Skema pembayaran selain INACBG digunakan salah satunya untuk pelayanan obat kronis yang dilakukan oleh rumah sakit BaliMed Karangasem. Studi yang dilakukan oleh I Nyoman Satria Wiaya ini menemukan bahwa rumah sakit ini belum melakukan penagihan klaim obat kronis yang telah dilayani kendati jumlah nominal pada tahun sebelumnya tidak mencapai 10% dari total klaim selama 1 tahun.

Hasil analisa akar permasalahan adalah belum adanya kewenangan yang diberikan oleh direktur kepada tim yang bertanggung jawab dalam proses pengajuan klaim. Proses yang melibatkan banyak unit ini perlu diberikan pengaturan khusus. Dengan adanya penunjukkan langsung dari direktur maka teknis alur serta perancangan sistem informasi dapat memudahkan proses penyiapan klaim obat kronis menjadi efektif dan efisien. Artikel ini diterbitkan pada Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia pada Juni 2019.

Selengkapnya

Peningkatan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. WHO merekomendasikan untuk dilakukan kebijakan fiskal yang dapat mempengaruhi pola konsumsi. Salah satu jenis produksi industri yang seharusnya dapat dikendalikan adalah minuman berpemanis. Studi ini dilakukan untuk menganalisis kelayakan pengenaan cukai pada minuman berpemanis dengan metode kualitatif non studi kasus.

Hasilnya menunjukkan bahwa ekstensifikasi pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis di Indonesia dapat segera diterapkan. Terdapat keterkaitan positif antara minuman berpemanis dengan tingkat obesitas serta risiko penyakit kardiovaskuler sehingga konsumsinya harus dibatasi. Hal ini telah memenuhi ketentuan Undang - Undang Cukai. Pengenaan cukai atas seluruh minuman berpemanis, tidak hanya minuman ringan berpemanis, juga cukup layak jika dilihat dari faktor ekonomi dan administrasi teknis perpajakan. Artikel ini ditulis oleh Haunan Rosyada dan Benny Gunawan Ardiansyah yang diterbitkan pada Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan pada Maret 2018.

selengkapnya

Kasus kekurangan gizi pada anak di Indonesia masih menjadi isu nasional. Sementara itu, jumlah anak dengan berat badan berlebih mulai meningkat jumlahnya. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya anak - anak yang mengkonsumsi produk makanan ringan komersial selama proses pemberian makanan tambahan. Sebuah studi dilakukan oleh M. Green, Dian N. Hadihardjono, Alissa M. Pries, Doddy Izwardy, E. Zehner dan Sandra L. Huffman untuk menilai prevalensi dan pola konsumsi makanan ringan dan makanan/minuman manis (dengan gula tambahan) pada anak - anak di Indonesia. Sebuah survey cross-sectional dilakukan pada 495 ibu dari anak yang berusia 6 – 35 bulan yang tinggal di Kota Bandung.

Hasilnya menunjukkan bahwa diantara semua anak, 81,6% anak mengkonsumsi makanan ringan komersial dan 40% mengkonsumsi minuman manis setiap harinya sebelum dilakukan proses wawancara. Pada anak usia 6 – 11 bulan, 46,5% anak - anak mengkonsumsi makanan ringan dan 2% diantaranya mengkonsumsi minuman manis. Makanan ringan dikonsumsi 3 kali atau lebih dalam sehari sebanyak 60% oleh anak - anak usia 24 – 35 bulan. Sementara itu, usia anak, konsumsi makanan pendamping yang diproduksi secara komersial atau pengganti ASI memiliki hubungan dengan konsumsi minuman manis. Perhatian nasional harus berfokus pada intervensi untuk mengurangi ketergantungan pada produk makanan ringan olahan dan meningkatkan konsumsi makanan kaya gizi yang tersedia secara lokal selama periode pemberian makanan tambahan. Artikel ini ditulis pada jurnal Maternal and Child Nutrition Wiley yang diterbitkan pada 2019.

Selengkapnya

Ketidaksetaraan etnis sering dikaitkan dengan faktor penentu sosial kesehatan. Studi ini berupaya mengidentifikasi bukti ilmiah terbaru tentang ketidaksetaraan dalam kesehatan orang - orang keturunan Afrika di Amerika. Maka, tinjauan sistematis literatur tentang kesehatan dan orang - orang keturunan Afrika di Amerika dilakukan di LILACS, PubMed, MEDLINE, dan database IBECS. Repositori institusi dan akademik juga dikonsultasikan. Bukti diperoleh pada keberadaan dan persistensi ketidaksetaraan kesehatan dalam populasi keturunan Afrika di Amerika dari identifikasi lima jenis bukti kuantitatif dan kualitatif: (1) konsep dan variabel etnis / ras; (2) hubungan dengan penentu sosial lainnya; (3) risiko kesehatan; (4) hambatan dan ketidaksetaraan dalam layanan kesehatan; dan, (5) mortalitas akibat penyakit kronis. Studi dengan metode kualitatif mengungkapkan stereotip dan penolakan atau pengecualian sebagai faktor utama ketidaksetaraan.

Tinjauan ini membuktikan adanya ketidaksetaraan kesehatan, interkoneksinya dengan faktor - faktor penentu sosial dan faktor - faktor risiko yang merugikan lainnya, dan pembangkitannya dan pelestariannya dengan diskriminasi, marginalisasi, dan kerugian sosial. Kondisi ini membuat orang keturunan Afrika menjadi kelompok populasi prioritas untuk aksi keadilan, seperti yang dituntut oleh Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan. Artikel ini dipublikasikan dalam jurnal MDPI pada 8 September 2019.

selengkapnya

World Health Statistics 2019 merangkum tren dan level baru mengenai angka harapan hidup dan penyebab kematian dan melaporkan rangkuman kondisi kesehatan dan hal yang berkaitan dengan pencapaian SDGs pada sektor kesehatan dengan target - targetnya. Beberapa data kesehatan yang dibahas dalam laporan ini antara lain : usia harapan hidup dan penyebab kematian di dunia, kesehatan ibu dan anak, kesehatan bayi dan anak, penyakit menular dan penyakit tidak menular, kekerasan dan kecelakaan, kesehatan lingkungan, serta sistem kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Secara umum, ringkasan yang diperoleh dari laporan ini adalah terjadi peningkatan harapan hidup global dan harapan untuk hidup secara sehat selama 16 tahun terakhir.

Berdasarkan pada 24 indikator SDGs terkait kesehatan, diketahui bahwa terjadi peningkatan pada 24 indikator SDGs tersebut. Saat ini, lebih banyak kelahiran yang ditangani oleh petugas kesehatan yang terampil, penurunan kematian ibu pada saat melahirkan. Demikian halnya, terjadi penurunan kematian pada neonatal dan balita serta penurunan kondisi stunting. Sementara itu, tingkat cakupan vaksinasi juga meningkat dengan penurunan pada kematian akibat kasus prematur - PTM, kejadian penyakit menular, paparan resiko kesehatan lingkungan dan prevalensi rokok tembakau. Laporan ini diterbitkan oleh World Health Organization pada 2019.

selengkapnya

Secara global, negara - negara di dunia telah membuat langkah untuk mencapai target yang telah ditetapkan pada SDGs, salah satunya untuk mengurangi angka kematian ibu. Indonesia berinvestasi dalam beberapa insiatif untuk meningkatkan perawatan bagi ibu dan bayi baru lahir, namun upaya dan investasi tersebut masih belum berhasil pada saat mencapai target MDGs. Studi yang dilakukan oleh Koki Agarwai, Katherine Lilly dan Jeffrey Smith akan menguraikan beberapa tantangan yang tersisa dan menyoroti peran Amerika Serikat pada program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) yang bertujuan untuk mengeliminasi hambatan demi terciptanya pelayanan yang lebih baik.

Indonesia perlu mendukung visi pemerintah mengenai akses universal ke layanan kesehatan yang lebih baik. Saat kematian akibat perdarahan postpartum dan pre eklampsia/eklampsia berkurang, kita harus mengatasi infeksi nifas, membendung gelombang kenaikan angka kelahiran sesar, dan mengasah pendekatan untuk mengatasi komorbiditas yang tidak menular. Indonesia harus terus menekankan pentingnya penggunaan data untuk meningkatkan kualitas perawatan dan memprioritaskan intervensi di mana mereka paling dibutuhkan. Artikel ini diterbitkan pada International Journal Gynecology Obstetrics pada Februari 2019.

selengkapnya

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan angka kejadian diare masih tinggi dilihat dari angka morbiditas dan mortalitas, serta dapat menyerang semua usia baik balita, anak, dewasa bahkan lansia. Masalah kesehatan pada lansia secara umum disebabkan karena menurunnya fungsi organ tubuh, sehingga aktivitas dan metabolisme tubuh otomatis menurun yang diikuti dengan menurunnya energi dan kapasitas pencernaan menurun yang umum dimulai usia 50 tahun. Analisis data telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara penyediaan air minum dan perilaku higienis dengan kejadian diare pada lanjut usia (dewasa dengan usia lebih dari 54 tahun) dengan regresi logistik. Sampel yang dianalisis sebanyak 138.515 orang dewasa dari data Riskesdas 2013.

Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara perilaku higienis dengan kejadian diare pada kelompok lanjut usia di Indonesia dan yang paling dominan adalah perilaku cuci tangan setelah buang air besar (BAB). Sedangkan faktor lainnya seperti sumber air, pengolahan air, tempat penyimpanan dan tempat buang air besar tidak berhubungan dengan kejadian diare pada lansia. Berdasarkan temuan ini, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya pada kelompok usia lanjut perlu ditingkatkan sebagai tindakan pencegahan terjadinya diare pada lansia di Indonesia. Artikel ini ditulis oleh Phetisya Pamela F.S., Made Agus Nurjana, dan Junus Widjaja pada Jurnal Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI pada April 2019.

Selengkapnya

Telah diketahui bahwa pemberian pelayanan higienitas dan sanitasi yang berkelanjutan serta efektif tidak hanya ditentukan oleh keberadaan infrastruktur, tetapi juga oleh ketersediaan manajemen kelembagaan, tata kelola, dan keuangan yang kompleks. UN - Water Global Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking Water (GLAAS) melihat sejauh mana negara - negara telah mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan terkait higienitas dan sanitasi melalui pemantauan rutin, pengambilan tindakan korektif seperlunya, koordinasi proses yang terjadi dengan sumber daya keuangan yang cukup dan dukungan kuat dari berbagai lembaga nasional.

Temuan GLAAS mengenai hal ini cukup bervariasi. Sebagian besar negara telah memiliki komponen yang diperlukan, tetapi banyak negara belum mengoperasionalkan dan mengimplementasi seutuhnya langkah - langkah untuk mendukung dan memperkuat sistem higienitas dan sanitasi. GLAAS menemukan kesenjangan dan kerentanan dalam sistem higienitas dan sanitasi sehingga perlu adanya penguatan lebih lanjut untuk memastikan pemberian pelayanan yang berkelanjutan dan efektif di berbagai negara. Artikel ini dipublikasikan pada 2019 dan diterbitkann oleh WHO.

Selengkapnya

Keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi, air, higienitas dan sanitasi di Indonesia terlihat semakin meningkat. Studi kualitatif dilakukan oleh Nurul Indah, Rokhima Rostiani, Tamara Megaw dan Juliet Willetts dengan mengeksplorasi pengalaman 18 pemilik bisnis wanita, penggerak dan karyawan sektor publik terkait air, higienitas dan sanitasi. Observasi dilakukan pada wanita yang memiliki motivasi sosial yang kuat dan memiliki tanggung jawab penuh atas pengeluaran rumah tangga yang ternilai dengan kepemilikian motivasi ekonomi. Pengalaman wanita tersebut dianalisis pada empat dimensi pemberdayaan. Hasilnya, terlihat beberapa bukti kuat dalam hal pemberdayaan yang mayoritas mengenai pemberdayaan ekonomi.

Bukti kepercayaan diri dan pengakuan bahwa wanita memiliki kemampuan setara dengan pria telah terlihat, baik dalam masalah teknis (dengan menaati aturan gender) dan pengambilan keputusan. Beberapa wanita mendapatkan dukungan dari keluarga dekat sementara yang lainnya terbatas oleh tanggung jawab urusan rumah tangga, mobilitas dan ketersediaan secara ekonomi. Berdasarkan hasil, program higienitas dan sanitasi serta kebijakan mempromosikan keterlibatan dalam kegiatan ekonomi perlu dilakukan melalui pemberdayaan perempuan. Pengembangan multi strategi juga dibutuhkan untuk mendukung perempuan dalam rangka menuju kesetaraan gender yang lebih luas. Artikel ini dipublikasikan di jurnal Development Studies Research pada April 2019.

selengkapnya

Pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk berobat jalan di Indonesia mengalami penurunan pada 2008 hingga 2014. Berdasarkan data BPS, pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk berobat jalan sebesar 33,4%, kemudian turun menjadi 30% pada 2012 dan pada 2014 sebesar 27,1%. Fairuz Rabbaniyah dan Mardiati Nadjib melakukan riset yang bertujuan untuk mengetahui faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk berobat jalan di Provinsi Jawa Barat menggunakan data Susenas 2017. 

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa faktor pendapatan dan status pekerjaan kepala rumah tangga mempengaruhi secara positif dilihat dari nilai koefisien. Pendapatan dan status pekerjaan kepala rumah tangga mempengaruhi secara signifikan terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa kepala keluarga yang bekerja memiliki peluang yang besar untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk berobat jalan. Demikian halnya dengan pendapatan, dimana semakin besar pendapatan makan semakin tinggi juga pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk berobat jalan. Artikel ini dipublikasikan pada Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 15 No. 1 Maret 2019.

selengkapnya