Di akhir pembahasan ada pernyataan mengenai masalah kebijakan. Masalah-masalah kebijakan yang ada dalam kasus ini dapat dikelompokkan menjadi:
- Pelaksanaan Kebijakan mempunyai kemungkinan menghasilkan keadaan yang tidak sesuai dengan tujuan kebijakan ditetapkan.
- Penelitian monitoring kebijakan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan.
Silahkan anda memberi komentar, atau tambahan untuk masalah kebijakan yang ada di balik Kasus tersebut.
Comments
Tujuan penyelenggaraan JKN adalah menjamin peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 19 Ayat 2) selain itu agar semua penduduk terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak dalam rangka memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Akan tetapi pelaksanaan BPJS sekarang tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena luasnya jangkauan penerima yang tak diimbangi pemasukan premi, ketidakpatuhan pembayaran premi oleh peserta mandiri sehingga pada tahun 2015 kerugian BPJS mencapai 50%, hal ini disebabkan oleh tunggakan yang dilakukan oleh peserta mandiri mengakibatkan pengeluaran BPJS lebih besar dari pada pemasukan. Disamping itu untuk melakukan kegiatan monitoring akan sangat sulit dilakukan, karena tidak meratanya fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatan. Masih banyaknya daerah di Indonesia yang belum mempunyai fasilitas kesehatan, walupun sudah mempunyai apakah fasilitas kesehatan tersebut mempunyai tenaga kesehatan yang cukup atau tidak. Banyaknya masyarakat (non PBI) yang belum merasakan manfaat BPJS karena dana dari pemerintah tidak sampai pada sasarannya, sehingga pelaksanaan monitoring tidak berjalan dengan baik. terima kasih
Saat ini, UGM sedang melakukan penelitian monitoring pelaksanaan JKN dari tahun 2014 hingga 2019 di 10 Provinsi, yang tujuannya untuk mendeteksi kesenjangan antar provinsi dalam hal penjangkauan pelayanan kesehatan (equity); dan mengusulkan kebijakan untuk mengatasi kesenjangan penjangkauan tersebut. Untuk mendeteksi kesenjangan antar provinsi, peneliti membuat analisis skenario perkembangan pencapaian Universal Coverage (UC) di masing-masing daerah dengan kategori Optimis, Pesimis ringan, & Pisimis berat. Tujuan penelitian ini selaras dengan tujuan dari evaluasi kebijakan meskipun tujuannya memang demikian, yaitu menggunakan cara yang elegan berbasis bukti dalam mengkritisi suatu reformasi kebijakan (SJSN) dan memberikan alternatif solusi termasuk memodifikasi dan mengembangkan program tersebut. Sehingga pada penelitian yang sedang dijalankan PKMK UGM ini merupakan salah satu bentuk evaluasi formatif. Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk menjawab ‘Apakah ada potensi memburuknya ketidakadilan sosial di sektor kesehatan dengan adanya SJSN?’ dan juga merupakan proses menyampaikan nasehat secara langsung kepada para pengambil kebijakan.
Pelaksanaan kebijakan JKN yang ber ciri kan "sentralistis" ini belum menunjukkan hasil yg sesuai dengan tujuannya yaitu "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", hal ini nampak dari hasil penelitian oleh FK UGM dan 10 PT lainnya dalam memonitor perkembangan pembiayaan kesehatan di 12 provinsi di Indonesia, hasil tersebut memperlihatkan bahwa wilayah DKI, DIY, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, sebagian Kabupaten/Kota di Jawa Barat, sebagian kabupaten/kota di Jawa Tengah dan sebagian di Sulawesi Selatan dapat optimis mencapai UHC, dan wilayah lainnya termasuk kategori pesimis ringan dan berat. Disitu nampak adanya "Gap" antara wilayah yang sudah maju dan mempunyai fasilitas pelayanan kesehatan yg memadai dg wilayah lain yg memiliki akses terbatas dlm pelayanan kesehatan. Gap terjadi karena pembangunan kesehatan belum merata, fasilitas pelayanan kesehatan dan SDM jg blm merata sehingga tidak semua masyarakat bisa memanfaatkan fasilitas JKN dengan maksimal. Sehingga saya pikir pelaksanaan kebijakan JKN yang sudah berjalan dari tahun 2014 ini perlu dievaluasi dan dianalisis secara sistematis dan berkelanjutan.
Terima kasih
implementasi kebijakan merupakan adalah apa yang terjadi antara harapan kebijakan dan hasil kebijakan (DeLeon, 1999). tahapan ini untuk mecermati kegiatan dari aktor yang berbeda-beda. sebuah "gap" tentang kebijakan skr umum djumpai, tetapi jika pada teori top down 6 kondisi implementasi (tujuan konsisten jelas dan logis, tindakan sesuai dengan tujuan, kepatuhan pelaku, komitmen petugas dan terampil, dukungan, dan tidak ada kondisi sosio ekonomi yang merusak dukungan politik) kebijakan dapat dikembangkan akan mencapai tujuan dan situasi yang diinginkan. yang terjadi di BPJS 6 kondisi tersebut tidak ada kemantapan dan berubah sewaktu-waktu tanpa ada penjelasan dan sosialisasi sebelumnya, "gap" ini tidak hanya terjadi pada petugas kesehatan tetapi juga masyarakat bahkan dari sesama aktor sendiri, seperti menyelesaikan masalah tanpa solusi (ketika pernah ikut pertemuan dengan divisi BPJS).
Kebijakan JKN jika ditinjau dari metode teoritis nya memakai pendekatan "Top-Down". Pendekatan ini memakai keputusan pemerintah pusat sebagai fokus awal dan aktor-aktor utama dalam kebijakan JKN dimulai dari pemerintahan (dari puncak ke bawah). Menurut pendekatan top-down diperlukan 6 kondisi untuk implementasi kebijakan yang efektif. Dari keenam kondisi trsebut, dalam proses implementasi JKN hanya terdapat 2 kondisi yang sudah ada. Kondisi yang tidak siap dalam implementasi JKN adalah kurangnya dukungan dari interest group, masih banyak pegawai yang dalam implementasi JKN tidak berkomitmen kuat untuk pelayanan kesehatan, tidak meratanya infrasutrukur dan adanya perbedaan sosial-ekonomi masyarakat. Jika 6 kondisi yang diperlukan dalam pendekatan top-down belum tercapai, maka proses implementasi kebijakan akan kurang efektif. Terbukti dengan adanya berbagai macam masalah dalam proses implementasi JKN ini. Sebelum memulai suatu implementasi kebijakan, sebaiknya disiapkan terlebih kondisi yang mendukung kebijakan tsb agar berjalan lebih efektif.
Hasil penelitian Utami (2016) tentang implementasi kebijakan JKN oleh Bidan di FKTP menunjukkan bahwa struktur birokrasi di BPM dan Klinik sudah berjalan baik, sedangkan di Puskesmas struktur birokrasi terlalu panjang membuat komitmen bidan di Puskesmas menjadi kurang, alokasi anggaran jasa persalinan dirasa kurang mencukupi biaya operasional, komunikasi antar pemangku kebijakan sudah berjalan baik. Penelitian tsb menunjukkan bahwa pendekatan top-down yg dilakukan masih belum efektif hingga ke tingkat yang paling bawah, masih terbatas hanya pada tingkat atas saja yang mendapat keuntungan dari adanya JKN.
Ini jawaban mengapa monitoring kebijakan menjadi hal yang tidak mudah dilakukan, karena proses evaluasi sumatif yang berfokus pada upaya pengukuran dampak kebijakan apakah sudah sesuai dengan tujuan. Proses top down ini yang membuat lamanya proses evaluasi. Perlu juga singkronisasi dari evaluasi sumatif dengan evaluasi formatif (sebagai feedback untuk pembuat kebijakan)
JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah program Pemerintahyang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera.Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk memberikan jaminan sosial menyeluruh bagi setiap orang dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.
Penetapan kebijakan ini adalah masyarakat tidak mampu dapat tercover semunya sehingga mampu mengakses pelayanan kesehatan dengan baik,tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,seperti ketersediaan SDM,sarana dan prasarana sehingga penyerapannya secara adil. Tetapi kenyataannya saya melihat bahwa implementasi ini lebih pada implementasi top-dow dimana menurut Buse implementasi ini dimana tingkat-tingkat di bawahnya melaksanakan praktek berdasarkan pada setting tujuan sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh tingkat yang lebih tinggi,sehingga saya melihat bahwa proses ini tidak akan menjadi efektif karena keadaan lapangan yang lebih mengetahuinya adalah pada elemen/tingkatan di bawah seberapa siapnya daerah dalam mengimplementasikan kebijakan ini,sehingga tidak terlihat bahwa dana yang tidak terserap di daerah tertinggal malah dipakai daerah yang maju,sehingga evaluasi formatif yang dirancang untuk menilai bagaimana program atau kebijakan sedang diimplementasikan dan berbagai pemikiran yang digunakan untuk memodifikasikan dan mengembangkan program atau kebijakan sehingga membawa perbaikan signifikan
Terimakasih....
Program jaminan kesehatan nasional (JKN) memiliki tujuan yang sangat baik yaitu agar semua penduduk terlindungi dalam sistem asuransi sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak dan mendorong peningkatan pelayanan kesehatan kepada peserta secara menyeluruh, terstandar, dengan sistem pengelolaan yang terkendali mutu dan biaya. Kebijakan JKN merupakan kebijakan yang bersifat top down karena kebijakan tersebut disusun oleh pemerintah dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, sementara dalam pendekatan bottom up kebijakan itu sendiri diperankan oleh pelaksana ditingkat bawah yang memiliki keleluasaan untuk merubah kebijakan dalam sistem. Dalam pelaksanaan program JKN tidak semudah yang dibayangkan, karena luasnya jangkauan penerima dan juga tidak di imbangi dengan pemasukan premi sehingga bisa menimbulkan kerugian yang diakibatkan dari tunggakan tersebut. Perlunya monitoring secara holistik dan komprehensif serta adanya koordinasi yang baik dari atas hingga ke bawah, yang diharapkan dapat ditindaklanjuti dan dilakukan perbaikan, namun sayangnya sulitnya kegiatan monitoring yang dilakukan karena tidak meratanya fasilitas pelayanan kesehatan dan juga tenaga kesehatan.
Terima kasih.
Monitoring perlu dilakukan untuk melihat gap antara apa yang direncanakan dengan apa yang terjadi sebagai sebuah hasil dari suatu kebijakan yang dijumpai. Hasil monitoring awal telah menunjukkan masih terdapat banyak gap, dimana daerah maju akan semakin maju dan daerah tertinggal semakin tertinggal karena aliran dana lebih banyak terpakai untuk daerah maju. Sisa dana yang tidak perpakai dimanfaatkan oleh daerah maju sendiri.