian berlaku UU BPJS pada masa keperisidenan SBY.
c. Konteks :
Dalam pembentukan UU SJSN dan UU BPJS, dalam situasi negara dalam masa transisi dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Penetapan kebijakan tersebut terkesan lambat, sebab proses perumusan hingga penetapan memakan waktu yang panjang. Selain itu, terjadi masa perubahan kepemimpinan dari presiden Megawati (akhir jabatannya menetapkan UU SJSN) dan digantikan oleh presiden SBY, hal ini memberikan kesan tergesa-gesa dalam menetapkan kebijakan tersebut, karena setelah beberapa saat ditetapkan UU BPJS (Kepemimpinan SBY).
d. Isi :
Kedua UU tersebut sama memiliki tujuan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat indonesia.

menurut saya evidence based policy sudah digunakan, tetapi belum optimal sehingga timbul pro kontra dalam pelaksanaan UU BPJS dan UU SJSN.
Reply
# Fovilia FETP 2016 2016-10-10 04:02
I. AKTOR:
1. Presiden RI
2. Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan
3. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, termasuk DPR dan DPRD
4. Pihak Swasta (ASKES, Taspen, ASABRI, Jamsostek)
5. Akademisi

II. KONTEKS
Latar belakang terbentuknya UU SJSN dan UU BPJS di antaranya adalah
1. situasi politik di mana pada saat pengesahan UU SJSN adalah pada hari terakhir pemerintahan Presiden Megawati
2. Sifat gotong royong masyarakat Indonesia yang menjiwai subsidi silang dalam pembiayan BPJS
3. Rendahnya anggaran RI untuk sektor kesehatan (hanya 2%), sementara rekomendasi WHO adalah 5%
4. Masyarakat Indonesia dinilai belum mampu membiayai pengeluaran pribadi di bidang kesehatan

III. PROSES
UU SJSN disahkan pada tahun 2004 dan pada tahun 2011 dibentuk UU BPJS sebagai penyelenggara SJSN. Namun selama penyelenggaraannya hingga kini masih menghadai banyak tantangan dan hambatan.

IV. ISI
Isi dari UU SJSN dan UU BPJS bertujuan untuk melindungi masyarakat Indonesia dan memberikan jaminan kesehatan dan sosial untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Apakah evidence based policy sudah diterapkan?
Menurut saya belum diterapkan dengan sempurna. Hal ini tercermin dari banyaknya polemik yang tak berkesudahan dalam penyelenggaraan BPJS.
Reply
# Febriansyah FETP 2016-10-10 05:41
aktor dalam uu sjsn dan uu bpjs ini sendiri lebih di dominasi para policy elites, dalam hal ini peran presiden, dpr, serta pelaku penyusun uu sjsn yaitu tim Pokja SJSN di era Presiden Megawati.

sedangkan pelaku penyusun uu bpjs sendiri lahir pada masa pemerintahan Presiden SBY, selain presiden didalamnya ada tim perumus RUU BPJS dari tim sjsn kementerian koordinator bidang kesejahteraan rakyat dengan biro hukum kementrian/lembaga & 4 BUMN penyelenggara jaminan sosial.
selain itu juga DPR memiliki peran penting dalam perjalanan uu bpjs ini salah satunya ada tim pansus ruu bpjs.

Isi konsep gotong royong dalam uu sjsn dan uu bpjs berlaku bagi seluruh rakyat indonesia tanpa terkecuali baik dalam kalangan ekonomi kebawah hingga kalangan ekonomi keatas.

dalam proses perjalanannya dari munculnya istilah sjsn di kalangan elit policy sampai disahkannya bpjs memakan waktu 11 tahun (2000-2011) lamanya, dimana dalam perjalanan istilah sjsn dimulai pada tahun 2000 di awal masa pemerintahan presiden abd. rahman wahid dan disahkan pada masa pemerintahan presiden Megawati pada tahun 2004. sedangkan perjalanan uu bpjs yang terbilang cukup lama yaitu 2004 - 2011 memakan waktu 7 tahun dan menimbulkan polemik di masyarakat terutama isu politis antara hubungan dengan presiden sby dengan periode sebelumnya yang menjadi alasan utama menghambat jalannya perjalanan uu ini.

dalam konteks uu sjsn dan uu bpjs didasarkan oleh banyak faktor. dari faktor situasional seperti Indonesia dianggap sebagai negara yang kurang memprioritaskan kesehatan. Hanya mengalokasikan 2% dari PDB sedangkan dalam rekomendasi WHO itu sendiri adalah 5%. selain itu situasi negara dalam transisi sentralisasi menuju desentralisasi

selain itu secara faktor struktural yaitu Banyaknya jaminan sosial yang dibuat oleh negara, dan kebutuhan kesehatan masyarakat yang mendesak dan masih banyaknya rakyat belum memperoleh perlindungan kesehatan yang memadai
Reply
# Ade Kartikasari Sebb 2016-10-09 19:54
Segitiga analisis kebijakan.
1. Aktor
Aktor adalah individu atau organisasi atau bahkan negara, beserta tindakan mereka yang mempengaruhi suatu kebijakan. Dalam konteks UU ini aktornya adalah orang-orang yang terlibat dalam penyusunan UU diantaranya : Presiden, Menteri Kesehatan, Menkokesra, Menneg BUMN, Menkokesra, Menteri Keuangan, Menteri Sosial, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, BPK, Bappenas dan DPR.
2. Isi
SJSN adalah program Negara yang bertujuan untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun
3. Konteks
Konteks adalah faktor -faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan baik itu ekonomi, sosial, budaya, nasional maupun internasional. Contohnya dari faktor situasional yaitu Adanya ketidakpuasan atas implementasi Undang-Undang SJSN yang salah satunya adalah masih adanya kontroversi penunjukan PT Askes sebagai Perusahaan Persero yang hanya bernaung di bawah satu SK Menkes yang menetapkannya sebagai badan usaha nirlaba dalam pengelolaan salah satu manfaat dari SJSN yaitu Jaminan Kesehatan untuk masyarakat miskin (ASKESKIN) dan faktor struktural yaitu Isu desentralisasi yang dikaitkan dengan kehadiran Undang-Undang SJSN yaitu tertutupnya peran daerah untuk ikut serta dalam upaya penjaminan sosial bagi masyarakatnya.
4. Proses
Berdasarkan Keputusan Sidang Tahunan MPR RI tahun 2001, Presiden ditugaskan untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu. Untuk itu Presiden mengambil inisiatif menyusun Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Nasional. Rancangan Undang-Undang ini akhirnya resmi dikeluarkan menjadi Undang- Undang pada tahun 2004 dengan UU No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Menurut saya evidence based policy sudah ada tapi belum maksimal sehingga dalam pelaksanaanya di lapangan banyak menimbulkan pro dan kontra
Reply
# Dahlan Napitupulu 2016-10-10 03:40
Segitiga kebijakan merupakan suatu pendekatan yang sudah sangat disederhanakan untuk suatu tatanan hubungan yang kompleks.
Analisis menurut segitiga kebijakan terhadap UU SJSN dan BPJS menunjukkan:
1. Aktor
 Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan tentang Pengembangan Konsep SJSN.
 Menko Kesra (Kep. Menko Kesra dan Taskin No.25KEP/MENKO/KESRA/VIII/2000, tanggal 3 Agustus 2000, tentang Pembentukan Tim Penyempurnaan Sistem Jaminan Sosial Nasional).
 DPA RI melalui Pertimbangan DPA RI No. 30/DPA/2000, tanggal 11 Oktober 2000, menyatakan perlu segera dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat sejahtera.
 Wakil Presiden RI (Ibu Hj. Megawati Soekarnoputri) mengarahkan Sekretaris Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pokja SJSN -Kepseswapres, No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001 jo. Kepseswapres, No. 8 Tahun 2001, 11 Juli2001)
 Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir dan pada Desember 2001 telah menghasilkan naskah awal dari Naskah Akademik SJSN (NA SJSN).
 Presiden RI (Ibu Hj. Megawati Soekarnoputri) meningkatkan status Pokja SJSN menjadi Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (Tim SJSN - Keppres No. 20 Tahun 2002,10 April 2002).
 Organisasi pemberi jaminan sosial (PT ASKES, JAMKESMAS, JAMSOSTEK)
2. Isi
UU SJSN dan UU BPJS memberi tempat bagi masyarakat menengah ke atas untuk menjadi anggota.
3. Konteks
Proses menyusun kebijakan merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang panjang, kompleks, dan sering mempunyai aspek politik yang perlu diperhatikan
4. Proses
Munculnya UU SJSN ini juga dipicu oleh UUD Tahun 1945 dan perubahannya Tahun 2002 dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) mengamanatkan untuk mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Hingga disahkan dan diundangkan UU SJSN telah melalui proses yang panjang, dari tahun 2000 hingga tanggal 19 Oktober 2004. Diawali dengan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2000, dimana Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan tentang Pengembangan Konsep SJSN. Pernyataan Presiden tersebut direalisasikan melalui upaya penyusunan konsep tentang Undang-Undang Jaminan Sosial (UU JS) oleh Kantor Menko Kesra (Kep. Menko Kesra dan Taskin No. 25KEP/MENKO/KESRA/VIII/2000, tanggal 3 Agustus 2000, tentang Pembentukan Tim Penyempurnaan Sistem Jaminan Sosial Nasional). Sejalan dengan pernyataan Presiden, DPA RI melalui Pertimbangan DPA RI No. 30/DPA/2000, tanggal 11 Oktober 2000, menyatakan perlu segera dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat sejahtera. Dalam Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001 (Ketetapan MPR RI No. X/ MPR-RI Tahun 2001 butir 5.E.2) dihasilkan Putusan Pembahasan MPR RI yang menugaskan Presiden RI “Membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu. Pada tahun 2001, Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengarahkan Sekretaris Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pokja SJSN).
Reply
# Cahyadin 2016-10-10 03:56
Konsep Segi Tiga Kebijaka.
Berikut ini berdasarkan hasil diskusi kami di Peminatan FETP

1. Aktor :
Analisis UU SJSN dan BPJS beberapa aktor yang terlibat antara lain:DPR RI dalam hal ini Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang, Para Menteri terkait : Menteri Keuangan, BUMN, Kemensos, Menteri Negara PAN dan RB, Menteri Hukum dan HAM, Pokja SJNS Perancangan Perundang-undangan.

2. Isi : UUD SJSN dan BPJS sebagai upaya pemerintah dalam menerapkan pelayanan kesehatan secara gotong royong.

3. Konteks : Pada saat penyusunan UU SJSN dan BPJS beberapa situasi yang memungkinkan berpengaruh dalam penyusunan UU tersebut adalah situasi pemilihan presiden Indonesia saat itu, banyaknya pemberi jaminan sosial yang dibentuk oleh negagar dengan fungsi masing-masing, sehingga pembentukan BPJS menjadikan sistem kesehatan indonesia yang single pool. Rakyat belum memperoleh jaminan kesehatan yang memadai dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Falsafat gotong royong yang dianut oleh Indonesia jiga ingin diterapkan dalam sistem pelayanan kesehatan.

Dalam perumusan undang-undang SJSN dan BPJS tentu telah melalui pengkajian karena telah melibatkan banyak aktor. Namun berdasarkan evidence based atau tidak kita belum mengetahui, dan jika berdasarkan evidence based apa itu menjadi landasan perumusan atau tidak.
Reply
# Cahyadin 2016-10-10 04:00
Konsep Segi Tiga Kebijakan.
Berikut ini berdasarkan hasil diskusi kami di Peminatan FETP

1. Aktor :
Analisis UU SJSN dan BPJS beberapa aktor yang terlibat antara lain:DPR RI dalam hal ini Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang, Para Menteri terkait : Menteri Keuangan, BUMN, Kemensos, Menteri Negara PAN dan RB, Menteri Hukum dan HAM, Pokja Perancangan Perundang-undangan SJSN dan BPJS.

2. Isi : UUD SJSN dan BPJS sebagai upaya pemerintah dalam menerapkan pelayanan kesehatan secara gotong royong.

3. Konteks : Pada saat penyusunan UU SJSN dan BPJS beberapa situasi yang memungkinkan berpengaruh dalam penyusunan UU tersebut adalah situasi pemilihan presiden Indonesia saat itu, banyaknya pemberi jaminan sosial yang dibentuk oleh negara dengan fungsinya masing-masing, sehingga pembentukan BPJS menjadikan sistem kesehatan Indonesia yang single pool. Rakyat belum memperoleh jaminan kesehatan yang memadai dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Falsafat gotong royong yang dianut oleh Indonesia juga ingin diterapkan dalam sistem pelayanan kesehatan.

Dalam perumusan undang-undang SJSN dan BPJS tentu telah melalui pengkajian karena telah melibatkan banyak aktor. Namun berdasarkan evidence based atau tidak kita belum mengetahui, dan jika berdasarkan evidence based apa itu menjadi landasan perumusan atau tidak.
Reply
# Hary S., Agus Salim 2016-10-10 04:58
Berdasarkan pendekatan segitiga analisis kebijakan kami dapat menentukan berbagai komponen yang ada di dalam segitiga analisis kebijakan yang terdiri dari :
A. Aktor
1. Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan tentang Pengembangan Konsep SJSN.
2. Menko Kesra (Kep. Menko Kesra dan Taskin No.25KEP/MENKO/KESRA/VIII/2000, tanggal 3 Agustus 2000, tentang Pembentukan Tim Penyempurnaan Sistem Jaminan Sosial Nasional).
3. Wakil Presiden RI (Ibu Hj. Megawati Soekarnoputri) mengarahkan Sekretaris Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pokja SJSN -Kepseswapres, No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001 jo. Kepseswapres, No. 8 Tahun 2001, 11 Juli2001)
4. Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir dan pada Desember 2001 telah menghasilkan naskah awal dari Naskah Akademik SJSN (NA SJSN).
Presiden RI (Ibu Hj. Megawati Soekarnoputri) meningkatkan status Pokja SJSN menjadi Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (Tim SJSN - Keppres No. 20 Tahun 2002,10 April 2002).
5. Organisasi pemberi jaminan sosial (PT ASKES, JAMKESMAS, JAMSOSTEK)
B. Isi
UU SJSN dan UU BPJS yang memberikan Universal Health Coverage (UHC)
C. Konteks
pada saat UU SJSN disahkan terkesan terburu-buru yaitu pada saat hari terakhir Presiden Megawati menjabat. Pengesahan UU SJSN sangat kental dengan suasana politik yaitu pada saat akan diadakannya Pilpres
D. Proses
Landasan yuridis penyelenggaraan SJSN adalah UUD Negara Republik Indonesia Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) diatur dalam Perubahan Kedua UUD NRI 1945 dan Pasal 34 ayat (2) diatur dalam Perubahan Keempat UUD NRI 1945. Amanat konstitusi tersebut kemudian dilaksanakan dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005, Pemerintah bersama DPR mengundangkan sebuah peraturan pelaksanaan UU SJSN setingkat Undang-Undang, yaitu UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (UU BPJS). Peraturan Pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS terbentang mulai Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Lembaga. Penyelesaian seluruh dasar hukum bagi implementasi SJSN yang mencakup UUD NRI, UU SJSN dan peraturan pelaksanaannya membutuhkan waktu lima belas tahun (2000 – 2014).
Untuk penyelenggaraan SJSN dibentuk dua organ SJSN, yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Reply
# Rieski 2016-10-10 05:08
Konsep segitiga kebijakan menurut Walt and Gibson (1994)

1. Aktor
Aktor merupakan individu atau anggota kelompok atau organisasi) yang dipengaruhi oleh isi. Dalam UU SJSN aktor yang berperan antara lain: DPR RI (Perancang UU), Menteri, Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarno Putri), penyelenggara jaminan sosial (Jamsostek, Taspen, Asabri, dan Askes).

2. Konten (Isi)
Konten atau isi dari kebijakan merupakan refleksi dari berbagai dimensi. Naskah akademik UU SJSN fokus pada pendanaan bagi masyarakat miskin oleh negara. Kemudian UU SJSN dan UU BPJS memberi tempat bagi masyarakat menengah ke atas untuk menjadi anggota.

3. Konteks
Konteks dipengaruhi oleh banyak faktor seperti ketidakstabilan atau ideologi, sejarah ataupun budaya. Dalam UU SJSN ini pengesahan dilakukan dalam suasana yang pro dan kontra terhadap isi RUU dengan demonstrasi besar-besaran di Gedung DPR Senayan pada tahun 2011.

4. Proses
proses pembuatan kebijakan yaitu bagaimana masalah tersebut masuk dalam agenda kebijakan dan bagaimana masalah tersebut bisa ada di dalamnya, hal ini dipengaruhi oleh aktor, posisi mereka dan kekuatan mereka. UU SJSN disahkan pada saat hari terakhir Presiden Megawati.
Reply
# Rieski 2016-10-10 05:10
Menurut saya, UU SJSN belum menggunakan evidence based policy, hal ini terlihat dari banyaknya masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan UU BPJS dan SJSN.
Reply
# ningrum FETP 2016-10-10 08:10
UU SJSN disusun pada masa pemerintahan presiden ke 5 RI (era Megawati)

1. Aktor
Presiden RI ke 5, DPR, perusahaan jaminan kesehatan (PT Askes, PT Jamsostek, asabri dan PT Taspen). dari literatur yang saya baca ada juga yang menyebutkan bahwa presiden RI ke 4 juga berperan dimana UU ini telah diwacanakan pada era pemerintahan Gusdur. Selain Presiden Megawati juga membentuk Pokja SJSN dan melibatkan para menteri (Menteri Keuangan, BUMN, Sosial, PAN & RB, Hukum dan Ham, Mensesneg) untuk ikut dalam merancang UU.

2. Isi
Dalam UU SJSN No. 40 tahun 2004 berisi tentang asas, tujuan dan prinsip penyelenggaraan. Tujuan dari UU ini adalah memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. dan sebagai badan penyelenggara adalah PT Askes, PT Jamsostek, PT Taspen, Asabri. Menurut saya isi dari UU masih belum konkret dimana sistem dari penerapan UU belum secara jelas dituangkan di dalam UU.

3. Konteks
ada 3 faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan rancangan UU tsb:
a. Faktor situasional
Masa pemilu Presiden menjadi isu utama dari UU ini, adanya penilaian dari dunia internasional tentang anggaran Indonesia di bidang kesehatan yang masih sangat kecil
b. Faktor struktural
Faktor ini menurut saya dipengaruhi oleh proses legislasi antara pemerintah dan DPR yang belum menemukan kata sepakat, masih banyaknya jaminan sosial yang dibentuk oleh negara dan tidak melihat kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat sehingga merasa terbebani dengan adanya UU ini
c. Faktor budaya
masih rendahnya proteksi kesehatan yang dimiliki oleh rakyat yang bisa diberikan oleh negara

4. Proses
Konsep BPJS sudah disusun sejak tahun 2001 dan disahkan pada tahun 2004. Alih-alih melaksanakan UU SJSN, konsep BPJS dipertentangkan pada tahun 2005. Walaupun sudah ketok palu pada 2004, UU ini masih menjadi polemik karena dalam pelaksanaannya masih banyak sekali masalah.

Menurut saya UU SJSN belum menjadi Evidence Based Policy karena belum secara maksimal tujuan dari UU tepat sasaran.
Reply
# sri wusono,KPMAK 2016-10-12 23:17
UU SJSN dan UU BPJS
a. Actor ;
Pemerintah :
Kementerian Kesehatan ,Dinas Kesehatan ,Pemerintah Daerah Tempat pemberi pelayanan kesehatan seperti Rumh Sakit dan Puskesmas
Dewan SJSN :
Dewan Pembina bertangung Jawab terhadap Presiden memiliki wewenang fungsi control memberikan nasehat atas pelaksanaan JKN
DPRRI:
Menverikasi mengesahkan Undang – Undang atas usulan pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan dengan persetujuan Presiden
Sektor swasta :
Lembaga bergerak dibidang kesehatan seperti perusahan farmasi ,Rumah Sakit Swasta ,Pelayanan Primer Swasta
BPJS / Badan Penyelenggara Jaminan Sosial :
Secara Makro sebagai Penyenggara yang bertanggung jawab terhadap keuangan pelaksanaan JKN.
Masyarakat :.
Menerima Manfaat dan Membayar Iuran .


b. Isi adalah tujuan yang ingin di capai :
Memenuhi kebutuhan hak dasar hidup yang layak dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur .
c. Konteks :
Memberikan Jaminan social Kesehatan terhadap masyarakat yang membayar permi iuran ( Non PBI ) dan bagi masyarakat tidak mampu dibayarkan oleh Negara ( PBI )
d. Proses :
Program JKN sejak louncing 1 Januari 2014 mengunakan pendekatakan top down dengan sosiliasai melalui kelambagaan maupun media sayangnya regulasi ini terlalu cepat berproses seyogyanya sebelum louncing sudah dikomunikasikan dan di ressearc bagaimana feedback dari para pelaku ini apabila programnya dapa diterima akan lebih konstruktif di lanjutkan .
Realisasi nya adalah belum adil dan merata hal ini implikasinya sangat terasa program JKN di Kota besar dan Di daerah sangat mengandung konflik berbeda contoh dengan keterbatasan Fasilitas ,SDM ini sangat tidak produktif dalam pelaksanaanya .
Apakah Evidence Based Policy sudah digunakan?
Melihat fakta yang terjadi Belum berjalan semestinya ;
Perseperktif Pemberi Pelayanan Kesehatan baik di FKTP dan FKTL saya menyoroti dari segi pembiayaan system kapitasi dan INA cbg belum efektif masih dijumpai surplus negative dan positif artinya pemerintah seharusnya lebih real dalam pembayaran karena akan berdampak pada insufiensi pembiayaan kesehatan berdampak pada kerugian sebuah Negara.
SDM pemberi pelayanan kesehatan perlu tersertifikasi sebagai pelaku pelayanan kesehatan berbasis JKN dilapangan acapkaali multi tafsir pelayanan JKN sehingga diketemukan ketidakpuasan Masyarakat
Reply
# ELDO KP-MAK 2016-10-14 06:44
apa yang terjadi pada UU tersebut saat ini, bisa kita lia lihat dari
1. Aktor : banya politisi yang menumpangi kebijakan tersebut dengan kepentingan - kepentingannya, dan seakan "asal" terwujud, dan peran - peran ahli kesehatan belum begitu kentara, seakan hanya sebatas memberikan usulan isu bukan usulan formulasi kebijakan.
2. Konteks : situasi yang ada adalah banyak masyarakat yang perlu penjaminan dan hal ini menuntut Pemerintah harus bekerja keras dan cepat, namun Pemerintah sendiri masih merasa sulit untuk menentukan kebijakan yang tepat sasaran dan tepat untuk diimplementasikan.
3. Isi : UU ini tidak perlu sebegitu detailnya mengatur penjaminan, yang terpenting adalah bagaimana UU juga dilengkapi oleh peraturan - peraturan kecil di daerah.
4. Proses : dalam proses pembuatan kebijakan, politisi harus memiliki pemahaman mengenai apa yang dibahasnya, dan ahli kesehatan juga harus aktif mengawal dan ikut dalam proses kebijakan

saya yakin bahwa Kebijakan ini berdasarkan pada "Evidence" yang ada, hanya saja
1. ada pandangan politik mengenai data - data yang ada
2. masih memikirkan untung rugi dalam membuat kebijakan (financial)
Reply
# Sri Guntari KP-MAK 2016-10-16 05:38
Apabila ditinjau dari segitiga kebijakan, komponen yang dapat dilihat diantaranya :

Aktor meliputi pelaku yang terlibat dalam terselenggarakannya kebijakan yang tertuang dalam UU SJSN dan UU BPJS. Terdiri dari presiden, DPR, Badan penyelenggara (BPJS Kesehatan), Praktisi kesehatan, pihak penyedia layanan kesehatan (dokter, klinik, puskesmas, RS), kementerian kesehatan dan dinas kesehatan.

Isi/Konten : Poin yang dicantumkan dalam kebijakan isi berisi tentang pemberian perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, termasuk pemenuhan kebutuhan kesehatan.

Konteks : konteks mengacu pada faktor situasional, sistematis-politik, ekonomi dan social, yang mungkin berpengaruh terhadap kebijakan kesehatan yang disusun. Dengan disusunnya kebijakan SJSN dan BPJS tersebut, merupakan bentuk peran pemerintah dalam memberikan proteksi/penjaminan kesehatan kepada masyarakat. Walaupan dalam implementasinya masih menemui pro dan kontra.

Proses : Dari awal pembentukan kebijakan tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa unsur politik sangat kental dalam mempengaruhi bagaimana kebijakan SJSN dan BPJS tersebut disusun dan diimplementasikan.

Selanjutnya terkait dengan pertanyaan apakah Evidence Based Policy sudah digunakan dalam kebijakan ini ? jawaban saya adalah belum sepenuhnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan berbasis evidendence belum diterapkan dengan maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari kompleksitas masalah yang telah terjadi setelah kebijakan tersebut diimplementasikan, yang terkesan terburu-buru dan belum mempersiapkan sistem secara matang.

Terimakasih
Reply
# Sri Fadhillah KPMAK 2016-10-16 07:17
Selamat siang,
Analisis kebijakan UU SJSN dan UU BPJS berdasarkan segitiga kebijakan, berikut pendapat saya
a. Aktor
Dalam proses penyusunan, perumusan, dan pelaksanaan dari kebijakan ini melibatkan stakeholder dari berbagai bidang, diantaranya yaitu pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten), kemenkes, dinas kesehatan, DPR dan DPRD, pihak swasta yang terlibat, provider pelayanan kesehatan, dan organisasi ikatan profesi, serta masyarakat.
b. Isi
Kedua dari undang-undang ini bertujuan untuk mengatur mekanisme dari sistem tersebut, ternyata masih sedikit yang menjelaskan mengenai hal ini, seperti tidak dijelaskan secara rinci antara peran pemerintah pusat dan daerah, pasal-passal tersebut belum menjelaskan secara rinci, sedangkan asuransi kesehatan/jaminan kesehatan merupakan program kompleks. Dibutuhkan aturan dalam level kebijakan untuk mengatur peran-peran stakeholder yang terlibat, sehingga tidak menimbulkan berbagai polemik yang muncul dalam penerapannya
c. Konteks
Transformasi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan sebagai pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS memerlukan basis politik yang kuat. Sebab jaminan kesehatan perlu didukung dengan kondisi politik yang stabil dan kondusif. Dalam merumuskan kebijakan tersebut tidak dapat dipungkiri adanya pandangan politik yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan masing-masing aktor, sehingga faktor politik sangat mempengaruhi arah kebijakan tergantung para pelaku kepentingan.
d. Proses
Dalam perumusan UU SJSN melalui beberapa tahap yaitu, Pertama agenda setting dimana dalam tahap ini proses agar permasalahan ketidakmampuan ekonomi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan mendapat perhatian dari pemerintah atau pembuat kebijakan . Kedua yaitu perumusan kebijakan, pada tahap ini pemerintah merumuskan pilihan-pilihan kebijakan dalam penyelesaian masalah tersebut. Tahap selanjutnya yaitu penetapan kebijakan, yaitu proses memilih alternatif terbaik guna memecahkan masalah masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu. Selanjutnya yaitu tahap keempat yaitu pelaksanaan kebijakan yaitu proses pelaksanaan JKN, penyelenggara JKN, strategi JKN, dan isi kebijakan JKN yang ditetapkan. Tahap terakhir yaitu evaluasi kebijakan yaitu proses memonitor dn menilai hasil atau kinerja kebijakan JKN.

Apakah Evidence Based Policy sudah digunakan?
Berdasarkan dari saat proses pembentukannya lebih didominasi oleh unsur politik untuk membawa kepentingan masing-pasing para pembuat kebijakan dan masih ditemukannya berbagai fraud dalam implementasinya, sehingga menurut saya kebijakan ini belum menggunakan Evidence Based Policy secara optimal.

Terima kasih
Reply
# EKA PUSPASARI KP-MAK 2016-10-16 07:47
Segitiga Analisis Kebijakan terdiri dari :
1. Konteks : Konteks dipengaruhi oleh banyak faktor seperti ketidakstabilan atau ideologi, sejarah ataupun budaya. Dalam UU SJSN ini pengesahan dilakukan dalam suasana yang pro dan kontra, serta proses penyusunan kebijakan terkesan terburu-buru, dengan penekanan dari pihak yang punya kekuasaan. isu ini dapat menjadi suatu agenda kebijakan. dan isu ini menjadi berharga karena dipengaruhi oleh pelaksana, kedudukan mereka dalam struktur kekuatan, dan norma
2. Aktor/ pelaku yang terdiri dari Individu dan Organisasi : pemerintah (pusat dan daerah), organisasi internasional, LSM nasional dan internasional, kelompok penekan dan kelompok kepentingan, lembaga-lembaga bilateral, profesi dan lain-lain.
3. isi/ Konten Proses :UU SJSN dan UU BPJS yang memberikan Universal Health Coverage (UHC)
dalam hal ini saya belum menemukan apakah evidance based policy sudah digunakan karena suatu kebijakan dapat dianggap kebijakan berbasis bukti (Evidence based policy making) jika dalam proses perumusannya menggunakan penelitian ilmiah untuk menguji coba apakah suatu program yang merupakan hasil dari suatu kebijakan itu layak diterapkan atau tidak. dalam hal ini penyusunannya saja terkesan sangat terburu-buru dan ditambah lagi sarana dan prasarana dilapangan yang bisa dikatakan belum siappun dianggap atau disamaratakan saja yaitu seolah-olah semua sudah siap untuk diterapkan.
Reply
# Artha Kusuma KP-MAK 2016-10-16 10:38
Selamat malam teman-teman. Mohon ijin untuk berpendapat, dan terbuka untuk didiskusikan bersama-sama

Jika dilihat dari kedua UU ini maka dapat dijabarkan dan dianalisis menggunakan Segitiga Kebijakan menurut Walt and Gilson (1994) sebagai berikut:
Aktor: Presiden, DPR, akademisi, penyedia jasa pelayanan kesehatan, pekerja/buruh, praktisi kesehatan, petugas kesehatan, ahli kebijakan kesehatan, ahli asuransi.
Isi: Mencapai derajat kesehatan masyarakat yang baik dan memberikan perlindungan sosial kepada seluruh rakyat Indonesia melalui sebuah kebijakan yang mengatur mekanisme pembiayaan.
Konteks: Perlindungan sosial merupakan hak asasi manusia dan sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia yakni memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Proses: Dalam perumusan kebijakan membutuhkan waktu yang sangat panjang dan sangat banyak unsur politis didalamnya.

Kemudian apakah evidence based policy sudah digunakan dalam kedua kebijakan ini?
Menurut saya belum karena dalam pelaksanaan kebijakan sangat banyak kekurangannya baik secara administrasi maupun teknis pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan. Yang paling terlihat adalah masalah infrastruktur dimana masih banyak rumah sakit dan faskes khususnya di wilayah Indonesia timur masih sangat kurang. Seharusnya sebelum kebijakan ini di implementasikan atau disahkan dilihat terlebih dahulu dikaji secara akademik kesiapan dan kemungkinan kendala dilapangan sehingga masalah yang timbul dapat dikurangi.

Terima Kasih
Reply
# La Ode Nur R Syadzri 2016-10-16 14:16
Selamat Malam

Izin berpartisipasi
Aktor :Presiden RI,Menteri terkait,Bapenas,Pihak Swasta
Isi : Tercapainya jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia
Konteks : Kondisi ekonomi pemerintah seharusnya sudah stabil pada saat UU ini dijalankan, Kondisi politik yang kondusif akan bermanfaat bagi pengambilan keputusan legislatif, Ideologi dan budaya bangsa Indonesia sangat mempengaruhi pelaksanaan UU ini. dan menurut saya faktor yang paling berpengaruh dalam penyusunan UU tersebut adalah kondisi politik, karena sudah barang tentu akan ditumpangi oleh kepentingan penguasa maupun legislatif yang bisa saja malah merugikan rakyat Indonesia
Proses : Masalah yg ditimbulkan masih beragam, saya pikir sebelum memutuskan untuk amanden sebaiknya langkah yg harus dilakukan adalah dengan memperbaiki turunan dari UU tersebut (permenkes,dll)

Menurut saya Evidence Based Policy sudah digunakan karena salah satu unsur dalam perumusan UU adalah pembahasan naskah akademik, terlepas apakah naskah akademik yg digunakan adalah sekedar teori bukan implementasi nyata dan apakah ada tumpangan politik didalamnya atau tidak. yg mengetahui cuma mereka yang kita telah sepakati dengan menyebut mereka sebagai Aktor dalam UU ini.

terima kasih

Mohon feedback nya Pak.prof.Laksono
Reply
# TASMAN 2016-10-16 16:08
Dilihat dari segitiga kebijakan, UU SJSN dan UU BPJS. Apakah Evidence based policy sdh digunakan?
Menurut saya,
Aktor :
Pemerintah, DPR, Kementerian/lembaga (Kemenkes), Akademisi dan PT. ASKES

Proses :
Apakah Evidence based policy digunakan atau tidak ?

Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perudang-undangan, terdiri 5 tahapan yakni : Tahap perencanaan, Tahap penyusunan,Tahap pembahahasan, Tahap pengesahan dan Tahap pengundangan.
Pada tahapan penyusunan inilah naskah akademik digunakan sebagai Evidence based policy. Yang kita ketahui bahwa naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan peraturan sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
Namun, melihat dari kasus UU SJSN dan UU BPJS yang dimana proses nya begitu panjang dan dengan segala pro dan kontra. serta pengantar yang diberikan pada kasus ini, menurut saya tidak berdasarkan pada naskah akademik atau dengan kata lain tidak berdasarkan avidence based. Sebab dalam naskah akademik fokus pada pendanaan bagi masyarakat miskin, namun dalam kedua UU tersebut memberi tempat bagi masyarakat menengah ke atas.

Konteks :
Dilihat dari konteks kebijakan dalam penetapan UU SJSN dan UU BPJS sayart dengan nuansa politik, dimana situasi politik pada masa transisi kepemimpinan, serta para penentu kebijakan terkesan lamban dalam penetapan kebijakan tersebut.
Isi :
UU SJSN dan UU BPJS sebagai suatu kebijakan dalam jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

Terima Kasih
Reply

Add comment

Security code
Refresh