KSP: Kebijakan Vaksin Gratis Tutup Peluang Permainan Harga

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo mengatakan, pelaksanaan vaksinasi booster yang dimulai pada hari ini sudah berjalan sesuai arahan Presiden Joko Widodo. KSP pun memantau pelaksanaan vaksinasi booster yang digelar di Puskesmas Kramat Jati Jakarta, Rabu (12/1/2022).

"Kedatangan KSP di sini (Puskesmas Kramat Jati) untuk memastikan bahwa vaksin booster terlaksana mulai 12 Januari, prioritas lansia, dan gratis sesuai arahan dari Presiden," kata Abraham, dikutip dari siaran resmi KSP.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memutuskan pelaksanaan vaksinasi dosis ketiga atau vaksin booster Covid-19 diberikan secara gratis kepada seluruh masyarakat Indonesia, dengan prioritas bagi lansia dan kelompok rentan mulai 12 Januari. Upaya ini penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh masyarakat mengingat virus Covid-19 yang akan terus bermutasi.

Menurut Abraham, kebijakan Presiden menggratiskan vaksin booster sangat membantu meyakinkan kelompok lansia agar tidak ragu lagi mengikuti vaksinasi. Kebijakan tersebut, tambah dia, juga mempermudah petugas Puskesmas mensosialisasikan vaksin booster kepada masyarakat.

"Kebijakan vaksin booster gratis ini juga menutup ruang-ruang terjadinya mark up (penggelembungan) dan permainan harga," lanjut dia.

Dari pantauan KSP, pelaksanaan vaksin booster di Puskesmas Kramat Jati Jakarta berjalan lancar, dengan alur yang hampir sama seperti saat vaksin dosis satu dan dua. Terdapat seratus warga yang mendapat suntikan vaksin dan hampir semua peserta merupakan warga lansia.

sumber: https://republika.co.id/berita/r5l4ew349/ksp-kebijakan-vaksin-gratis-tutup-peluang-permainan-harga

 

 

Industri Kesehatan Jadi Sorotan Forum Investasi-Perdagangan TIIWG G20

Salah satu topik yang akan diangkat pada TIIWG pada forum G20 adalah akses yang fair terhadap industri farmasi dan alat kesehatan, khususnya terkait dalam produksi dan distribusinya.

Arsitekur industri kesehatan dunia akan menjadi salah satu fokus pembahasan dalam forum Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG) di antara anggota G20. Pembahasan termasuk bagaimana menciptakan aspek fairness dalam industri kesehatan global. Sebagai informasi, Indonesia yang saat ini memegang Presidensi G20 telah mengusulkan penambahan isu industri dalam Trade and Investment Working Group (TIWG) sehingga menjadi Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG). Kota Solo bakal menjadi tuan rumah untuk penyelenggaraan pertama pertemuan TIIWG G20 pada tahun ini yakni pada 29-30 Maret mendatang.

Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian Eko S.A. Cahyanto mengatakan arsitektur kesehatan dunia menjadi salah satu isu besar yang siap diangkat pada Forum G20 selain transformasi digital, dan transisi energi berkelanjutan.

“Dari ketiga isu ini, kita punya kepentingan di sektor industri. Misalnya, di aspek kesehatan, kami berharap bisa mendobrak akses yang fair terhadap industri farmasi dan alat kesehatan, khususnya terkait dalam produksi dan distribusinya,” tutur Eko, dalam keterangan resmi, Kamis (13/1). Eko berharap agar aspek substansi yang diangkat pada pertemuan TIIWG tersebut dapat diterima dengan baik oleh para negara anggota G20. Substansi tersebut juga diharapkan menjadi topik pembahasan yang terus berkembang dalam Presidensi G20 selanjutnya.

Kemenperin berharap rangkaian TIIWG dapat dimanfaatkan untuk menampilkan sejumlah kemajuan pembangunan Indonesia. Terutama kemajuan di bidang infrastruktur, sektor industri, konektivitas yang terintegrasi, hingga pelaksanaan program vaksinasi Indonesia. “Ini menjadi momentum yang baik buat kita, karena dapat meningkatkan kepercayaan dunia terhadap Indonesia khususnya dalam penanganan pandemi, yang akhirnya akan memacu peningkatan investasi di Indonesia,” ujarnya.

Pemerintah Indonesia melalui Kemenperin telah menggandeng sejumlah organisasi internasional seperti WTO, UNCTAD, (United Nations Conference on Trade and Development), dan UNIDO ( United Nations Industrial Development Organization.) Juga, UNESCAP (United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific), International Trade Centre (ITC), dan World Bank guna merumuskan strategi dan narasi yang akan dibahas pada rangkaian pertemuan TIIWG tahun ini.

“Selain itu kami juga melibatkan berbagai akademisi atau kampus dan lembaga think thank terkemuka di Indonesia untuk turut mempertajam dalam mewujudkan isu prioritas tersebut,” ujar Eko. Strategi tersebut tentunya berbasis data dan kajian faktual, yang dapat mengakomodir kebutuhan dan kepentingan bersama anggota G20. Rangkaian TIIWG G-20 tahun ini akan dihadiri delegasi sebanyak 39 entitas dari 20 negara anggota G20, sembilan negara undangan, dan 10 organisasi internasional.

 sumber: https://katadata.co.id/maesaroh/berita/61e05513b3c01/industri-kesehatan-jadi-sorotan-forum-investasi-perdagangan-tiiwg-g20

 

Regulasi JKN soal Kompensasi Perlu Direvisi

Peneliti dari Universitas Gajah Mada, M Faozi Kurniawan mendesak pemerintah merevisi seluruh regulasi terkait Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN). Undang-undang beserta peraturan turunan yang ada saat ini dinilai sudah usang dan perlu perbaikan di sejumlah pasal, terutama terkait kebijakan kompensasi.

“Posisinya saat ini urgent karena sesuai amanat undang-undang. Banyak daerah kita masih termasuk wilayah miskin dan tertinggal. Masih banyak pula rakyat miskin yang perlu mendapat prioritas dari JKN,” ujar Faozi saat diwawancarai Info Tempo, Selasa,4 Mei 2021.

Kebijakan kompensasi tertuang dalam UU Nomor 40 Tahun 2002 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 23 Ayat 3. Disebutkan, jika suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) wajib memberikan kompensasi.

Faozi yang tergabung dalam Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan (PKMK) UGM menemukan bahwa kebijakan kompensasi belum terealisasi dengan baik di berbagai daerah, terutama wilayah yang minim terhadap fasilitas kesehatan, peralatan medik, dan tenaga kesehatan.

Peserta JKN yang membayar iuran BPJS dan tinggal di wilayah terpencil kesulitan mengakses berbagai produk layanan kesehatan yang dibutuhkan. Penderita penyakit jantung di Pulau Nias tidak dapat dilayani oleh rumah sakit dengan peralatan memadai. Bagi peserta BPJS dari golongan mampu bisa berobat ke Medan. Namun, akan sulit bagi rakyat miskin kendati terdaftar sebagai peserta JKN.

“Dari data-data sampel BPJS, ketersediaan faskes, hingga distribusi,ternyata faskes yang lengkap ada di perkotaan, terutama di Pulau Jawa.Dari bukti data-data tersebut, masyarakat miskin tidak akan mendapatkan produk yang ditawarkan JKN. Di Pulau Jawa semua paket manfaat JKN bisa diterima, mungkin 100 persen. Berbeda dengan daerah terpencil, JKN tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” kata Faozi. Padahal UU mengamanatkan penerima manfaat JKN seharusnya rakyat miskin.

Menurutnya, tujuan JKN sesuai amanat UU dapat dicapai jika terjadi kesetaraan, dan implementasi kebijakan kompensasi yang tepat sasaran. Artinya, berhasil memberi layanan kesehatan kepada rakyat miskin dan meratanya pelayanan kesehatan.

Agar kebijakan kompensasi yang tepat sasaran, kata Faozi, revisi regulasi merupakan keniscayaan. Regulasi antara lain harus memuat pemetaan, pembagian peran, tanggung jawab, mekanisme, sumber dana, dan jenis kompensasi. Dengan regulasi pula setiap pemerintah derah dan stakeholder terkait memiliki rambu-rambu yang jelas dalam mengelola dana JKN, serta penyediaan layanan kesehatan di daerahnya.

Saat ini Kementerian Kesehatan sudah merevisi Peraturan Menkes. Namun peraturan tersebut belum juga diluncurkan sedangkan Perpres 64 Tahun 2020 sudah berlaku. Permenkes terbaru telah memuat petunjuk tenkis (juknis) yang detail terkait implementasi kebijakan kompensasi.

Untuk mempercepat munculnya permenkes yang baru, PKMK UGM akan melakukan edukasi di berbagai platform. “Kami angkat kebijakan kompensasi dalam seminar dan webinar. Kita juga menulis artike tentang equity bersama 13 provinsi mitra yang melakukan penelitian. Ditulis di masing –masing provinsi lalu diunggah di internet agar masyarakat dapat mengetahui,” ujar Faozi. Sejumlah akademisi juga telah mengunjungi DPR demi mendorong kebijakan baru tersebut. (*)

sumber: https://nasional.tempo.co/read/1459957/regulasi-jkn-soal-kompensasi-perlu-direvisi/full&view=ok

 

Vaksin AstraZeneca Aman, Penghentian Sementara Hanya Pada Kelompok CTMAV547

Penghentian sementara distribusi dan penggunaan vaksin AstraZeneca Batch (Kumpulan Produksi) CTMAV547 untuk pengujian toksisitas dan sterilitas oleh BPOM adalah bentuk upaya kehati-hatian pemerintah untuk memastikan keamanan vaksin ini.

Tidak semua batch vaksin AstraZeneca dihentikan distribusi dan penggunaannya. Hanya Batch CTMAV547 yang dihentikan sementara sambil menunggu hasil investigasi dan pengujian dari BPOM yang kemungkinan memerlukan waktu satu hingga dua minggu.

Batch CTMAV547 saat ini berjumlah 448,480 dosis dan merupakan bagian dari 3,852,000 dosis AstraZeneca yang diterima Indonesia pada tanggal 26 April 2021 melalui skema Covax Facility/WHO.

Batch ini sudah didistribusikan untuk TNI dan sebagian ke DKI Jakarta dan Sulawesi Utara.

Adapun terkait dengan laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) serius yang diduga berkaitan dengan AstraZeneca Batch CTMAV547, Komnas KIPI telah merekomendasikan BPOM untuk melakukan uji sterilitas dan toksisitas terhadap Kelompok tersebut dikarenakan tidak cukup data untuk menegakkan diagnosis penyebab dan klasifikasi dari KIPI yang dimaksud.

Batch AstraZeneca selain CTMAV547 aman digunakan sehingga masyarakat tidak perlu ragu.

“Ini adalah bentuk kehati-hatian pemerintah untuk memastikan keamanan vaksin ini. Kementerian Kesehatan menghimbau masyarakat untuk tenang dan tidak termakan oleh hoax yang beredar. Masyarakat diharapkan selalu mengakses informasi dari sumber terpercaya,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi.

“Penggunaan vaksin AstraZeneca tetap terus berjalan dikarenakan vaksinasi Covid-19 membawa manfaat lebih besar,” tambah beliau.

Hingga saat ini, berdasarkan data Komnas KIPI belum pernah ada kejadian orang yang meninggal dunia akibat vaksinasi Covid-19 di Indonesia.

Dalam beberapa kasus sebelumnya, meninggalnya orang yang statusnya telah divaksinasi COVID-19 adalah karena penyebab lain, bukan akibat dari vaksinasi yang diterimanya.

Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat

drg. Widyawati, MKM

link: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/berita-utama/20210516/4837770/vaksin-astrazeneca-aman-penghentian-sementara-hanya-pada-kelompok-ctmav547/

 

Belajarlah dari Selandia Baru, Negara Penanganan Kasus COVID-19 Terbaik di Dunia

Seperti yang kita ketahui bahwa sampai saat ini Pandemi Virus COVID-19 masih terus menyebar ke setiap negara di seluruh dunia. Awalnya, penyebaran virus ini berasal dari salah satu pasar yang berada di Hubei, Wuhan, China. Namun, adanya tingkat mobilitas dari setiap masyarakat yang kemudian mengakibatkan penyebaran virus ini semakin cepat dan meluas ke seluruh negara. Hal ini yang membuat seluruh elemen baik dari kalangan atas maupun kalangan bawah mengalami kewalahan dan berbagai kegiatan mereka juga secara terpaksa harus dibatasi demi mengurangi laju penyebaran virus COVID-19 ini.

Berbagai cara dalam mengurangi penyebaran virus tersebut berdasarkan pada kebijakan dari setiap negara yang disertai dengan rekomendasi dari WHO, dari adanya kebijakan lockdown, pengalihan kegiatan luring menjadi daring (online), pengurangan mobilisasi masyarakat, hingga adanya kebijakan new normal. Dari beberapa kebijakan tersebut juga diterapkan oleh beberapa negara yang di antaranya ada yang berhasil maupun ada yang belum berhasil atau gagal dalam menangani kasus seperti ini.

Bahkan, dari keberhasilan pada penanganan kasus ini berdampak pada seluruh masyarakatnya yang dapat kembali melaksanakan kegiatannya masing-masing secara normal, meskipun dengan menerapkan protokol kesehatan. Hal ini yang dialami oleh Negara Selandia Baru, negara dengan penanganan kasus COVID-19 terbaik di dunia.

Pada hari Sabtu, 8 Mei 2021 pukul 09.00 pagi waktu setempat, Kasus yang terkonfirmasi positif COVID-19 sebanyak 2.640 orang, kemudian jumlah yang telah sembuh sebanyak 2.589 beserta sebanyak 26 kasus yang dinyatakan meninggal dunia.

Awal Mula Pandemi COVID-19 di Selandia Baru

Seperti yang diketahui bahwa Negara Selandia Baru merupakan salah satu negara kepulauan yang berada di bagian selatan dunia dan termasuk dalam Benua Australia. Kasus COVID-19 di Selandia Baru pertama kali muncul pada tanggal 28 Februari 2020 di Auckland terdapat satu pasien yang merupakan seorang lanjut usia terjangkit Virus Corona tersebut. Hal itu terjadi ketika pasien ini ketika pulang dari Tehran, Iran menuju Auckland melalui penerbangan transit Bali, Indonesia pada tanggal 26 Februari 2020.

Dua hari setelah penerbangan tersebut, pasien ini merasakan seperti kesulitan bernapas disertai dengan batuk. Gejala tersebut yang pada akhirnya pasien ini dibawa ke Auckland City Hospital untuk diperiksa terkait kondisi kesehatannya. Setelah pengecekan yang lama, sebanyak tiga kali uji coba test tersebut kemudian keluar hasil dan pasien itu dinyatakan positif Virus COVID-19. Setelah keluarnya hasil test tersebut, pasien ini kemudian diberikan perawatan yang sangat intensif oleh pihak rumah sakit setempat.

Mendengar adanya kejadian tersebut, Menteri Kesehatan Selandia Baru, David Clark kemudian merespons dengan mengajukan kebijakan untuk melarang perjalanan dari Iran kepada Pemerintah Selandia Baru dan pengajuan tersebut diterima dengan memberlakukan pelarangan perjalanan atau penerbangan ke Iran. Hal ini bertujuan untuk menekan laju penyebaran virus corona tersebut. Akan tetapi, masuknya virus tersebut menandakan pintu buka bagi Virus COVID-19 dan menyebabkan beberapa masyarakat di Selandia Baru terjangkit positif dari virus tersebut. Sehingga negeri di bawah persemakmuran Brtitania Raya (United Kingdom) tersebut mengalami puncak masa pandemi pada bulan Maret 2020 sebanyak puluhan per-hari pasien yang terkena positif COVID-19.

Langkah-langkah Pemerintah Selandia Baru dalam Menghadapi Virus COVID-19

Dari kekacauan yang timbul akibat penyebaran virus tersebut membuat Pemerintah Selandia Baru mengemukakan kebijakan barunya dalam upaya untuk mengurangi penyebaran virus corona tersebut. Sebenarnya, Pemerintah Selandia Baru sejak awal sebelum masuknya virus di negaranya telah membuat kebijakan berupa baik Warga Negara Asing (WNA) dari China maupun melaluinya untuk dilarang masuk ke Selandia Baru. Hal ini berdasarkan pada keputusan dari Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern dengan menyatakan menutup kedatangan WNA untuk masuk ke negaranya, khususnya WNA China maupun WNA lainnya yang sempat berada di China. Tidak lupa juga, bagi setiap warga negara Selandia Baru yang berpulang dari luar negeri atau sedang berada di sana untuk sementara diwajibkan karantina terlebih dahulu sebanyak 14 hari.

Kemudian, ketika terdapat beberapa kasus positif virus ini yang kemudian bertambah, pada akhirnya Pemerintah Selandia Baru menyatakan untuk menutup segala akses dari luar dan mulai menerapkan lockdown pada akhir Maret 2020. Namun, penerapan tersebut belum dikatakan mudah sebab ada beberapa tahap yang harus diterapkan terlebih dahulu sebelum menerapkan lockdown secara total.

Tahapan-tahapan tersebut merupakan hasil kesepakatan Pemerintah Selandia Baru dengan masyarakat yang kemudian dibagi dalam bentuk tingkatan menjadi empat tingkat. Tingkatan tersebut dimulai dari persiapan, pengurangan, pembatasan, hingga lockdown. Terkadang, Pemerintah Selandia Baru bisa saja menerapkan kebijakan yang sebelumnya berada pada tingkatan pertama menjadi tingkatan keempat ketika penyebaran virus corona yang semakin masif.

Penerapan kebijakan ini dinilai efektif dalam menekan laju penyebaran virus dengan adanya hubungan internal pemerintah yang baik dan disertai dengan sosialisasi kebijakan kepada masyarakatnya. Bahkan, pemerintah juga dengan berani siap menanggung segala risiko dalam urusan perekonomian karena sebagaimana apa yang telah diputuskan oleh pemerintah setempat untuk memprioritaskan kesehatan terlebih dahulu. Tidak lupa juga, masyarakat di Selandia Baru yang hampir seluruhnya taat dan disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan dan mengurangi mobilitas atau kegiatan di luar ruangan terlebih dahulu. Selain itu, penerapan lockdown juga yang sangat ketat di Selandia Baru baik dari luar negeri maupun di dalam negeri yang melarang segala kegiatan apa pun di luar ruangan secara menyeluruh.

Dari tahapan-tahapan yang dilakukan kemudian membuahkan hasil, di mana laju penyebaran virus corona di Selandia Baru mulai berkurang secara drastis, bahkan pada seterusnya secara tidak langsung, Selandia Baru tidak memiliki kasus baru positif COVID-19 atau zero cases. Hal ini yang dapat dikatakan bahwa Selandia Baru telah berhasil dalam menghadapi serangan virus COVID-19 ini, meskipun terkadang masih terdapat satu atau lebih kasus yang timbul dan pemerintah masih menetapkan kebijakan pembatasan yang sebelumnya telah diterapkan. Selain itu juga, pada tanggal 24 September 2020, Pemerintah Selandia Baru mulai mencabut kebijakan wajib masker untuk seluruh masyarakat di negara tersebut.

Indonesia Harus Belajar Banyak dengan Selandia Baru

Keberhasilan Selandia Baru dalam menghadapi virus corona ini harus menjadi raw of model bagi seluruh negara di dunia melalui kebijakan yang ditetapkan. Hal ini perlu menjadi contoh penting bagi Pemerintah Indonesia dalam menghadapi dan menangani kasus penyebaran virus tersebut. Dapat diketahui, Indonesia maupun Selandia Baru merupakan negara yang berbentuk kepulauan dalam satu negara. Negara kepulauan pada umumnya cenderung memiliki kegiatan mobilitas penduduk yang cukup tinggi dan memiliki penduduk yang terpisah dari setiap pulau.

Akan tetapi, ketika melihat Negara Selandia Baru yang merupakan negara kepulauan mampu mengurangi kegiatan mobilisasi atau perpindahan penduduk antarpulau dengan pembatasan secara menyeluruh. Seharusnya, cara ini juga dapat diterapkan di Indonesia, namun mengingat jumlah populasi di Indonesia yang jauh lebih tinggi dari Selandia Baru membuat penanganan kasus virus tersebut kerap membuat Pemerintahan Indonesia perlu bekerja ekstra untuk menyelesaikan isu ini. Oleh karena itu, Selandia Baru layak menjadi panutan bagi seluruh negara di dunia dan masih ada harapan dan kemungkinan bagi Indonesia untuk mengadopsi beberapa kebijakan dari Selandia Baru tersebut.

 sumber: https://kumparan.com/aldho-tutukansa/belajarlah-dari-selandia-baru-negara-penanganan-kasus-covid-19-terbaik-di-dunia-1vhgbxGMMm4/full

 

Epidemiolog ingatkan kesiapsiagaan hadapi potensi kenaikan kasus Corona pasca lebaran

Guna mengantisipasi adanya peningkatan kasus Covid-19 periode Ramadan dan Idul Fitri, Pemerintah diketahui menerapkan larangan mudik 2021 serta adanya pengetatan syarat bagi masyarakat yang akan bepergian. Namun meski sudah dilakukan kebijakan tersebut masih ditemukan adanya peningkatan kasus.

Meski demikian, Epidemiolog dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani menilai penambahan kasus dapat dikategorikan masih stabil, meski ada tren peningkatan. Namun Laura mengingatkan agar Pemerintah tidak lengah dengan potensi peningkatan kasus pasca lebaran.

Seberapa besar dampak mobilitas masyarakat saat ini terhadap penambahan kasus baru akan terlihat pada dua minggu mendatang atau pasca lebaran.

Dikaitkan dengan adanya kebijakan yang sudah diterapkan saat ini, Laura menyebut bahwa apa yang diharapkan pemerintah dengan larangan mudik tak sejalan dengan apa yang ditangkap masyarakat.

"Kebijakan ini tuh seolah-olah tidak tegas. Jadi bukan larangan mudik yang ditangkap masyarakat tapi durasi waktu mudik yang dilarang. Jadinya masyarakat memilih mudik sebelum tanggal dilarang. Apa yang dilarang pemerintah sama apa yang dipikirkan masyarakat tuh beda. Mungkinkah ini akan membuat peningkatan kasus? pasti ada," jelas Laura kepada Kontan.co.id, Minggu (9/5).

Besarnya wilayah Indonesia juga membuat pengawasan antar daerah tidak sama. Laura bahkan menyebut masih ada wilayah yang tidak menerapkan pengawasan pelarangan mudik dengan ketat.

Banyaknya jalur-jalur tikus juga menjadi potensi dilewati para pemudik yang nekat melakukan perjalanan ketika periode pelarangan.

Laura mengatakan, mengubah perilaku masyarakat saat adanya pandemi melalui protokol kesehatan menjadi tantangan tersendiri, terlebih lagi melarang mudik yang sudah menjadi budaya.

Adanya pergerakan masyarakat lantaran arus balik juga harus jadi perhatian dan antisipasi pemerintah.

"Ini yang memang sulit untuk dikendalikan oleh pemerintah kita, apalagi ketika tidak didukung oleh controlling atau pengawasan ketat, dan juga mencegah adanya kerumunan. ini jadi PR besar ke depan. Dampak akan terlihat nanti pasca Lebaran bukan sekarang," ungkapnya.

Maka, pemerintah diminta untuk lebih memperketat penjagaan dan pengawasan disetiap wilayah guna antisipasi adanya penambahan kasus pasca Lebaran.

Tak hanya implementasi kebijakan yang harus benar-benar tegas, Pemerintah juga diminta untuk menyiapkan fasilitas kesehatan sedini mungkin jika ada tren peningkatan penambahan kasus usai Idul Fitri.

"Fasilitas kesehatan itu harus disiapkan sedini mungkin disiagakan sedini mungkin untuk upaya antisipasi. Bukan berarti kasus menurun faskes jadi lengah, tapi tetep harus kesiapsiagaan terhadap kondisi-kondisi ke depan," tegas Laura.

Tak hanya mengenai mudik, pemerintah juga harus mengawasi dan mengantisipasi potensi kerumunan masyarakat di tempat-tempat wisata atau perbelanjaan ketika libur Lebaran.

Pengurus mall, wisata, taman dan lainnya diminta untuk mengimplementasikan kebijakan pembatasan pengunjung dan protokol kesehatan dengan disiplin.

"Masyarakat juga harus diedukasi, misal ketika mau ke mall ketika libur lebaran kalau penuh ya jangan dipaksakan," ujarnya.

Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menuturkan, potensi peningkatan kasus usai Lebaran memang dapat dimungkinkan. Bahkan Dicky menyebut masih ada potensi ledakan. Oleh karena itu, pemerintah diminta melakukan antisipasi sedini mungkin.

"Apalagi nanti setelah mudik, peningkatan itu akan jauh lebih besar namun yang menjadi masalah klasik yaitu masalah di sistem deteksi kita, testing tracing ini masalahnya," kata Dicky.

Dicky mengingatkan tujuh kunci penguatan respon Covid-19 pasca mudik. Di antaranya pertama adalah respon cepat kuat dan terukur bersiap dengan skenario terburuk yang dinilai lebih baik daripada pasif dan percaya diri berlebihan.

Kedua strategi komunikasi risiko dibangun dan dijaga kualitasnya untuk membangun persepsi risiko yang sama semua pihak.

Ketiga, Pemerintah diminta memperkuat surveilans mulai dari faskes, komunitas dan juga tes whole genome sequencing. Keempat, penguatan sistem rujukan, layanan fasilitas kesehatan, ketersediaan alat kesehatan dan juga tenaga kesehatan itu sendiri.

Kelima Dicky meminta adanya akselerasi vaksinasi terhadap kelompok lansia dan juga kelompok dengan komorbid. "Keenam, literasi kenormalan baru yang mendukung 5M dan terakhir oopsi penyiapan opsi PSBB Jawa-Bali dan luar Jawa terpilih," tegasnya.

sumber: https://kesehatan.kontan.co.id/news/epidemiolog-ingatkan-kesiapsiagaan-hadapi-potensi-kenaikan-kasus-corona-pasca-lebaran?page=all

 

Kerja Sama Kemenkes, FKM Unhas Lakukan Pendampingan Tata Kelola Program Kesehatan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas) kembali menjalin kerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dalam Program Pendampingan Tata Kelola Bidang Kesehatan.

Kerja sama ini merupakan tahun ke-3 dengan 3 lokus pendampingan yakni Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo.

Tim pendamping tata Kelola program Kesehatan FKM Unhas lokus Dinkes Kab. Gorontalo melakukan kunjungan pertama di Kab. Gorontalo untuk melakukan sosialisasi pendampingan tata Kelola program Kesehatan di Kab. Gorontalo Selasa 4/6/2021.

Kegiatan ini dilaksanakan di Aula Dinas Kesehatan Kab. Gorontalo dimulai pukul 10.00 WITA. Dihadiri Sekretaris Dinkes Kab. Gorontalo, tim perencana Dinkes Kab. Gorontalo, Kepala Bidang, Kepala Seksi dan Sub Bagian Dinkes Kab. Gorontalo.

Kegiatan sosialisasi dimulai dengan sambutan oleh Pembina Tim Pendamping FKM Unhas untuk Kab. Gorontalo Prof Sukri Palutturi, SKM., M.Kes., MSc.PH., Ph.D.

Dalam sambutannya ia menyampaikan bahwa kegiatan pendampingan ini adalah atas amanah dan kepercayaan yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia kepada FKM Unhas.

“Tentu kepercayaan ini terjadi atas pengalaman dan proses pendampingan yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya baik di Dinkes maupun di Rumah Sakit,” ungkap Prof Sukri.

Proses pendampingan ini, kata Prof Sukri, bertujuan untuk meningkatkan kapasitas perencanaan dimana staf perencana diharapkan memiliki kompetensi perencanaan yang baik, tidak melakukan copy paste dengan kegiatan perencanaan tahun-tahun sebelumnya.

Proses perencanaan ini, lanjut Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kemitraan ini adalah tahap paling penting dalm siklus manajemen.

Seluruh pakar sepakat dan menempatkan perencanaan sebagai tahap awal dari seluruh tahapan siklus dan fungsi manajemen.

“Karena itu, perencanaan perlu dilakukan dengan baik. Jangan merencanakan kegagalan. Merencanakan kegagalan itu dapat terjadi ketika seorang perencanaan membuat dan melakukan program tidak berdasarkan masalah, tidak berdasarkan evidens,” terang Prof Sukri.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kab. Gorontalo Syafruddin SKM., M.Kes., mewakili Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo membuka acara sosialisasi.

Dalam sambutannya ia menyampaikan apresiasi atas kegiatan pendampingan ini, harapannya ke depan semoga bisa berjalan dengan baik.

“Kami sementara menyusun Renstra 2021-2026, kami berharap bisa berjalan dengan baik dengan penyusunan renja 2022 dengan adanya pendampingan ini semoga kami bisa merencanakan lebih baik lagi,” ungkapnya.

Ketua Tim Pendampingan FKM Unhas, Dr. Lalu Muhammad Saleh, SKM., M Kes., memaparkan materi sosialisasi dan memperkenalkan tim pendamping Kab. Gorontalo yang terdiri dari Pembina Prof Sukri Palutturi, SKM., M.Kes., MSc.PH., Ph.D, Ketua Dr. Lalu Muhammad Saleh, SKM., M.Kes dan anggota terdiri dari Rini Anggraeni SKM., M.Kes, Suci Rahmadani, SKM.,M.Kes. dan Yusniar Anggraeny, SKM.

Dalam sosialisasi Ketua Tim menyampaikan maksud dan tujuan pendampingan. Tujuannya, untuk mendampingi tim perencana Dinkes dalam menyusun Rencana Kerja (Renja )Tahun 2022.

Dipaparkan juga ruang lingkup dan rencana tahapan kegiatan. Kegiatan ini akan dilakukan sampai bulan Oktober 2021.

Beberapa tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan diantaranya, sosialisasi kegiatan, FGD dengan tim perencana, penyampaian hasil review renja tahun 2020 dan 2021 Dinkes Kab. Gorontalo, Rapat koordinasi dan workshop pendampingan Renja 2022 untuk menunjang dan meningkatkan kapasitas tim perencana.

Dr Lalu Muhammad Saleh, SKM., M.Kes., dalam sosialisasi juga menyampaikan materi terkait arah dan kebijakan kesehatan di Indonesia sebagai pengantar dan penyegaran kembali kepada tim perencana karena perlunya konsistensi dan sinkronisasi dari pusat sampai ke daerah dalam penyusunan perencanaan.

Di akhir sosialisasi ketua tim menyampaikan terima kasih atas sambutan dari Tim Dinkes Kab. Gorontalo dan meminta kerjasama tim dapat berjalan dengan baik hingga akhir kegiatan agar tersusun renja 2022 yang lebih baik.

sumber: https://www.fajarpendidikan.co.id/kerja-sama-kemenkes-fkm-unhas-lakukan-pendampingan-tata-kelola-program-kesehatan/

 

PTM Terbatas, Satgas Covid-19: Semua Kebijakan Pemerintah Berdasarkan Sains

Anggota Satgas Nasional Penanganan Covid-19 Subbidang Mitigasi Falla Adinda mengatakan segala kebijakan pemerintah di masa pandemi Covid-19 berdasarkan sains.

Hal ini terkait dengan kebijakan pemerintah yang mewajibkan sekolah untuk menggelar pembelajaran tatap muka terbatas setelah vaksinasi untuk guru dan tenaga kependidikannya rampung.

"Pada dasarnya semua kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah, semua kebijakan yang nantinya dan yang sudah lewat, yang diberlakukan oleh pemerintah itu berdasarkan data dan berdasarkan sains," ujar Falla dalam Talkshow Pendidikan di Masa Pandemi yang disiarkan channel Youtube Cerdas Berkarakter Kemdikbud, Rabu (7/4/2021).

Falla mengatakan pada awal masa pandemi Covid-19, pemerintah telah melakukan langkah strategis dengan menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Menurut Falla, saat itu penularan Covid-19 masih belum dapat dikendalikan.

"Untuk pembelajaran yang kemarin, pembelajaran yang dilakukan dari rumah yang dipilih ke tahun kemarin. Memang adalah jalan yang paling tepat yang diambil oleh pemerintah karena keliaran virus Covid-19," ungkap Falla.

"Jadi pemerintah akhirnya menetapkan anak melakukan pembelajaran dari rumah karena virus tidak bisa terkendali," tambah Falla.

Saat ini, Falla mengatakan vaksin Covid-19 telah ditemukan dan masyarakat sudah terbiasa menjalankan protokol kesehatan.

Sehingga, pembelajaran tatap muka terbatas dapat menjadi alternatif pada situasi pandemi Covid-19 saat ini.

"Sekarang kita tinggal menatap ke depan. Apakah sekolah tatap muka nanti menjadi sesuatu hal yang aman untuk dijalankan," ucap Falla.

Seperti diketahui, Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menggelar pembelajaran tatap muka terbatas untuk para satuan pendidikan di Indonesia.

Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan sekolah wajib menerapkan pembelajaran tatap muka secara terbatas, setelah para pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah tersebut seluruhnya divaksin.

"Setelah pendidik dan tenaga kependidikan di dalam satu sekolah sudah divaksinasi secara lengkap. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau kantor Kemenag mewajibkan ya ya, mewajibkan satuan pendidikan tersebut menyediakan layanan pembelajaran tatap muka terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan," ujar Nadiem dalam konferensi pers virtual, Selasa (30/3/2021).

Keputusan ini ditetapkan melalui Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, Dan Menteri Dalam Negeri Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

sumber: https://www.tribunnews.com/corona/2021/04/07/ptm-terbatas-satgas-covid-19-semua-kebijakan-pemerintah-berdasarkan-sains